Wiranto: Presiden Jokowi Minta Pembebasan Ba'asyir Dikaji Mendalam
A
A
A
JAKARTA - Rencana pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba’asyir ternyata belum final. Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan kepada pejabat terkait untuk segera melakukan kajian lebih dalam terkait pembebasan tersebut.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan, keluarga Ba’asyir meminta pembebasan sejak 2017 karena usia lanjut dan kesehatan yang terus menurun. Atas dasar alasan kemanusiaan, Presiden Jokowi memahami permintaan tersebut.
Kendati demikian, menurut Wiranto, pembebasan pendiri Pondok Pesantren Al Mu’min, Ngruki, Solo itu juga harus mempertimbangkan aspek-aspek lainnya, seperti kesetiaan terhadap Pancasila, hukum dan lainnya.
"Presiden tidak grusa-grusu, serta merta, tapi perlu mempertimbangkan aspek lainnya. Oleh karena itu presiden memerintahkan pejabat terkait meminta kajian mendalam dan komprehensif merespons permintaan itu," kata Wiranto dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (21/1/2019).
Ba’asyir divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 16 Juni 2011. Majelis hakim menilai pimpinan Jamaah Anshorut Tauhid atau JAT itu terbukti terlibat dalam pelatihan militer kelompok terduga teroris di Aceh.
Ba’asyir berhak bebas bersyarat pada Desember 2018. Namun memilih bertahan di penjara dengan alasan tidak mau menandatangani syarat bebas, yakni mengakui NKRI dan Pancasila.
Jokowi sebelumnya setuju Ba’asyir dibebaskan dengan alasan kemanusiaan. Persetujuan itu disampaikan melalui kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra. Jokowi menegaskan bahwa rencana pembebasan itu sudah dipertimbangkan sejak setahun lalu.
"Ya yang pertama memang alasan kemanusiaan. Artinya beliau kan sudah sepuh, ya pertimbangannya kemanusiaan. Iya, termasuk kondisi kesehatan masuk dalam pertimbangan itu," ujar Jokowi di Garut, Jawa Barat.
Mantan gubernur DKI Jakarta ini mengaku, pembebasan tersebut sudah melalui pertimbangan yang panjang. Salah satunya juga terkait keamanan.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan, keluarga Ba’asyir meminta pembebasan sejak 2017 karena usia lanjut dan kesehatan yang terus menurun. Atas dasar alasan kemanusiaan, Presiden Jokowi memahami permintaan tersebut.
Kendati demikian, menurut Wiranto, pembebasan pendiri Pondok Pesantren Al Mu’min, Ngruki, Solo itu juga harus mempertimbangkan aspek-aspek lainnya, seperti kesetiaan terhadap Pancasila, hukum dan lainnya.
"Presiden tidak grusa-grusu, serta merta, tapi perlu mempertimbangkan aspek lainnya. Oleh karena itu presiden memerintahkan pejabat terkait meminta kajian mendalam dan komprehensif merespons permintaan itu," kata Wiranto dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (21/1/2019).
Ba’asyir divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 16 Juni 2011. Majelis hakim menilai pimpinan Jamaah Anshorut Tauhid atau JAT itu terbukti terlibat dalam pelatihan militer kelompok terduga teroris di Aceh.
Ba’asyir berhak bebas bersyarat pada Desember 2018. Namun memilih bertahan di penjara dengan alasan tidak mau menandatangani syarat bebas, yakni mengakui NKRI dan Pancasila.
Jokowi sebelumnya setuju Ba’asyir dibebaskan dengan alasan kemanusiaan. Persetujuan itu disampaikan melalui kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra. Jokowi menegaskan bahwa rencana pembebasan itu sudah dipertimbangkan sejak setahun lalu.
"Ya yang pertama memang alasan kemanusiaan. Artinya beliau kan sudah sepuh, ya pertimbangannya kemanusiaan. Iya, termasuk kondisi kesehatan masuk dalam pertimbangan itu," ujar Jokowi di Garut, Jawa Barat.
Mantan gubernur DKI Jakarta ini mengaku, pembebasan tersebut sudah melalui pertimbangan yang panjang. Salah satunya juga terkait keamanan.
(pur)