Puluhan Profesor dan Staf Keluhkan Reorganisasi LIPI
A
A
A
JAKARTA - Puluhan profesor dan staf dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mendatangi wakil rakyat di Gedung DPR, Jakarta, kemarin. Mereka mengeluhkan reorganisasi LIPI yang justru menimbulkan sejumlah masalah internal.
Dalam pertemuan dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, beberapa perwakilan menyampaikan sejumlah masalah. Misalnya Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Syamsuddin Haris mengungkapkan ada masalah di dalam kebijakan reorganisasi dan redistribusi yang dilakukan oleh pimpinan LIPI.
Masalah-masalah itu di antaranya pembatasan sejumlah satuan kerja, penghapusan sejumlah eselon III dan IV, rencana dirumahkannya ratusan staf pendukung yang jumlahnya 1.500 orang. Padahal, mereka selama ini telah berjasa untuk LIPI puluhan tahun.
“Nah ini tentu sangat mengecewakan. Kami bukan menolak reorganisasi, tapi semestinya dilakukan secara gradual, tidak sekaligus. Karena ini menyangkut begitu banyak mulut yang makan, itu banyak anak-anak yang sekolah belum lagi yang mesti minum susu,” kata Syamsuddin.
Karena itu, puluhan pegawai LIPI itu meminta pada pimpinan LIPI untuk menghentikan kebijakan reorganisasi ini. Bagaimanapun, setiap kebijakan itu semestinya dibuat secara inklusif, partisipatif, dan memperhitungkan sisi kemanusiaan. “Tidak mentang-mentang orientasinya efisiensi, kemudian orientasinya juga adalah komersialisasi apa pun yang ada di LIPI sehingga sebagai lembaga ilmu pengetahuan itu diabaikan,” sesalnya.
Profesor riset bidang sejarah politik LIPI, Asvi Warman Adam, mengaku sudah 35 tahun bekerja di LIPI. Selama itu, LIPI sudah beberapa kali melakukan reorganisasi, namun reorganisasi yang diadakan sebelumnya sifatnya sangat terbatas dan tujuannya untuk pemekaran. “Kalau yang sekarang ini kebalikan dari yang semuanya itu. Ini (reorganisasi) bertujuan mengurangi fungsi jumlah tenaga yang diperlukan dan merumahkan demikian banyak orang,” katanya dalam kesempatan sama.
Sosiolog LIPI Hanny Warsilah menilai reorganisasi dan redistribusi LIPI tidak inklusif, tidak transparan, tidak akuntabel, dan tidak berkeadilan sosial karena banyak pegawai yang akan dirumahkan. Reorganisasi ini juga tidak menjaga marwah LIPI sebagai lembaga ilmu pengetahuan yang terkenal di dunia. “Ribuan orang LIPI ini hanya sebagian kecil profesor di LIPI. Dan kami merasa resah untuk itu,” ujarnya.
DPR Akan Panggil Kepala LIPI
Sementara itu, anggota Komisi VII DPR Bara Hasibuan mengatakan, ada lebih dari 100 orang perwakilan dari LIPI yang menyampaikan keresahan bahwa ada semacam krisis yang terjadi di internal LIPI. Karena ada berbagai tindakan yang dilakukan Kepala LIPI yang sekarang ini menimbulkan keresahan dan masalah.
Bara memaparkan, Komisi VII menerima dan mendengar krisis masalah yang dihadapi oleh LIPI. Selaku wakil rakyat, komisinya mendukung dan memberikan simpati dan kepedulian yang mendalam atas apa yang terjadi di LIPI. “Pada intinya posisi kami ingin menyelamatkan LIPI sebagai pemegang otoritas utama dari sains dan knowledge, ilmu pengetahuan, di Indonesia,” ujarnya di kesempatan sama.
Anggota Komisi VII DPR Fadel Muhammad menuturkan bahwa Komisi VII telah memutuskan untuk mengambil tiga langkah. Pertama, memanggil Ketua LIPI Tri Handoko dalam waktu secepatnya dan akan segera diatur jadwalnya. Kedua, memanggil Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Mentistek Dikti) di mana LIPI berada di bawah satu koordinasi kerjanya.
Ketiga, Komisi VII meminta para perwakilan LIPI ini untuk menyampaikan data-data yang berhubungan dengan masalah LIPIi saat ini. “Kata dokter Ridha, dokter klinik LIPI, pasien di klinik meningkat. Sudah sampai 240, dulu cuma 20 orang atau bahkan 10. Saya tanya sama dokter kenapa, banyak orang yang frustrasi, banyak yang stres dan sebagainya. Artinya, ada suatu yang salah di dalam kepemimpinan LIPI ini. Dan banyak hal lain yang kami sudah dengar tadi,” urainya.
Dalam pertemuan dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, beberapa perwakilan menyampaikan sejumlah masalah. Misalnya Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Syamsuddin Haris mengungkapkan ada masalah di dalam kebijakan reorganisasi dan redistribusi yang dilakukan oleh pimpinan LIPI.
Masalah-masalah itu di antaranya pembatasan sejumlah satuan kerja, penghapusan sejumlah eselon III dan IV, rencana dirumahkannya ratusan staf pendukung yang jumlahnya 1.500 orang. Padahal, mereka selama ini telah berjasa untuk LIPI puluhan tahun.
“Nah ini tentu sangat mengecewakan. Kami bukan menolak reorganisasi, tapi semestinya dilakukan secara gradual, tidak sekaligus. Karena ini menyangkut begitu banyak mulut yang makan, itu banyak anak-anak yang sekolah belum lagi yang mesti minum susu,” kata Syamsuddin.
Karena itu, puluhan pegawai LIPI itu meminta pada pimpinan LIPI untuk menghentikan kebijakan reorganisasi ini. Bagaimanapun, setiap kebijakan itu semestinya dibuat secara inklusif, partisipatif, dan memperhitungkan sisi kemanusiaan. “Tidak mentang-mentang orientasinya efisiensi, kemudian orientasinya juga adalah komersialisasi apa pun yang ada di LIPI sehingga sebagai lembaga ilmu pengetahuan itu diabaikan,” sesalnya.
Profesor riset bidang sejarah politik LIPI, Asvi Warman Adam, mengaku sudah 35 tahun bekerja di LIPI. Selama itu, LIPI sudah beberapa kali melakukan reorganisasi, namun reorganisasi yang diadakan sebelumnya sifatnya sangat terbatas dan tujuannya untuk pemekaran. “Kalau yang sekarang ini kebalikan dari yang semuanya itu. Ini (reorganisasi) bertujuan mengurangi fungsi jumlah tenaga yang diperlukan dan merumahkan demikian banyak orang,” katanya dalam kesempatan sama.
Sosiolog LIPI Hanny Warsilah menilai reorganisasi dan redistribusi LIPI tidak inklusif, tidak transparan, tidak akuntabel, dan tidak berkeadilan sosial karena banyak pegawai yang akan dirumahkan. Reorganisasi ini juga tidak menjaga marwah LIPI sebagai lembaga ilmu pengetahuan yang terkenal di dunia. “Ribuan orang LIPI ini hanya sebagian kecil profesor di LIPI. Dan kami merasa resah untuk itu,” ujarnya.
DPR Akan Panggil Kepala LIPI
Sementara itu, anggota Komisi VII DPR Bara Hasibuan mengatakan, ada lebih dari 100 orang perwakilan dari LIPI yang menyampaikan keresahan bahwa ada semacam krisis yang terjadi di internal LIPI. Karena ada berbagai tindakan yang dilakukan Kepala LIPI yang sekarang ini menimbulkan keresahan dan masalah.
Bara memaparkan, Komisi VII menerima dan mendengar krisis masalah yang dihadapi oleh LIPI. Selaku wakil rakyat, komisinya mendukung dan memberikan simpati dan kepedulian yang mendalam atas apa yang terjadi di LIPI. “Pada intinya posisi kami ingin menyelamatkan LIPI sebagai pemegang otoritas utama dari sains dan knowledge, ilmu pengetahuan, di Indonesia,” ujarnya di kesempatan sama.
Anggota Komisi VII DPR Fadel Muhammad menuturkan bahwa Komisi VII telah memutuskan untuk mengambil tiga langkah. Pertama, memanggil Ketua LIPI Tri Handoko dalam waktu secepatnya dan akan segera diatur jadwalnya. Kedua, memanggil Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Mentistek Dikti) di mana LIPI berada di bawah satu koordinasi kerjanya.
Ketiga, Komisi VII meminta para perwakilan LIPI ini untuk menyampaikan data-data yang berhubungan dengan masalah LIPIi saat ini. “Kata dokter Ridha, dokter klinik LIPI, pasien di klinik meningkat. Sudah sampai 240, dulu cuma 20 orang atau bahkan 10. Saya tanya sama dokter kenapa, banyak orang yang frustrasi, banyak yang stres dan sebagainya. Artinya, ada suatu yang salah di dalam kepemimpinan LIPI ini. Dan banyak hal lain yang kami sudah dengar tadi,” urainya.
(don)