Suap Lippo Group, Eks Panitera PN Jakpus Akui Peran Nurhadi

Senin, 14 Januari 2019 - 20:43 WIB
Suap Lippo Group, Eks...
Suap Lippo Group, Eks Panitera PN Jakpus Akui Peran Nurhadi
A A A
JAKARTA - Terpidana penerima suap mantan panitera/sekretaris (Pansek) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Edy Nasution (divonis 8 tahun) mengakui ada peran Nurhadi Abdurachman ‎selaku ‎‎Sekretaris Mahkamah Agung (MA).

Fakta tersebut disampaikan Edy Nasution saat bersaksi dalam persidangan terdakwa pemberi suap mantan Presiden Komisaris Lippo Group sekaligus Chairman PT Paramount Enterprise International‎ Eddy Sindoro, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (7/1).

Bersama Edy Nasution, JPU juga menghadirkan terpidana pemberi suap, pegawai PT Artha Pratama Anugerah‎ Doddy Aryanto Supeno (divonis 4 tahun). ‎Perkara Eddy Sindoro yakni suap pengurusan beberapa perkara Lippo Group di PN Jakpus.

Edy Nasution menyatakan, dirinya pernah bertemu dengan Wresti Kristian Hesti‎ selaku bagian legal PT Artha Pratama Anugerah ‎saat Edy masih menjabat sebagai Pansek PN Jakpus. Hesti meminta bantuan ke Edy untuk pengurusan beberapa perkara.

Pertama, penundaan aanmaning (teguran dari Ketua Pengadilan Negeri) untuk pelaksanaan eksekusi perkara niaga antara PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP), anak perusahaan Lippo Group melawan PT Kwang Yang Motor (PT Kymco).

Kedua, berkas perkara peninjauan kembali niaga PT Across Asia Limited (AAL) melawan PT First Media Tbk, anak perusahaan Lippo Group. ‎Ketiga, pengurusan perkara sengketa lahan PT Jakarta Baru Cosmopolitan (JBC), anak perusahaan Lippo Group yang berada di Garding, Serpong, Banten.‎

Edy menuturkan, PK perkara niaga PT AAL sebenarnya sudah melebih batas waktu. Saat masih dalam proses, Edy ditelepon Nurhadi Abdurachman selaku Sekretaris MA. Nurhadi menanyakan ke Edy tentang proses PK perkara tersebut dan apakah berkasnya sudah dikirimkan dari PN Jakpus ke MA.

"Waktu itu, datang telepon, tanya, 'Pak Edy perkara nomor ini sudah dikirim'? Perkara ini maksudnya, yang PT AAL. Apakah perkaranya sudah dikirim atau belum? Yang telepon saya itu Pak Nurhadi. Terus saya jawab, 'iya pak, siap pak, saya cek dulu'. Baru kali itu Pak Nurhadi telepon saya," ujar Edy di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Dia memaparkan, Nurhadi selaku Sekretaris MA memang berwenang menegur panitera maupun sekretaris PN ketika berkas perkara lama dikirim dari PN ke MA. Hanya menurut Edy, baru kali itu saja Nurhadi menelepon langsung Edy untuk mempercepat pengiriman berkas ke MA.

Edy melanjutkan, sepengetahuan Edy saat itu Hesti merupakan pegawai Lippo Group. Menurut keterangan Hesti, Hesti mengurusi perkara karena disuruh Eddy Sindoro. Lebih dari itu Edy juga mengenal Doddy Aryanto Supeno karena pernah ditelepon Doddy. Doddy menelepon untuk penyerahan hadiah. Akhirnya terjadi pertemuan di Hotel Acacia, Jakarta Pusat.

‎Doddy Aryanto Supeno dalam kesaksiannya lebih banyak mengaku lupa tentang banyak hal termasuk pemberian uang ke Nurhadi Abdurrachman. Alasan Doddy, dirinya pernah mengalami store sehingga daya ingatnya melemah.

Ketua JPU Abdul Basir lantas membaca isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Doddy. Dalam BAP tertuang Doddy pernah berkomunikasi dengan mantan petinggi Lippo Group Suhendra Armadaja. Kepada Suhendra, Doddy menyampaikan bahwa ada pesan atau permintaan dari Eddy Sindoro untuk mengirimkan sesuatu ke Nurhadi Abdurrachman.

Doddy menanyakan ke Suhendra kapan 'barang' untuk 'Pak Wu' atau Nurhadi dicicil lagi. Masih dalam BAP Doddy, Doddy berkomunikasi dengan Eddy Sindoro tentang Nurhadi. Berikutnya dalam BAP ada jatah untuk enam ajudan Nurhadi saat itu yang merupakan anggota Brimob.

"Barang berikut entertainment (untuk) enam anggota Brimob ajudan Nurhadi. Beberapa hari kemudian, saya tanya, apa sudah ada barang yang akan diberikan ke Nurhadi. Tapi, belum ada. Bagaimana saudara saksi dengan keterangan saudara ini?," tanya JPU Basir. "Lupa saya, Pak," jawab Doddy.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.1811 seconds (0.1#10.140)