Geledah Ditjen Cipta Karya, KPK Sita Uang Rp800 Juta

Senin, 31 Desember 2018 - 22:31 WIB
Geledah Ditjen Cipta Karya, KPK Sita Uang Rp800 Juta
Geledah Ditjen Cipta Karya, KPK Sita Uang Rp800 Juta
A A A
JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)‎ menyita sejumlah dokumen dan uang Rp800 juta dalam kasus dugaan korupsi di Kementeriaan Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Senin (31/12/2018). Hingga saat ini KPK masih menggeledah Satker Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (PSPAM) Strategis Direktorat Jenderal (Ditjen) Cipta Karya, Kementerian PUPR dan Kantor PT WKE di Pulogadung, Jakarta Timur.

"Penggeledahan dilakukan sejak pukul 14.00 WIB dan masih berlangsung hingga saat ini," ujar Juru bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Senin (31/12/2018).

Febri menjelaskan dalam penggeledahan ini disita sejumlah dokumen terkait proyek-proyek yang dikerjakan PT WKE dan PT TSP. "Sejauh ini diamankan dokumen-dokumen relevan terkait proyek-proyek penyediaan air minum baik yang dikerjakan WKE atau TSP, barang bukti elektronik berupa CCTV dan uang sekitar Rp800 juta," ujarnya. (Baca juga: OTT Pejabat Kemen PUPR, KPK: Proyek SPAM Dianggarkan Tahun 2018 )

Tim KPK terus melakukan penelusuran di 2 lokasi tersebut. Ini mengingat dugaan luasnya sebaran korupsi dalam proyek SPAM ini.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan 8 tersangka terkait kasus dugaan suap ‎terhadap pejabat KemenPUPR terkait proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) tahun anggaran 2017-2018.

Ke-8 tersangka tersebut yakni, ‎Direktur Utama PT Wijaya Kusuma Emindo (PT WKE), Budi Suharto (BSU); Direktur PT WKE, Lily Sundarsih Wahyudi (LSU), Direktur Utama PT Tashida Sejahtera Perkasa (PT TSP) Irene Irma (IIR); dan Direktur PT TSP, Yuliana Enganita Dibyo. Keempatnya diduga sebagai pihak pemberi suap. (Baca juga: OTT PUPR: Lolos Pidana Mati, Tersangka Terancam Pidana Seumur Hidup )

Sedangkan sebagai penerima suap, KPK menetapkan empat pejabat KemenPUPR. Keempatnya yakni, Kepala Satuan Kerja (Satker) SPAM, Anggiat Partunggul Nahot Simaremare (ARE); PPK SPAM Katulampa, Meina Woro Kustinah (MWR); Kepala Satker SPAM Darurat, Teuku Moch Nazar (TMN); serta PPK SPAM Toba 1, Donny Sofyan Arifin (DSA).

Diduga, 4 pejabat KemenPUPR telah menerima suap untuk mengatur lelang terkait proyek pembangunan sistem SPAM tahun anggaran 2017-2018 di Umbulan 3-Pasuruan, Lampung, Toba 1 dan Katulampa. Dua proyek lainnya adalah pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan daerah bencana Donggala, Palu, Sulawesi Tengah.

Empat pejabat KemenPUPR mendapatkan jatah suap yang berbeda-beda dalam men‎gatur lelang terkait proyek SPAM. Diduga, Anggiat Partunggul Nahot Simaremare m‎enerima Rp350 juta dan USD5.000 untuk pembangunan SPAM Lampung serta Rp500 juta untuk pembangunan SPAM di Umbulan 3, Pasuruan, Jawa Timur.

Kemudian, Meina Woro Kustinah diduga menerima sebesar Rp1,42 miliar dan 22.100 dolar Singapura untuk pembangunan SPAM Katulampa. Sedangkan, Teuku Moch Nazar disinyalir menerima Rp2,9 miliar untuk pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan Donggala, Palu, Sulawesi Tengah; serta Donny Sofyan Arifin‎ menerima Rp170 juta untuk pembangunan SPAM Toba 1.

Lelang proyek tersebut diatur sedemikian rupa untuk dimenangkan oleh PT WKE dan PT TSP yang dimiliki oleh orang yang sama. PT WKE sendiri diatur untuk mengerjakan proyek bernilai diatas Rp50 miliar. Sedangkan PT TSP diatur untuk mengerjakan proyek dibawah Rp50 miliar.

Ada 12 paket proyek KemenPUPR tahun anggaran 2017-2018 yang dimenangkan oleh PT WKE dan PT TSP dengan nilai total Rp429 miliar. Proyek terbesar yang didapat oleh dua perusahaan tersebut yakni, pembangunan SPAM Kota Bandar Lampung dengan nilai total proyek Rp210 miliar.

Sebagai pihak yang diduga penerima, empat pejabat KemenPUPR disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan sebagai pihak yang diduga pemberi, Budi, Lily, Irene Irma, dan Yuliana disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5501 seconds (0.1#10.140)