Penanganan Masalah Terorisme Jokowi-Ma’ruf Amin Jauh Lebih Elegan
A
A
A
JAKARTA - Masalah terorisme masih menjadi ancaman bagi Indonesia. Jaringan-jaringan teroris yang berafiliasi dengan kelompok Islam Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS). Misalnya diduga masih bercokol di negeri ini sehingga tak heran jika Polri masih memprediksi terorisme dan radikalisme tetap berpotensi menjadi gangguan utama keamanan dan ketertiban masyarakat pada 2019.
Sekadar catatan, tindakan terorisme pada 2018 meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Dari 12 kejadian selama 2017, aksi terorisme meningkat menjadi 17 tindakan pada 2018. Atas dasar itulah, persoalan terorisme menjadi salah satu topik utama dalam debat pertama Pilpres 2019 antara dua pasangan Capres dan Cawapres, Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang berlangsung di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (17/1/2019) malam.
Dalam debat yang dipandu dua moderator, Ira Koesno dan Imam Priyono, serta disiarkan tiga stasiun televisi nasional dan Radio Republik Indonesia itu, terlihat jelas program penanganan terorisme yang ditawarkan Jokowi-Ma’ruf Amin lebih elegan karena tak hanya memperhatikan rasa aman bagi rakyat Indonesia, tapi juga tetap memperhatikan Hak Azasi Manusia (HAM).
Selain itu, dalam menangani terorisme keterlibatan aparat kepolisian sangat tinggi sehingga membuat tindakan-tindakan antisipasi terhadap terorisme berjalan sangat efektif. Hal itu dinyatakan Peneliti dari Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial Universitas Indonesia, Solahudin dalam menanggapi debat pertama PIlpres 2019 yang membahas masalah hukum, HAM, korupsi, dan terorisme.
“Strategi Presiden Joko Widodo selama empat tahun terakhir dan saya yakin akan dilanjutkan di periode berikutnya, terhadap terorisme sudah baik. Dengan strategi besar pendekatan dengan cara hard approach, pemerintah sudah melakukan pendekatan yang elegan, sekaligus menghormati hak azasi manusia. Dengan pendekatan itu, seorang tidak bisa ditangkap tanpa bukti yang jelas,” ujar Solahudin.
Ia menilai, apa yang sudah dan akan dilakukan Jokowi sudah jauh lebih baik ketimbang Singapura yang dikenal dengan Internal Security Act (ISA), atau periode masa lalu Indonesia yang mengusung UU Anti Subversif sehingga memungkinkan apparat keamanan menangkap seseorang tanpa harus disertai bukti yang cukup dan hanya mengandalkan kecurigaan.
Capres-cawapres Jokowi-Ma’ruf Amin dalam paparannya mengenai terorisme menyatakan bahwa pihaknya akan meningkatkan upaya terpadu untuk menanggulangi terorisme, mulai dari peningkatan pemahaman ideologi negara untuk mengurangi radikalisme, pengembangan sistem pendidikan, hingga penguatan sistem penegakan hukum untuk mengatasi tindakan terorisme.
“Apa yang sudah dan akan dilakukan Jokowi-Ma’ruf Amin dalam penanganan terosime sudah benar, yakni menangkap berdasrkan bukti dan disidang melalui pengadilan terbuka. Ini jauh lebih baik dari prinsip konspirasi yang diusung kubu Prabowo-Sandi. Penanganan yang lebih elegan inilah yang harus dipertahankan Jokowi-Ma’ruf Amin,” tambah Solahudin.
Ia menambahkan, kebijakan yang diusung Jokowi sudah mendukung kinerja kepolisian dalam menangani terorisme, sehingga tidak pernah ada lagi penyataan yang menyalahkan polisi yang sudah benar dalam bertindak dan tidak sembarangan dalam mengusung pendekatan hukum sebagai strategi utama.
Pemerintah sendiri sudah menerbitkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sehingga Polri bisa melakukan aksi pencegahan lebih dini.
Berdasarkan, data kepolisian pada 2018, ada 396 terduga pelaku tindak pidana terorisme. Sebanyak 141 orang di antaranya diproses hingga persidangan, 204 orang masih dalam penyidikan, serta 25 orang tewas. Ada pula 13 orang tewas akibat bunuh diri, 12 orang divonis hukuman, dan satu tewas lantaran sakit.
Sekadar catatan, tindakan terorisme pada 2018 meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Dari 12 kejadian selama 2017, aksi terorisme meningkat menjadi 17 tindakan pada 2018. Atas dasar itulah, persoalan terorisme menjadi salah satu topik utama dalam debat pertama Pilpres 2019 antara dua pasangan Capres dan Cawapres, Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang berlangsung di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (17/1/2019) malam.
Dalam debat yang dipandu dua moderator, Ira Koesno dan Imam Priyono, serta disiarkan tiga stasiun televisi nasional dan Radio Republik Indonesia itu, terlihat jelas program penanganan terorisme yang ditawarkan Jokowi-Ma’ruf Amin lebih elegan karena tak hanya memperhatikan rasa aman bagi rakyat Indonesia, tapi juga tetap memperhatikan Hak Azasi Manusia (HAM).
Selain itu, dalam menangani terorisme keterlibatan aparat kepolisian sangat tinggi sehingga membuat tindakan-tindakan antisipasi terhadap terorisme berjalan sangat efektif. Hal itu dinyatakan Peneliti dari Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial Universitas Indonesia, Solahudin dalam menanggapi debat pertama PIlpres 2019 yang membahas masalah hukum, HAM, korupsi, dan terorisme.
“Strategi Presiden Joko Widodo selama empat tahun terakhir dan saya yakin akan dilanjutkan di periode berikutnya, terhadap terorisme sudah baik. Dengan strategi besar pendekatan dengan cara hard approach, pemerintah sudah melakukan pendekatan yang elegan, sekaligus menghormati hak azasi manusia. Dengan pendekatan itu, seorang tidak bisa ditangkap tanpa bukti yang jelas,” ujar Solahudin.
Ia menilai, apa yang sudah dan akan dilakukan Jokowi sudah jauh lebih baik ketimbang Singapura yang dikenal dengan Internal Security Act (ISA), atau periode masa lalu Indonesia yang mengusung UU Anti Subversif sehingga memungkinkan apparat keamanan menangkap seseorang tanpa harus disertai bukti yang cukup dan hanya mengandalkan kecurigaan.
Capres-cawapres Jokowi-Ma’ruf Amin dalam paparannya mengenai terorisme menyatakan bahwa pihaknya akan meningkatkan upaya terpadu untuk menanggulangi terorisme, mulai dari peningkatan pemahaman ideologi negara untuk mengurangi radikalisme, pengembangan sistem pendidikan, hingga penguatan sistem penegakan hukum untuk mengatasi tindakan terorisme.
“Apa yang sudah dan akan dilakukan Jokowi-Ma’ruf Amin dalam penanganan terosime sudah benar, yakni menangkap berdasrkan bukti dan disidang melalui pengadilan terbuka. Ini jauh lebih baik dari prinsip konspirasi yang diusung kubu Prabowo-Sandi. Penanganan yang lebih elegan inilah yang harus dipertahankan Jokowi-Ma’ruf Amin,” tambah Solahudin.
Ia menambahkan, kebijakan yang diusung Jokowi sudah mendukung kinerja kepolisian dalam menangani terorisme, sehingga tidak pernah ada lagi penyataan yang menyalahkan polisi yang sudah benar dalam bertindak dan tidak sembarangan dalam mengusung pendekatan hukum sebagai strategi utama.
Pemerintah sendiri sudah menerbitkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sehingga Polri bisa melakukan aksi pencegahan lebih dini.
Berdasarkan, data kepolisian pada 2018, ada 396 terduga pelaku tindak pidana terorisme. Sebanyak 141 orang di antaranya diproses hingga persidangan, 204 orang masih dalam penyidikan, serta 25 orang tewas. Ada pula 13 orang tewas akibat bunuh diri, 12 orang divonis hukuman, dan satu tewas lantaran sakit.
(kri)