Diskar Kabupaten Bekasi Diguyur Rp1 M Lebih oleh Pengembang Meikarta
A
A
A
BANDUNG - Dinas Kebakaran (Diskar) Kabupaten Bekasi mendapatkan kucuran dana yang diduga ilegal dari pengembang proyek Meikarta terkait izin pemasangan alat pemadam kebakaran di 53 tower dan 13 basement.
Fakta tersebut terungkap dalam persidangan saat jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta keterangan dari saksi Sahat Banjarnahor selaku Kepala Diskar Kabupaten Bekasi dan Kepala Bidang Penyuluhan dan Pencegahan Kebakaran Diskar Asep Buchori di Pengadilan Tipikor pada PN Bandung, Senin (28/1/2019).
Sahat dan Asep dimintai keterangan sebagai saksi saksi untuk terdakwa Billy Sindoro, Henry Jasmen, Fitradjadja Purnama, dan Taryudi. Kepada Majelis Hakim Tardi, Judijanto Hadilaksana, dan Lindawati, saksi Sahat dan Asep mengaku tidak mengenal Billy. Mereka hanya kenal dengan terdakwa Henry Jasmen sebagai utusan pengembang Meikarta yang mengurus perizinan.
Dalam dakwaan untuk Billy Sindoro, disebutkan bahwa Sahat dan Asep mendapat uang dari Henry Jasmen selaku konsultan perizinan Meikarta senilai Rp1.060.000.000 terkait perizinan pemasangan alat pemadam kebakaran di 53 tower dan 13 basement. Surat permohonan diajukan oleh Edy Dwi Soesianto dari perusahaan pengembang Meikarta. (Baca juga: Mendagri Penuhi Panggilan KPK Terkait Kasus Suap Proyek Meikarta )
Untuk pemasangan alat pemadam kebakaran di 53 tower dan 13 basement itu disepakati Rp20 juta per unit. Selama persidangan mereka dicecar soal penerimaan uang yang terbagi dalam empat tahap. Tahap pertama, dana cair pada Mei 2018 senilai Rp200 juta.
"Saya terima uang Rp200 juta dari pengembang Meikarta melalui Henry Jasmen. Saya bagi lagi ke Asep Buchori Rp70 juta dan sisanya oleh saya," ujar Sahat Banjarnahor menjawab pertanyaan jaksa.
Penyerahan dana tahap dua dilakukan pada Juni 2018 di rest area Km 19 senilai Rp300 juta. Di persidangan, jaksa memutar rekaman percakapan antara Henry Jasmen dan Sahat Banjarnahor. Di percakapan itu, terdengar kalimat 'CD' diucapkan oleh keduanya. Mereka menyebutkan, 'CD' dibawa ke rest area. "Saat itu saya perintahkan Asep Buchori untuk membawanya (CD)," kata Sahat.
Asep Buchori membenarkan bahwa dia diperintah oleh Sahat untuk membawa CD ke rest area. "Saya sempat tanya kenapa harus saya yang ambil. Kata Pak Sahat, saya yang ambil. Akhirnya saya ambil ke sana," tutur Asep.
Jaksa kemudian menanyakan kepada Sahat dan Asep tentang arti 'CD'. Kedua saksi mengaku awalnya tidak tahu. "Awalnya saya enggak tahu CD itu apa. Setelah bertemu, saya dikasih tau Pak Henry Jasmen, CD itu artinya uang. Saat itu saya terima Rp300 juta. Uang Rp120 juta ke Pak Asep dan sisanya saya," kata Sahat.
Jawaban Sahat yang dibenarkan oleh Asep. "CD itu ternyata uang," ucap Asep.
Sedangkan pemberian uang tahap III oleh penyembang Meikarta senilai Rp200 juta dilakukan di Bekasi. Sahat mendapat Rp130 juta. "Pada tahap tiga, saya yang ambil uangnya. Saya dapat Rp70 juta, sisanya sama Pak Sahat," kata Asep.
Penyerahan uang 'pelicin' tahap empat, Asep menerima uang dalam bentuk dolar Singapura. Kemudian Asep tukarkan uang dari Henry Jasmen tersebut sehingga diketahui nilainya Rp245 juta. Uang itu dibagi lagi antara Sahat dan Asep.
Fakta tersebut terungkap dalam persidangan saat jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta keterangan dari saksi Sahat Banjarnahor selaku Kepala Diskar Kabupaten Bekasi dan Kepala Bidang Penyuluhan dan Pencegahan Kebakaran Diskar Asep Buchori di Pengadilan Tipikor pada PN Bandung, Senin (28/1/2019).
Sahat dan Asep dimintai keterangan sebagai saksi saksi untuk terdakwa Billy Sindoro, Henry Jasmen, Fitradjadja Purnama, dan Taryudi. Kepada Majelis Hakim Tardi, Judijanto Hadilaksana, dan Lindawati, saksi Sahat dan Asep mengaku tidak mengenal Billy. Mereka hanya kenal dengan terdakwa Henry Jasmen sebagai utusan pengembang Meikarta yang mengurus perizinan.
Dalam dakwaan untuk Billy Sindoro, disebutkan bahwa Sahat dan Asep mendapat uang dari Henry Jasmen selaku konsultan perizinan Meikarta senilai Rp1.060.000.000 terkait perizinan pemasangan alat pemadam kebakaran di 53 tower dan 13 basement. Surat permohonan diajukan oleh Edy Dwi Soesianto dari perusahaan pengembang Meikarta. (Baca juga: Mendagri Penuhi Panggilan KPK Terkait Kasus Suap Proyek Meikarta )
Untuk pemasangan alat pemadam kebakaran di 53 tower dan 13 basement itu disepakati Rp20 juta per unit. Selama persidangan mereka dicecar soal penerimaan uang yang terbagi dalam empat tahap. Tahap pertama, dana cair pada Mei 2018 senilai Rp200 juta.
"Saya terima uang Rp200 juta dari pengembang Meikarta melalui Henry Jasmen. Saya bagi lagi ke Asep Buchori Rp70 juta dan sisanya oleh saya," ujar Sahat Banjarnahor menjawab pertanyaan jaksa.
Penyerahan dana tahap dua dilakukan pada Juni 2018 di rest area Km 19 senilai Rp300 juta. Di persidangan, jaksa memutar rekaman percakapan antara Henry Jasmen dan Sahat Banjarnahor. Di percakapan itu, terdengar kalimat 'CD' diucapkan oleh keduanya. Mereka menyebutkan, 'CD' dibawa ke rest area. "Saat itu saya perintahkan Asep Buchori untuk membawanya (CD)," kata Sahat.
Asep Buchori membenarkan bahwa dia diperintah oleh Sahat untuk membawa CD ke rest area. "Saya sempat tanya kenapa harus saya yang ambil. Kata Pak Sahat, saya yang ambil. Akhirnya saya ambil ke sana," tutur Asep.
Jaksa kemudian menanyakan kepada Sahat dan Asep tentang arti 'CD'. Kedua saksi mengaku awalnya tidak tahu. "Awalnya saya enggak tahu CD itu apa. Setelah bertemu, saya dikasih tau Pak Henry Jasmen, CD itu artinya uang. Saat itu saya terima Rp300 juta. Uang Rp120 juta ke Pak Asep dan sisanya saya," kata Sahat.
Jawaban Sahat yang dibenarkan oleh Asep. "CD itu ternyata uang," ucap Asep.
Sedangkan pemberian uang tahap III oleh penyembang Meikarta senilai Rp200 juta dilakukan di Bekasi. Sahat mendapat Rp130 juta. "Pada tahap tiga, saya yang ambil uangnya. Saya dapat Rp70 juta, sisanya sama Pak Sahat," kata Asep.
Penyerahan uang 'pelicin' tahap empat, Asep menerima uang dalam bentuk dolar Singapura. Kemudian Asep tukarkan uang dari Henry Jasmen tersebut sehingga diketahui nilainya Rp245 juta. Uang itu dibagi lagi antara Sahat dan Asep.
(kri)