Diskriminasi Ulama dan Pemuka Agama Picu Perlawanan Umat
A
A
A
JAKARTA - Pola kepemimpinan dan sikap politik Presiden Joko Widodo (Jokowi) jelang Pilpres 2019 banyak menuai kritikan pedas dari berbagai kalangan khususnya para ulama dan pemuka agama. Alasannya, kepemimpinan Jokowi dinilai kurang adil memperlakukan pemuka agama sehingga memicu perlawanan umat.
Hal itu diungkapkan Mohammad Idham, salah satu Juru Kampanye Nasional BPN Prabowo-Sandi dalam keterangan tertulisnya, Senin (9/1/2019). Menurut Idham, Indonesia sebagai negara yang didominasi umat Islam, tentu rasa untuk melindungi Islam dan pemuka agama sangatlah diutamakan.
“Wacana tindakan diskriminasi para ulama dan pemuka agama ini tentu memicu perlawanan umat yang ada. Muncullah perlawanan terhadap Presiden Jokowi dari berbagai macam kalangan. Banyak pemuka agama merasa kepemimpinan Jokowi kurang adil dalam memimpin Indonesia,” jelas Mohammad Idham.
Kata dia, ‘Gerakan 212’ dan ‘Gerakan 2019 Ganti Presiden’ merupakan salah satu bentuk ekspresi perlawanan umat atas ketidakadilan pemerintahan saat ini. Perlawanan umat juga menjadi bentuk penilaian terhadap kinerja kepemimpinan nasional.
Selain adanya diskriminasi terhadap pemuka agama, Presiden Jokowi juga dikritik karena membangun persepsi dan citra politik yang tidak sesuai dengan porsinya. Seperti strategi kampanye atau ‘blusukan’ yang dibalut dengan pembagian sertifikat tanah secara gratis di berbagai daerah di Indonesia.
“Masyarakat antusias menyambut program yang dicanangkan Presiden Jokowi itu dengan harapan dapat meringankan beban masyarakat Indonesia. Namun, kondisi tersebut sungguh nahas,” paparnya.
“Kegagalan pemerintah Jokowi mengenai kebijakan pertanian di Indonesia itu ditutup dengan kebijakan bagi-bagi sertifikat tanah, yang seolah itulah program reforma agraria,” terangnya lagi.
Muhammad Idham menegaskan, sikap kritis masyarakat Indonesia perlu dipertajam untuk mendapatkan pemimpin yang mampu mengayomi, memimpin, dan memberikan kebijakan yang positif kepada bangsa. “Bukan pemimpin yang hanya sibuk membangun citra politik sendiri, demi mendapatkan persepsi baik dari masyarakat tapi kenyataannya tidak sebanding dengan realitas yang sesungguhnya,” pungkasnya.
Hal itu diungkapkan Mohammad Idham, salah satu Juru Kampanye Nasional BPN Prabowo-Sandi dalam keterangan tertulisnya, Senin (9/1/2019). Menurut Idham, Indonesia sebagai negara yang didominasi umat Islam, tentu rasa untuk melindungi Islam dan pemuka agama sangatlah diutamakan.
“Wacana tindakan diskriminasi para ulama dan pemuka agama ini tentu memicu perlawanan umat yang ada. Muncullah perlawanan terhadap Presiden Jokowi dari berbagai macam kalangan. Banyak pemuka agama merasa kepemimpinan Jokowi kurang adil dalam memimpin Indonesia,” jelas Mohammad Idham.
Kata dia, ‘Gerakan 212’ dan ‘Gerakan 2019 Ganti Presiden’ merupakan salah satu bentuk ekspresi perlawanan umat atas ketidakadilan pemerintahan saat ini. Perlawanan umat juga menjadi bentuk penilaian terhadap kinerja kepemimpinan nasional.
Selain adanya diskriminasi terhadap pemuka agama, Presiden Jokowi juga dikritik karena membangun persepsi dan citra politik yang tidak sesuai dengan porsinya. Seperti strategi kampanye atau ‘blusukan’ yang dibalut dengan pembagian sertifikat tanah secara gratis di berbagai daerah di Indonesia.
“Masyarakat antusias menyambut program yang dicanangkan Presiden Jokowi itu dengan harapan dapat meringankan beban masyarakat Indonesia. Namun, kondisi tersebut sungguh nahas,” paparnya.
“Kegagalan pemerintah Jokowi mengenai kebijakan pertanian di Indonesia itu ditutup dengan kebijakan bagi-bagi sertifikat tanah, yang seolah itulah program reforma agraria,” terangnya lagi.
Muhammad Idham menegaskan, sikap kritis masyarakat Indonesia perlu dipertajam untuk mendapatkan pemimpin yang mampu mengayomi, memimpin, dan memberikan kebijakan yang positif kepada bangsa. “Bukan pemimpin yang hanya sibuk membangun citra politik sendiri, demi mendapatkan persepsi baik dari masyarakat tapi kenyataannya tidak sebanding dengan realitas yang sesungguhnya,” pungkasnya.
(rhs)