KPK Diminta Telusuri Dugaan Korupsi Proyek SPAM Pasigala
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan mampu membuka tabir dugaan korupsi proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Pasigala.
Pernyataan itu disampaikan Ketua Fraksi Nasdem DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Muhammad Masykur mengenai operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap beberapa pejabat di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bersama pihak swasta akhir Desember lalu.
Masykur menilai kasus OTT KPK tersebut adalah sesuatu yang luar biasa karena duka bencana yang melanda wilayah Sulteng. Apalagi jika melihat duduk kasusnya, ini terkait langsung dengan upaya pemulihan nasib warga yang hancur karena bencana.
“Kami berharap KPK yang melakukan OTT tersebut KPK mampu membuka tabir dugaan korupsi mega proyek SPAM Pasigala,” kata Masykur yang juga anggota Pansus Pengawasan Penyelenggaraan Penanganan Bencana (P3B) 28 September 2018 DPRD Sulteng ini, Kamis (3/1/2019).
Dia menilai ada dua hal krusial di balik kasus OTT KPK tersebut. Pertama, menyangkut kepentingan pemenuhan hak korban bencana alam gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di Kota Palu, Kabupaten Donggala dan Sigi.
“Khususnya mega proyek SPAM Pasigala. Ratusan miliar dana negara sudah digelontorkan demi pembangunan infrastruktur pemenuhan kebutuhan air bersih di kawasan Pasigala,” kata Masykur. (Baca juga: KPK Tetapkan Delapan Tersangka Kasus Dugaan Suap Pejabat Kementerian PUPR )
Masykur mengatakan, sampai di masa akhir pembangunan infrastruktur tersebut hasilnya tidak memuaskan karena tidak berfungsi baik. Alhasil manfaatnya belum dirasakan sebagaimana mestinya dalam dokumen perjanjian dan rencana induk SPAM Pasigala.Megaproyek SPAM Pasigala disebut sudah menghabiskan anggaran negara lebih dari Rp500 miliar. Proyek ini dikerjakan sejak 2009 secara multiyears melalui APBN dan selebihnya melalui partisipasi APBD Sulteng Rp60 miliar.
Namun ironisnya hingga 2016, SPAM Pasigala tidak bisa difungsikan. Saat uji coba pertama jaringan pipa pecah dan beberapa titik sambungan bocor. Kualitas pipa terpasang tidak sesuai spesifikasi yang dipersyaratkan.
"Indikasi gagal teknis sudah nampak sejak dalam prosesnya. Hal tersebut dibenarkan oleh Kepala Wilayah Sungai Sulawesi III (BWSS) dan Kapala Dinas Sumber Daya Air dan Cipta Karya Sulteng dalam forum rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III DPRD Sulteng tahun 2018," urainya.
Berdasarkan kegagalan uji coba tersebut patut diduga ada indikasi praktik korupsi dalam proses pembangunan instalasi SPAM Pasigala. Wajar jika publik menduga seperti karena memang anggaran Rp500 miliar lebih yang sudah digelontorkan negara namun tidak berkorelasi langsung dengan nilai manfaatnya.
“Padahal kita mendambakan sejak 2016, SPAM Pasigala sudah dapat dinikmati oleh semua kita, kebutuhan rumah tangga dan jenis usaha jasa dan industri kawasan. Namun, hasilnya tidak seperti ekspektasi kita. Program baik seperti itu dinilai gagal sebelum dioperasionalkan,” sebut Masykur.
Hal krusial kedua, lanjut Masykur, pascabencana 28 September 2018 hampir seluruh instalasi air milik negara terganggu, termasuk jaringan instalasi air milik PDAM rusak.
Air dikatakannya menjadi masalah krusial, mendasar dan mendesak di tempat pengungsian dan di kompleks permukiman warga. “Atas nama warga korban, kita harap KPK segera tuntaskan dugaan korupsi yang saat ini sedang ditangani. Ini demi dan atas nama kemanusiaan dan rasa keadilan warga korban bencana alam, kata Masykur,” tutur Masykur.
Dia juga berharap agar kasus OTT KPK di proyek SPAM Pasigala ini hendaknya tidak menghambat proses pemulihan pemenuhan instalasi air bersih di Pasigala.
Diketahui, KPK telah menetapkan 8 tersangka dalam kasus korupsi SPAM. Mereka terdiri atas 4 penerima dan 4 orang pemberi. Mereka yang ditetapkan sebagai tersangka penerima masing-masing adalah Kepala Satker SPAM Strategis/PPK SPAM Lampung Anggiat Partunggul Nahot Simaremare, PPK SPAM Katulampa Meina Woro Kustinah, Kepala Satker SPAM Darurat Teuku Moch Nazar, dan PPK SPAM Toba Donny Sofyan Arifin. Sementara yang ditetapkan sebagai tersangka pemberi yaitu Dirut PT WKE Budi Suharto, Direktur PT WKE Lily Sundarsih, Direktur PT TSP Irene Irma, dan Direktur PT TSP Yuliana Enganita Dibyo.
Total suap yang diduga diterima para pejabat Kementerian PUPR itu Rp5,3 miliar, USD5.000, dan SGD 22.100. Uang itu diduga merupakan bagian dari fee 10% dari total nilai proyek Rp429 miliar yang didapat oleh kedua perusahaan itu.
KPK telah menyita deposito bernilai Rp1 miliar, uang sekitar Rp200 juta serta sejumlah dokumen proyek yang berkaitan dengan kasus yang ditangani dari rumah seorang tersangka kasus suap proyek pembangunan SPAM di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2017-2018. KPK juga menggeledah dua lokasi, yakni di Kantor SPAM di Bendungan Hilir, Jakarta Pusat dan kantor PT Wijaya Kusuma Emindo, di Pulogadung, Jakarta Timur. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengemukakan cukup banyak proyek air minum yang dikerjakan PT WKE ataupun PT TSP di berbagai daerah dengan nilai proyeknya lebih dari Rp400 miliar.
Pernyataan itu disampaikan Ketua Fraksi Nasdem DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Muhammad Masykur mengenai operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap beberapa pejabat di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bersama pihak swasta akhir Desember lalu.
Masykur menilai kasus OTT KPK tersebut adalah sesuatu yang luar biasa karena duka bencana yang melanda wilayah Sulteng. Apalagi jika melihat duduk kasusnya, ini terkait langsung dengan upaya pemulihan nasib warga yang hancur karena bencana.
“Kami berharap KPK yang melakukan OTT tersebut KPK mampu membuka tabir dugaan korupsi mega proyek SPAM Pasigala,” kata Masykur yang juga anggota Pansus Pengawasan Penyelenggaraan Penanganan Bencana (P3B) 28 September 2018 DPRD Sulteng ini, Kamis (3/1/2019).
Dia menilai ada dua hal krusial di balik kasus OTT KPK tersebut. Pertama, menyangkut kepentingan pemenuhan hak korban bencana alam gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di Kota Palu, Kabupaten Donggala dan Sigi.
“Khususnya mega proyek SPAM Pasigala. Ratusan miliar dana negara sudah digelontorkan demi pembangunan infrastruktur pemenuhan kebutuhan air bersih di kawasan Pasigala,” kata Masykur. (Baca juga: KPK Tetapkan Delapan Tersangka Kasus Dugaan Suap Pejabat Kementerian PUPR )
Masykur mengatakan, sampai di masa akhir pembangunan infrastruktur tersebut hasilnya tidak memuaskan karena tidak berfungsi baik. Alhasil manfaatnya belum dirasakan sebagaimana mestinya dalam dokumen perjanjian dan rencana induk SPAM Pasigala.Megaproyek SPAM Pasigala disebut sudah menghabiskan anggaran negara lebih dari Rp500 miliar. Proyek ini dikerjakan sejak 2009 secara multiyears melalui APBN dan selebihnya melalui partisipasi APBD Sulteng Rp60 miliar.
Namun ironisnya hingga 2016, SPAM Pasigala tidak bisa difungsikan. Saat uji coba pertama jaringan pipa pecah dan beberapa titik sambungan bocor. Kualitas pipa terpasang tidak sesuai spesifikasi yang dipersyaratkan.
"Indikasi gagal teknis sudah nampak sejak dalam prosesnya. Hal tersebut dibenarkan oleh Kepala Wilayah Sungai Sulawesi III (BWSS) dan Kapala Dinas Sumber Daya Air dan Cipta Karya Sulteng dalam forum rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III DPRD Sulteng tahun 2018," urainya.
Berdasarkan kegagalan uji coba tersebut patut diduga ada indikasi praktik korupsi dalam proses pembangunan instalasi SPAM Pasigala. Wajar jika publik menduga seperti karena memang anggaran Rp500 miliar lebih yang sudah digelontorkan negara namun tidak berkorelasi langsung dengan nilai manfaatnya.
“Padahal kita mendambakan sejak 2016, SPAM Pasigala sudah dapat dinikmati oleh semua kita, kebutuhan rumah tangga dan jenis usaha jasa dan industri kawasan. Namun, hasilnya tidak seperti ekspektasi kita. Program baik seperti itu dinilai gagal sebelum dioperasionalkan,” sebut Masykur.
Hal krusial kedua, lanjut Masykur, pascabencana 28 September 2018 hampir seluruh instalasi air milik negara terganggu, termasuk jaringan instalasi air milik PDAM rusak.
Air dikatakannya menjadi masalah krusial, mendasar dan mendesak di tempat pengungsian dan di kompleks permukiman warga. “Atas nama warga korban, kita harap KPK segera tuntaskan dugaan korupsi yang saat ini sedang ditangani. Ini demi dan atas nama kemanusiaan dan rasa keadilan warga korban bencana alam, kata Masykur,” tutur Masykur.
Dia juga berharap agar kasus OTT KPK di proyek SPAM Pasigala ini hendaknya tidak menghambat proses pemulihan pemenuhan instalasi air bersih di Pasigala.
Diketahui, KPK telah menetapkan 8 tersangka dalam kasus korupsi SPAM. Mereka terdiri atas 4 penerima dan 4 orang pemberi. Mereka yang ditetapkan sebagai tersangka penerima masing-masing adalah Kepala Satker SPAM Strategis/PPK SPAM Lampung Anggiat Partunggul Nahot Simaremare, PPK SPAM Katulampa Meina Woro Kustinah, Kepala Satker SPAM Darurat Teuku Moch Nazar, dan PPK SPAM Toba Donny Sofyan Arifin. Sementara yang ditetapkan sebagai tersangka pemberi yaitu Dirut PT WKE Budi Suharto, Direktur PT WKE Lily Sundarsih, Direktur PT TSP Irene Irma, dan Direktur PT TSP Yuliana Enganita Dibyo.
Total suap yang diduga diterima para pejabat Kementerian PUPR itu Rp5,3 miliar, USD5.000, dan SGD 22.100. Uang itu diduga merupakan bagian dari fee 10% dari total nilai proyek Rp429 miliar yang didapat oleh kedua perusahaan itu.
KPK telah menyita deposito bernilai Rp1 miliar, uang sekitar Rp200 juta serta sejumlah dokumen proyek yang berkaitan dengan kasus yang ditangani dari rumah seorang tersangka kasus suap proyek pembangunan SPAM di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2017-2018. KPK juga menggeledah dua lokasi, yakni di Kantor SPAM di Bendungan Hilir, Jakarta Pusat dan kantor PT Wijaya Kusuma Emindo, di Pulogadung, Jakarta Timur. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengemukakan cukup banyak proyek air minum yang dikerjakan PT WKE ataupun PT TSP di berbagai daerah dengan nilai proyeknya lebih dari Rp400 miliar.
(poe)