Jokowi Bebaskan Ustaz Abu Bakar Baasyir, DPR Nilai Alasan Kemanusiaan
A
A
A
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) membebaskan terpidana kasus terorisme, Ustaz Abu Bakar Baasyir, lebih kepada alasan kemanusiaan. Pembebasan Ustaz Abu Bakar Baasyir sudah diatur dalam undang-undang.
Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan sama sekali tidak melihat pembebasan Ustaz Abu Bakar Baasyir sebagai strategi politik Presiden Jokowi menjelang Pilpres. Ia memandang tidak ada unsur politis dari keputusan presiden tersebut.
"Saya harap semua pihak bisa mendukung dan berbaik sangka terhadap kebijakan tersebut, karena landasan hukum untuk mengeluarkan kebijakan tersebut sudah sesuai dan kuat," ujar Bamsoet dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (19/1/2019).
Sebelumnya, Jokowi memutuskan membebaskan Ustaz Abu Bakar Baasyir setelah melalui pertimbangan panjang. Jokowi mengaku sudah mendapat masukan dari sejumlah pihak, termasuk Kapolri Jenderal Tito Karnavian hingga pengacaranya di pilpres, Yusril Ihza Mahendra.
Menurut Bamsoet, terdapat sejumlah opsi landasan hukum yang bisa digunakan Jokowi dalam pembebasan Ustaz Abu Bakar Baasyir. Pertama, dengan memberikan pembebasan bersyarat sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 12/1995 tentang Pemasyarakatan.
UU tersebut menyebutkan, pembebasan bersyarat bisa diberikan kepada narapidana yang telah menjalani masa hukuman sekurang-kurangnya dua pertiga dari masa pidananya.
Diketahui, Ustaz Abu Bakar Baasyir divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Juni 2011. Artinya, dua pertiga masa tahanan Ba’asyir telah dilalui pada Desember 2018.
Opsi landasan hukum kedua, Jokowi memberikan grasi kepada Ustaz Abu Bakar Baasyir. Pasal 14 UUD 1945 menyatakan grasi merupakan hak konstitusional presiden. Grasi atau pengampunan diberikan presiden kepada narapidana dengan melalui sejumlah pertimbangan.
"Sehingga, secara konstitusi apa pun keputusan yang diberikan Presiden Jokowi kepada Ustaz Baasyir dengan memberikan pembebasan bersyarat ataupun pembebasan melalui grasi sudah sesuai dengan perundangan yang berlaku," tandasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR Satya W Yudha menilai, pembebasan Ustaz Abu Bakar Baasyir bukan berarti menghapus kesalahannya.
"Saya pikir dengan membebaskan Baasyir bukan berarti menghapus kesalahannya, melainkan lebih pada alasan kemanusian," ucapnya.
Karena itu, dia menilai para aparat penegak hukum perlu menyampaikan kepada Ustaz Abu Bakar Baasyir alasan-alasan pembebasannya. "Tentu saja pembebasannya kategori bersyarat," tegasnya.
Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan sama sekali tidak melihat pembebasan Ustaz Abu Bakar Baasyir sebagai strategi politik Presiden Jokowi menjelang Pilpres. Ia memandang tidak ada unsur politis dari keputusan presiden tersebut.
"Saya harap semua pihak bisa mendukung dan berbaik sangka terhadap kebijakan tersebut, karena landasan hukum untuk mengeluarkan kebijakan tersebut sudah sesuai dan kuat," ujar Bamsoet dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (19/1/2019).
Sebelumnya, Jokowi memutuskan membebaskan Ustaz Abu Bakar Baasyir setelah melalui pertimbangan panjang. Jokowi mengaku sudah mendapat masukan dari sejumlah pihak, termasuk Kapolri Jenderal Tito Karnavian hingga pengacaranya di pilpres, Yusril Ihza Mahendra.
Menurut Bamsoet, terdapat sejumlah opsi landasan hukum yang bisa digunakan Jokowi dalam pembebasan Ustaz Abu Bakar Baasyir. Pertama, dengan memberikan pembebasan bersyarat sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 12/1995 tentang Pemasyarakatan.
UU tersebut menyebutkan, pembebasan bersyarat bisa diberikan kepada narapidana yang telah menjalani masa hukuman sekurang-kurangnya dua pertiga dari masa pidananya.
Diketahui, Ustaz Abu Bakar Baasyir divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Juni 2011. Artinya, dua pertiga masa tahanan Ba’asyir telah dilalui pada Desember 2018.
Opsi landasan hukum kedua, Jokowi memberikan grasi kepada Ustaz Abu Bakar Baasyir. Pasal 14 UUD 1945 menyatakan grasi merupakan hak konstitusional presiden. Grasi atau pengampunan diberikan presiden kepada narapidana dengan melalui sejumlah pertimbangan.
"Sehingga, secara konstitusi apa pun keputusan yang diberikan Presiden Jokowi kepada Ustaz Baasyir dengan memberikan pembebasan bersyarat ataupun pembebasan melalui grasi sudah sesuai dengan perundangan yang berlaku," tandasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR Satya W Yudha menilai, pembebasan Ustaz Abu Bakar Baasyir bukan berarti menghapus kesalahannya.
"Saya pikir dengan membebaskan Baasyir bukan berarti menghapus kesalahannya, melainkan lebih pada alasan kemanusian," ucapnya.
Karena itu, dia menilai para aparat penegak hukum perlu menyampaikan kepada Ustaz Abu Bakar Baasyir alasan-alasan pembebasannya. "Tentu saja pembebasannya kategori bersyarat," tegasnya.
(thm)