Capres-Cawapres, Mengelola Corporate Communications

Sabtu, 05 Januari 2019 - 07:30 WIB
Capres-Cawapres, Mengelola Corporate Communications
Capres-Cawapres, Mengelola Corporate Communications
A A A
Ave Rosa A Djalil

Corporate & Marketing Communications, Mass Media Business Development Private Consultant di Avesyarcomm

GENDERANG pesta rak­yat telah di­ta­buh. Nomor urut calon presiden dan calon wakil presiden telah di­jadikan trademark oleh pen­du­kungnya dengan simbol jari, yang bisa jadi beserta filosofi masing-masing. Euforia pesta demokrasi di era platform me­dia cetak, digital, dan ele­k­tr­o­nik yang saling menunjukkan kewibawaannya ini menjadi momen bagi publik untuk lebih bersuara. Publik hari ini ingin lebih diakui sebagai ma­sya­ra­kat yang lebih cerdas dan lebih maju dalam berpikir kritis. Terutama berbicara tentang pe­mimpin idaman, yang diha­rap­kan dapat menjadi fasi­li­tator terwujudnya mimpi-mim­pi kehidupan berbangsa dan bernegara mereka.

Meraih simpati publik se­bagai komoditas suara dalam mencapai kemenangan adalah hal yang membutuhkan per­hatian khusus. Mem­per­la­ku­kan publik tidak bisa sem­ba­rang. Terlebih, jika publik telah melewati pendewasaan dari tahun ke tahun. Mengapa pro­ses pendewasaan? Karena se­jak Pemilu 2014 kehidupan ber­bangsa dan bernegara da­lam kesehariannya meng­ala­mi perubahan. Tentu ini ti­dak terjadi hanya pada kurun wak­tu 2014 sampai hari ini, na­mun juga pada masa pesta demo­kra­si di masa sebelum itu. Publik bertambah dewasa dan belajar dari pengalaman.

Membina hubungan baik dengan publik atau rakyat ha­rus menjadi perhatian penting bagi para pemilik kepentingan. Hal ini karena pesan yang di­sam­paikan haruslah mengena dan bisa diterima dengan baik oleh publik. Kita melihat bah­wa membentuk citra seseorang atau organisasi dalam hal men­cip­takan kepercayaan publik (trust) juga membutuhkan se­buah strategi corporate com­mu­ni­cations. Capres-cawapres dan seluruh tim pemenangannya sa­ngat relevan apabila di­iba­rat­kan sebagai sebuah “korporasi” yang berupaya agar citranya dinilai baik dan “produknya” dibeli.

Mengapa membutuhkan stra­tegi corporate com­mu­nications?





Karena jelas, terutama da­lam pesta rakyat ini, seorang pribadi yang menjadi kandidat dalam perebutan kursi te­r­tentu, atau sebuah organisasi (partai) yang membutuhkan du­kungan publik untuk men­dulang suara, diibaratkan se­buah korporasi yang tidak ber­jalan sendirian. Tidak berjalan sendirian dalam hal ini di­mak­sud­kan karena seorang kan­di­dat atau calon, sebuah partai, di­wakili oleh dirinya sendiri, be­berapa orang, atau se­kum­pulan orang dalam melakukan kegiatannya di masyarakat.

Tentu jika hal tersebut be­nar, maka haruslah diren­ca­na­kan dengan baik dan se­suai apa yang menjadi stra­tegi “cor­po­rate com­mu­ni­ca­tions”. Kata­kan­lah seorang calon presiden atau calon wakil presiden, mengam­pa­nyekan diri mereka agar ter­pilih oleh publik atau dalam hal ini rakyat. Maka, setiap ucap­an, tindak tanduk, dan ges­tur pun bisa menjadi nilai ter­sendiri. Hal ini agar dalam ke­giatannya se­orang calon pre­siden dan calon wakil pre­si­den, yang bertujuan me­me­nangkan opini dan sim­pati pu­blik atau rakyat, mam­pu men­capai tujuan.

Memang tidak mudah. Ka­rena itu, dalam hal kontestasi saat ini, sebutlah pasangan ca­pres dan cawapres, harus pa­ham dan memiliki tim yang be­nar-benar aware akan pen­ting­nya mencapai tujuan awal. Jika tidak paham dan terkelola de­ngan baik dan berhati-hati, alih-alih mendapat opini po­si­tif dan simpati publik atau rak­yat, malah menjadikannya se­buah tim “pesakitan”.

Joep Cornelissen, seorang profesor corporate com­mu­ni­ca­tions & management dari Rot­ter­dam School of Mana­ge­ment, Erasmus University, da­lam bukunya Corporate Com­munications-Theory & Practice (2004), menyatakan sebagai berikut. “Although the word ‘management’ often calls to mind a deliberate, rational process, com­munications programmes of or­ganizations are not always sha­ped in that way. Sometimes, they come about by reactions to sudden crises, or as the result of political activity within the organization. The management of corporate communications, and how or­ga­ni­zations can do this in a strategic manner-that is, by supporting and organizing the corporate com­munications function in such a way that corporate objectives are met and the organization as a whole is served.

Atau dalam bahasa In­do­nesia kurang lebih dinyatakan, “Meskipun kata ëmanajemení sering ditujukan untuk men­jaga kehati-hatian, proses yang rasional, program-program ko­munikasi dari organisasi tidak selalu terwujud demikian. Ka­dang, program-program ko­mu­nikasi muncul karena reaksi pada krisis yang tiba-tiba, atau sebagai hasil dari kegiatan po­litik dalam organisasi tersebut. Manajemen komunikasi kor­po­rasi, dan bagaimana dapat melakukan hal ini dengan ting­kah laku yang strategis, seperti dengan mendukung serta me­nata fungsi komunikasi kor­po­rasinya dengan cara agar tu­ju­an­nya tercapai, dan organisasi se­bagai sebuah keseluruhan terpenuhi kebutuhannya.”

Berdasarkan pendapat ter­sebut, secara organisasi di­bu­tuh­kan sebuah kecakapan, ke­pantasan, serta kepatutan bagi pasangan capres dan cawapres baik melalui komunikasi pri­badi yang dibawakan maupun oleh tim komunikasi atau pe­me­nangannya. Artinya, ke­de­wa­sa­an, wawasan, serta insting yang logis mengenai strategi komunikasi dapat dipahami dan dikuasai. Paling tidak, ti­dak sembarangan dalam ber­tu­tur, bertindak-tanduk, mau­pun ha­nya dalam gestur se­ka­lipun.

Untuk itulah, dalam sebuah kampanye, selain dibutuhkan kekuatan logistik juga sebuah keutuhan, soliditas dalam men­jaga komunikasi yang me­ng­un­tungkan bagi mereka. Dalam hal ini mampu memberi ke­per­cayaan kepada publik atau rak­yat sebagai stake­hol­ders adalah sebuah tugas pen­ting. Namun, ada hal lain yang juga tidak bo­leh di­tinggalkan, yaitu men­­­jaga keutuhan di internal tim atau organisasinya.

Hal ini juga menjadi per­ha­tian khusus Cor­ne­lissen, se­perti ditekankan di dalam bu­kunya, “When seen in such a man­ner, cor­po­rate com­­mu­ni­ca­tions can, for de­fi­ni­tional pur­po­ses, be fur­ther dis­tinguished from other pro­fes­sional forms of com­mu­nications within or­ga­ni­za­tions, including business com­mu­ni­cations and management com­mu­nications. Corporate com­mu­ni­cations fo­cu­ses on the or­ga­ni­zation as a whole and the im­portant task of how an or­ga­nization is presented to all of its key stakeholders, both inter­nal and external .”

Dalam bahasa Indonesia, pe­nekanan Cornelissen ter­se­but dapat diterjemahkan be­gini: ke­tika dilihat dalam ting­kah la­kunya, komunikasi kor­po­rasi un­tuk kebutuhan-ke­bu­tuhan tu­juannya, lebih jauh dibe­da­kan dari bentuk-bentuk ko­mu­ni­kasi profesional lain dalam or­ganisasi, termasuk ko­munikasi bisnis dan ko­mu­ni­kasi mana­je­men. Komunikasi korporasi fo­kus pada orga­ni­sasi sebagai se­buah keutuhan dan tugas pen­ting dari ba­gai­mana sebuah organisasi di­tam­pilkan kepada para stakeholder kuncinya, baik internal mau­pun eksternal.

Calon presiden dan calon wakil presiden beserta seluruh tim pemenangan diibaratkan sebuah korporasi yang harus membangun kepercayaan pu­blik atau konsumen atas apa yang dijualnya, dalam hal ini rakyat yang menjadi tujuan perolehan kesan positif dan sim­pati untuk memilih me­re­ka. Salah perhitungan atau te­rus-menerus melakukan ke­sa­lahan atau citra negatif yang sama, tanpa ada kesadaran akan pembentukan opini po­sitif dalam kemampuan ko-mu­nikasi korporasinya, hanya akan menempatkannya pada posisi sebagai tim yang tidak piawai memainkan strategi ko­munikasi.

Namun, penting juga di­pa­hami oleh capres dan cawapres beserta tim pemenangannya, sia­pa yang menjadi teman dan alat dalam membantu ko­mu­ni­kasi korporasinya agar pesan-pe­san dapat menjangkau lebih jauh. Teman atau alat tersebut bisa jadi printed material atau media massa baik cetak, online, mau­pun elektronik. Karena itu, ha­rus pandai-pandai me­mi­lih dan memilah. Jika itu me­dia massa, ada baiknya me­mi­lih media mas­sa yang bisa mem­bantu melak­sa­nakan stra­tegi corporate com­mu­ni­ca­tions yang diinginkan.

Pilihlah media yang mampu membantu merancang, me­ng­olah, serta mengantarkan ko­mu­ni­kasi ke arah yang positif. Tentu tidak semua media me­miliki kemampuan cerdas da­lam menyiasatinya. Hal ini ka­rena kemampuan dan penga­la­man orang-orang yang berada di belakang perusahaan media tersebut. Media massa ter­ke­nal bukan jaminan bahwa ke­mudian akan mampu men­ja­dikan tujuan komunikasi ter­ca­pai. Kesalahan strategi yang ditawarkan media, jika tidak paham mengelola informasi dan komunikasi dengan baik, malah akan menjerumuskan kepada citra yang negatif di hadapan publik atau rakyat.

Konsep yang baik dari me­dia massa untuk membantu pem­bentukan komunikasi kor­po­rasi yang positif, bisa jadi salah satunya dengan cara me­nyia­sati bagaimana agar pesan po­sitif yang diciptakan lebih do­minan, ketimbang membantu dalam menyerang lawannya. Kontes hanya tinggal puluhan hari. Sia­pa menguasai ko­mu­ni­kasi se­ca­ra proper, publik akan memberi simpati. Selamat berko­mu­ni­kasi secara piawai dan sehat.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7823 seconds (0.1#10.140)