Optimistis Bangkit di 2019
A
A
A
TAHUN 2018 telah dilalui bangsa ini. Saatnya semua anak bangsa menyongsong 2019. Tentu dengan rasa optimisme bahwa di 2019 akan lebih baik dibandingkan 2018. Beberapa masalah dan keberhasilan telah diraih bangsa ini.
Masalah yang telah terjadi tentu harus menjadi cermin kita semua agar tidak terulang ataupun kita mempunyai jalan keluar untuk mengatasinya. Keberhasilan yang telah diraih menjadi inspirasi bagi kita semua bahwa bangsa ini bisa berbuat lebih baik lagi. Butuh komitmen yang tulus agar di 2019 menjadi lebih baik. Banyak tantangan yang harus dihadapi bangsa ini dan banyak pula pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Kita semua tahu, pada 2019 adalah tahun politik. Ini adalah sejarah politik bagi bangsa ini. Untuk pertama kali pemilihan legislatif dan presiden digelar serentak pada 17 April mendatang. Akan menjadi sejarah yang manis ketika kita semua bisa melalui pemilihan umum (pemilu) serentak ini dengan baik.
Kata baik tentunya dengan asas demokrasi yang dianut bangsa ini bahwa pemilu dikatakan pesta demokrasi harus benar-benar menjadi kegembiraan bagi kita semua. Salah satu indikator bahwa pemilu serentak nanti dikatakan pesta demokrasi adalah kegembiraan seluruh masyarakat Indonesia. Kubu yang memenangkan tentu akan merasakan kebahagiaan. Dan, yang kalah memang harus bisa benar-benar menerima hasil juga dengan kegembiraan.
Pada 2018, bangsa ini banyak mendapat tantangan. Persoalan ekonomi, bangsa ini harus dihantam dengan gejolak perang dagang dunia antara China dan Amerika Serikat (AS). Dampaknya, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melambung. Kondisi ini membuat kekhawatiran pelaku usaha karena memang sebagian besar masih sangat bergantung pada dolar.
Harus diakui, fondasi ekonomi bangsa ini belum terlalu kokoh untuk menahan gejolak ekonomi global. Memang, dampaknya tidaklah separah bangsa lain. Namun, tentu kita ingin rupiah lebih kuat dibandingkan dengan tahun lalu (2018). Pada 2019, gejolak ekonomi global masih akan menghantui bangsa ini. Semua pihak tentu harus bersiap menghadapi turbulensi ekonomi ini lagi. Tentu kita semua harus lebih siap meredam dampak negatifnya.
Di sisi lain, kita patutmemberikan apresiasi kepada pemerintah dengan selesainya beberapa pembangunan infrastruktur strategis. Namun, masih banyak pekerjaan yang harus dikejar pemerintah tentang infrastruktur di luar Pulau Jawa. Jalan tol, bandara, pelabuhan, dan bendungan memang pelan-pelan terealisasi sebagai fondasi ekonomi kita ke depan.
Pemerintah juga berhasil menekan angka inflasi yang tentu berdampak pada penguatan ekonomi bangsa ini. Pendapat negara yang sesuai target juga menjadi hal yang membanggakan. Persoalan utang tentu pemerintah harus bisa mengomunikasikan dengan baik kepada semua pihak.
Hal yang cukup menggembirakan tentu beberapa langkah pemerintah yang berhasil mengambil kepemilikan perusahaan-perusahaan energi yang selama ini dikuasai asing.Dan, ini baru langkah awal, karena tentu langkah itu harus berdampak kepada kemajuan bangsa ini.
Hal yang menjadi sorotan di 2018 adalah bencana alam. Gempa di Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB), gempa disusul tsunami di Palu dan Donggala Sulawesi Tengah, dan di akhir tahun tsunami di Selat Sunda yang mengakibatkan beberapa wilayah Banten dan Lampung harus menelan penderitaan. Rendahnya mitigasi bencana memang menjadi pekerjaan rumah pemerintah.
Sebagai negara yang rawan bencana, betapa mitigasi bencana bangsa ini sangat rendah. Bukan hanya penganggaran bencana yang rendah (0,2 dari APBN), tata ruang di daerah terdampak bencana yang kurang baik,alat pendeteksi bencana yang tidak terawat hingga tak berfungsi serta rendahnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya bencana. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah di 2019. Karena sebagai negara rawan bencana, setiap tahun bangsa ini harus terus waspada.
Hal lain yang cukup krusial adalah persoalan sosial. Polarisasi masyarakat masih saja terjadi akibat dampak politik. Ujungnya adalah muncul persoalan SARA. Perseteruan antarkelompok masyarakat pendukung memang menjadi persoalan sosial. Parahnya, kondisi ini seolah justru dimanfaatkan elite bangsa untuk meraih kepentingan pribadi atau kelompok.
Para bapak bangsa harus mempunyai solusi untuk mengakhiri ini. Jika semua berpikir untuk kepentingan bangsa, bersikap toleransi, tepa selira dan tulus, polarisasi di masyarakat akan bisa diakhiri sehingga di 2019 bangsa ini harus bangkit dan optimistis.
Masalah yang telah terjadi tentu harus menjadi cermin kita semua agar tidak terulang ataupun kita mempunyai jalan keluar untuk mengatasinya. Keberhasilan yang telah diraih menjadi inspirasi bagi kita semua bahwa bangsa ini bisa berbuat lebih baik lagi. Butuh komitmen yang tulus agar di 2019 menjadi lebih baik. Banyak tantangan yang harus dihadapi bangsa ini dan banyak pula pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Kita semua tahu, pada 2019 adalah tahun politik. Ini adalah sejarah politik bagi bangsa ini. Untuk pertama kali pemilihan legislatif dan presiden digelar serentak pada 17 April mendatang. Akan menjadi sejarah yang manis ketika kita semua bisa melalui pemilihan umum (pemilu) serentak ini dengan baik.
Kata baik tentunya dengan asas demokrasi yang dianut bangsa ini bahwa pemilu dikatakan pesta demokrasi harus benar-benar menjadi kegembiraan bagi kita semua. Salah satu indikator bahwa pemilu serentak nanti dikatakan pesta demokrasi adalah kegembiraan seluruh masyarakat Indonesia. Kubu yang memenangkan tentu akan merasakan kebahagiaan. Dan, yang kalah memang harus bisa benar-benar menerima hasil juga dengan kegembiraan.
Pada 2018, bangsa ini banyak mendapat tantangan. Persoalan ekonomi, bangsa ini harus dihantam dengan gejolak perang dagang dunia antara China dan Amerika Serikat (AS). Dampaknya, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melambung. Kondisi ini membuat kekhawatiran pelaku usaha karena memang sebagian besar masih sangat bergantung pada dolar.
Harus diakui, fondasi ekonomi bangsa ini belum terlalu kokoh untuk menahan gejolak ekonomi global. Memang, dampaknya tidaklah separah bangsa lain. Namun, tentu kita ingin rupiah lebih kuat dibandingkan dengan tahun lalu (2018). Pada 2019, gejolak ekonomi global masih akan menghantui bangsa ini. Semua pihak tentu harus bersiap menghadapi turbulensi ekonomi ini lagi. Tentu kita semua harus lebih siap meredam dampak negatifnya.
Di sisi lain, kita patutmemberikan apresiasi kepada pemerintah dengan selesainya beberapa pembangunan infrastruktur strategis. Namun, masih banyak pekerjaan yang harus dikejar pemerintah tentang infrastruktur di luar Pulau Jawa. Jalan tol, bandara, pelabuhan, dan bendungan memang pelan-pelan terealisasi sebagai fondasi ekonomi kita ke depan.
Pemerintah juga berhasil menekan angka inflasi yang tentu berdampak pada penguatan ekonomi bangsa ini. Pendapat negara yang sesuai target juga menjadi hal yang membanggakan. Persoalan utang tentu pemerintah harus bisa mengomunikasikan dengan baik kepada semua pihak.
Hal yang cukup menggembirakan tentu beberapa langkah pemerintah yang berhasil mengambil kepemilikan perusahaan-perusahaan energi yang selama ini dikuasai asing.Dan, ini baru langkah awal, karena tentu langkah itu harus berdampak kepada kemajuan bangsa ini.
Hal yang menjadi sorotan di 2018 adalah bencana alam. Gempa di Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB), gempa disusul tsunami di Palu dan Donggala Sulawesi Tengah, dan di akhir tahun tsunami di Selat Sunda yang mengakibatkan beberapa wilayah Banten dan Lampung harus menelan penderitaan. Rendahnya mitigasi bencana memang menjadi pekerjaan rumah pemerintah.
Sebagai negara yang rawan bencana, betapa mitigasi bencana bangsa ini sangat rendah. Bukan hanya penganggaran bencana yang rendah (0,2 dari APBN), tata ruang di daerah terdampak bencana yang kurang baik,alat pendeteksi bencana yang tidak terawat hingga tak berfungsi serta rendahnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya bencana. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah di 2019. Karena sebagai negara rawan bencana, setiap tahun bangsa ini harus terus waspada.
Hal lain yang cukup krusial adalah persoalan sosial. Polarisasi masyarakat masih saja terjadi akibat dampak politik. Ujungnya adalah muncul persoalan SARA. Perseteruan antarkelompok masyarakat pendukung memang menjadi persoalan sosial. Parahnya, kondisi ini seolah justru dimanfaatkan elite bangsa untuk meraih kepentingan pribadi atau kelompok.
Para bapak bangsa harus mempunyai solusi untuk mengakhiri ini. Jika semua berpikir untuk kepentingan bangsa, bersikap toleransi, tepa selira dan tulus, polarisasi di masyarakat akan bisa diakhiri sehingga di 2019 bangsa ini harus bangkit dan optimistis.
(thm)