Abu Bakar Baasyir Dipastikan Bebas Tanpa Syarat
A
A
A
JAKARTA - Kuasa hukum Presiden Joko Widodo (Jokowi), Yusril Ihza Mahendra menegaskan, Ustaz Abu Bakar Ba'asyir dinyatakan bebas tanpa syarat. Ba'asyir bebas melalui kebijakan Jokowi dengan syarat yang ditiadakan.
"Statusnya bebas tanpa syarat," ujarnya pada wartawan di kantor The Law Office of Mahendradatta, Jalan RS Fatmawati, Jakarta Selatan, Sabtu (19/1/2019).
Menurutnya, Tim Pembela Muslim (TPM) sebelumnya sudah mengajukan pembebasan bersyarat untuk Ba'asyir. Namun, dia menolak untuk menandatangi aturan yang disyaratkan untuk pembebasan bersyarat.
Ba'asyir menolak untuk menandatangi pernyataan mengakui Pancasila dan tidak melakukan tindak pidananya. Dia menerangkan, dalam memberikan pembebasan tanpa syarat kepada Ba'asyir, Jokowi mengesampingkan Permenkumham 2018 tentang syarat dan tata cara pemberian remisi.
Jokowi pun punya hak untuk mengensampingkan kebijakan Kemenkumham yang dituangkan dalam Permenkumham. Pernyataan Jokowi secara lisan dapat didasarkan menjadi syarat untuk pembebasan Ba'asyir.
"Presiden bisa bertindak menyimpang atau mengesampingkan dari aturan menteri itu dengan berpegang pada alasan-alasan, presiden pemegang otoritas tertinggi dalam administrasi negara," tuturnya.
Dia menjelaskan, pemerintah tidak takut dengan tekanan asing apabila mempermasalahkan pembebasan tanpa syarat Abu Bakar Ba'asyir. Alasannya, berdasar informasi yang diterima olehnya, akan ada tekanan dari negara luar tentang masalah ini.
Hal itu juga yang menjadi alasan mengapa harus presiden yang membuat kebijakan tersebut, bukan skala menteri, maupun jajaran dibawahnya. "Kalaupun ada tekanan asing, kami meyakini bahwa pemerintah tidak akan takut. Ini urusan dalam negeri," imbuhnya.
Sementara Koordinator pengacara Abu Bakar Baasyir, Achamd Mihdan memebeberkan, Ustaz Abu Bakar itu sejatinya memiliki hak bebas persyarat sejak 13 Desember 2018 lalu, tapi dia tak mau melakukannya.
Pasalnya, dia tak mau menandatangani syaratnya, yang mana sama saja dengan dia harus mengakui kesalahan yang tak dilakukannya dalam hal NKRI dan Pancasila.
"Dalam hal ini, dia dikaitan kasus pelatihan militer di Aceh, Ustaz ini seolah jadi aktor intelektual crime, padahal beliau hanya memberikan bantuan pendanaan, itu pun berkaitan Palestine. Beliau juga tak sepakat dikatakan sebagai teroris atau orang yang tak cinta negara ini, beliau justru mau negara ini berkeadilan," paparnya.
Adapun pembebasan Ustaz Abu Bakar itu merupakan hal biasa secara hukum, mengingat usainya sudah uzur, punya sakit yang butuh perhatian lebih, an kasusnya pun sudah selelsai karena sudah ada putusan inkraht.
Lebih jauh, Ustaz Abu Bakar bisa dianggap sebagai aset negara karena memiliki pandangan Islam yang kuat. Adapun pembebasan Ba'asyir sendiri akan dilakukan pada Minggu depan sambil menunggu proses administrasi di LP.
"Beliau bisa membantu pemikiran terhadap tuduhan dunia yang menyebut umat Islam itu pelaku teror, Islam itu tidak seperti itu," katanya.
"Statusnya bebas tanpa syarat," ujarnya pada wartawan di kantor The Law Office of Mahendradatta, Jalan RS Fatmawati, Jakarta Selatan, Sabtu (19/1/2019).
Menurutnya, Tim Pembela Muslim (TPM) sebelumnya sudah mengajukan pembebasan bersyarat untuk Ba'asyir. Namun, dia menolak untuk menandatangi aturan yang disyaratkan untuk pembebasan bersyarat.
Ba'asyir menolak untuk menandatangi pernyataan mengakui Pancasila dan tidak melakukan tindak pidananya. Dia menerangkan, dalam memberikan pembebasan tanpa syarat kepada Ba'asyir, Jokowi mengesampingkan Permenkumham 2018 tentang syarat dan tata cara pemberian remisi.
Jokowi pun punya hak untuk mengensampingkan kebijakan Kemenkumham yang dituangkan dalam Permenkumham. Pernyataan Jokowi secara lisan dapat didasarkan menjadi syarat untuk pembebasan Ba'asyir.
"Presiden bisa bertindak menyimpang atau mengesampingkan dari aturan menteri itu dengan berpegang pada alasan-alasan, presiden pemegang otoritas tertinggi dalam administrasi negara," tuturnya.
Dia menjelaskan, pemerintah tidak takut dengan tekanan asing apabila mempermasalahkan pembebasan tanpa syarat Abu Bakar Ba'asyir. Alasannya, berdasar informasi yang diterima olehnya, akan ada tekanan dari negara luar tentang masalah ini.
Hal itu juga yang menjadi alasan mengapa harus presiden yang membuat kebijakan tersebut, bukan skala menteri, maupun jajaran dibawahnya. "Kalaupun ada tekanan asing, kami meyakini bahwa pemerintah tidak akan takut. Ini urusan dalam negeri," imbuhnya.
Sementara Koordinator pengacara Abu Bakar Baasyir, Achamd Mihdan memebeberkan, Ustaz Abu Bakar itu sejatinya memiliki hak bebas persyarat sejak 13 Desember 2018 lalu, tapi dia tak mau melakukannya.
Pasalnya, dia tak mau menandatangani syaratnya, yang mana sama saja dengan dia harus mengakui kesalahan yang tak dilakukannya dalam hal NKRI dan Pancasila.
"Dalam hal ini, dia dikaitan kasus pelatihan militer di Aceh, Ustaz ini seolah jadi aktor intelektual crime, padahal beliau hanya memberikan bantuan pendanaan, itu pun berkaitan Palestine. Beliau juga tak sepakat dikatakan sebagai teroris atau orang yang tak cinta negara ini, beliau justru mau negara ini berkeadilan," paparnya.
Adapun pembebasan Ustaz Abu Bakar itu merupakan hal biasa secara hukum, mengingat usainya sudah uzur, punya sakit yang butuh perhatian lebih, an kasusnya pun sudah selelsai karena sudah ada putusan inkraht.
Lebih jauh, Ustaz Abu Bakar bisa dianggap sebagai aset negara karena memiliki pandangan Islam yang kuat. Adapun pembebasan Ba'asyir sendiri akan dilakukan pada Minggu depan sambil menunggu proses administrasi di LP.
"Beliau bisa membantu pemikiran terhadap tuduhan dunia yang menyebut umat Islam itu pelaku teror, Islam itu tidak seperti itu," katanya.
(maf)