Menhan Akan Beli Alutsista untuk SAR
A
A
A
JAKARTA - Bencana alam yang terjadi di sejumlah daerah mendorong Kementerian Pertahanan (Kemhan) memprioritaskan pengadaan alat utama sistem pertahanan (alutsista) untuk Search And Rescue (SAR) dan penanganan bencana alam.
Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu mengatakan, sejak awal dirinya sudah menyampaikan bahwa tidak ada perang besar atau terbuka antara negara dengan negara yang memiliki alutsista. ”Itu ancaman yang belum nyata. Yang nyata ini adalah teroris, bencana alam, pemberontakan, perbatasan dan pencurian ikan, termasuk wabah penyakit perang intelijen atau cyber dan narkoba,” ujarnya.
Menurut Ryamizard, pengadaan alutsita seharusnya disesuaikan dengan ancaman yang dihadapi. Untuk apa membeli alutsista jika ancaman tersebut masih jauh dan belum nyata. ”Yang harus dibeli atau diadakan adalah alutsista untuk menghadapi ancaman yang nyata, bagaimana menghadapi teroris, mendeteksi jalur komunikasi, jalur logistik, dan sebagainya, itu harus dibeli. Kedua, bagaimana mengetahui bencana alam,” tegasnya.
Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) ini menilai, apa yang disampaikan empat tahun lalu terkait perlunya alutsista untuk penanganan bencana tidak diperhatikan. Padahal, apabila Indonesia memiliki peralatan canggih maka ancaman bencana alam dapat dideteksi sejak dini.
”Berarti yang saya sampaikan empat tahun lalu tidak diperhatikan, coba diperhatikan. Ini pelajaran, ke depan kita harus sesuaikan itu (alutsista). Jadi, begitu ada bencana hari ini, besok kita sudah kerja karena alatnya lengkap, bisa membawa alat berat sekaligus tiga, heli angkut berat langsung ke tempatnya. Ke depan saya akan wujudkan itu. Ini bencana adalah ancaman nyata,” katanya.
Mantan Pangkostrad ini menyebut, alutsista yang sangat urgen adalah pesawat atau helikopter karena daya angkut yang besar dan mobilitasnya sangat cepat bila dibandingkan dengan kapal. ”Kalau kapal hitungan lima jam sudah sampai, hitungan kesepuluh jam sudah ngangkat bantuan ke lokasi. Kalau kapal berhari-hari, ini (pesawat atau heli) satu hari selesai, itu penting. Kapal perlu, tapi menyusul seperti kapal rumah sakit untuk pengobatan,” kata Ryamizard.
Letak geografis Indonesia yang berada di ring of fire, kata Ryamizard, tidak bisa dihindari mulai dari Aceh, Jawa, Sulawesi, hingga Papua. ”Meski Kalimantan tidak, tapi ada kebakaran hutan dan banjir jadi sama juga. Semoga tahun depan tidak ada bencana-bencana lagi, menyedihkan kita semua,” ujarnya.
Kepala Badan Sarana Pertahanan (Kabaranahan) Kementerian Pertahanan Agus Setiadji mengatakan, pengadaan alutsista ke depan spesifikasi teknis (spektek)-nya harus mengacu kepada kemampuan untuk melaksanakan SAR dan bantuan bencana alam. Sehingga, kapan pun alutsista itu digunakan untuk bencana alam bisa langsung dioperasikan.
”Alutsista yang akan diadakan yakni, pesawat amphibi dan hercules, saat ini sedang proses. Jadi, konsep pengadaan lima unit pesawat Hercules terbaru, yakni C-130 J dari Amerika. Prosesnya sedang dipercepat walaupun anggarannya belum baru Januari nanti ditentukan, kita minta pabrikan dipercepat,” katanya.
Untuk pesawat amphibi, kata Agus, adalah pesawat yang bisa melakukan pemadaman kebakaran hutan. Sebab, bila hanya mengandalkan alutsista darat untuk pemadaman sangat tidak efektif. ”Ini segera diproses sebanyak satu unit. Kita akan melibatkan berbagai produk yang memenehi syarat, ada Rusia, Kanada, dan Jepang, kita pilih yang terbaik,” kata Agus.
Selain alutsita matra udara, pihaknya juga akan berencana mengadakan kapal penyapu ranjau yang dilengkapi Remotely Operated Vehicles (ROV) yang mampu melihat bawah air. ”Rencananya (beli) dua unit. Anggarannya ada,” katanya.
Agus menambahkan, pengadaan alutsista ini merupakan bagian dari rencana strategi yang tercantum dalam Minimum Essensial Force (MEF). ”Untuk membangun TNI yang profesional pemenuhan MEF hingga 2018 sudah mencapai 61,8%. Tahun ini merupakan tahun terakhir dari renstra 2015-2019 dimana fokusnya adalah alutsista strategis dan mengisi gap ataupun alutsita yang sudah tua,” katanya.
Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati menilai, sepanjang 2018 keamanan nasional dapat dipertahankan, bahkan ditingkatkan dengan sinergi TNI-Polri. Beberapa demo besar berhasil diantisipasi dengan sinergi kedua institusi tersebut.
”Bencana alam yang terjadi di beberapa daerah juga ditangani dengan baik oleh TNI membantu Pemda setempat,” katanya.
Perempuan yang akrab disapa Nuning ini menyebut, secara internal, TNI telah mencapai level profesional yang dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjaga kedaulatan NKRI dengan peningkatan organisasi di wilayah Timur Indonesia, seperti pembentukan Koarmada lll, Koopsau lll, Pasmar lll, dan Divisi 3 Kostrad.
Secara regional, kata Nuning, TNI juga sukses menggelar berbagai operasi bersama dengan militer negara tetangga. Patroli terkoordinasi dilaksanakan di beberapa wilayah perbatasan maritim. Gejolak Laut Cina Selatan (LCS) juga berhasil diantisipasi TNI melalui diplomasi pertahanan. (Sucipto)
Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu mengatakan, sejak awal dirinya sudah menyampaikan bahwa tidak ada perang besar atau terbuka antara negara dengan negara yang memiliki alutsista. ”Itu ancaman yang belum nyata. Yang nyata ini adalah teroris, bencana alam, pemberontakan, perbatasan dan pencurian ikan, termasuk wabah penyakit perang intelijen atau cyber dan narkoba,” ujarnya.
Menurut Ryamizard, pengadaan alutsita seharusnya disesuaikan dengan ancaman yang dihadapi. Untuk apa membeli alutsista jika ancaman tersebut masih jauh dan belum nyata. ”Yang harus dibeli atau diadakan adalah alutsista untuk menghadapi ancaman yang nyata, bagaimana menghadapi teroris, mendeteksi jalur komunikasi, jalur logistik, dan sebagainya, itu harus dibeli. Kedua, bagaimana mengetahui bencana alam,” tegasnya.
Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) ini menilai, apa yang disampaikan empat tahun lalu terkait perlunya alutsista untuk penanganan bencana tidak diperhatikan. Padahal, apabila Indonesia memiliki peralatan canggih maka ancaman bencana alam dapat dideteksi sejak dini.
”Berarti yang saya sampaikan empat tahun lalu tidak diperhatikan, coba diperhatikan. Ini pelajaran, ke depan kita harus sesuaikan itu (alutsista). Jadi, begitu ada bencana hari ini, besok kita sudah kerja karena alatnya lengkap, bisa membawa alat berat sekaligus tiga, heli angkut berat langsung ke tempatnya. Ke depan saya akan wujudkan itu. Ini bencana adalah ancaman nyata,” katanya.
Mantan Pangkostrad ini menyebut, alutsista yang sangat urgen adalah pesawat atau helikopter karena daya angkut yang besar dan mobilitasnya sangat cepat bila dibandingkan dengan kapal. ”Kalau kapal hitungan lima jam sudah sampai, hitungan kesepuluh jam sudah ngangkat bantuan ke lokasi. Kalau kapal berhari-hari, ini (pesawat atau heli) satu hari selesai, itu penting. Kapal perlu, tapi menyusul seperti kapal rumah sakit untuk pengobatan,” kata Ryamizard.
Letak geografis Indonesia yang berada di ring of fire, kata Ryamizard, tidak bisa dihindari mulai dari Aceh, Jawa, Sulawesi, hingga Papua. ”Meski Kalimantan tidak, tapi ada kebakaran hutan dan banjir jadi sama juga. Semoga tahun depan tidak ada bencana-bencana lagi, menyedihkan kita semua,” ujarnya.
Kepala Badan Sarana Pertahanan (Kabaranahan) Kementerian Pertahanan Agus Setiadji mengatakan, pengadaan alutsista ke depan spesifikasi teknis (spektek)-nya harus mengacu kepada kemampuan untuk melaksanakan SAR dan bantuan bencana alam. Sehingga, kapan pun alutsista itu digunakan untuk bencana alam bisa langsung dioperasikan.
”Alutsista yang akan diadakan yakni, pesawat amphibi dan hercules, saat ini sedang proses. Jadi, konsep pengadaan lima unit pesawat Hercules terbaru, yakni C-130 J dari Amerika. Prosesnya sedang dipercepat walaupun anggarannya belum baru Januari nanti ditentukan, kita minta pabrikan dipercepat,” katanya.
Untuk pesawat amphibi, kata Agus, adalah pesawat yang bisa melakukan pemadaman kebakaran hutan. Sebab, bila hanya mengandalkan alutsista darat untuk pemadaman sangat tidak efektif. ”Ini segera diproses sebanyak satu unit. Kita akan melibatkan berbagai produk yang memenehi syarat, ada Rusia, Kanada, dan Jepang, kita pilih yang terbaik,” kata Agus.
Selain alutsita matra udara, pihaknya juga akan berencana mengadakan kapal penyapu ranjau yang dilengkapi Remotely Operated Vehicles (ROV) yang mampu melihat bawah air. ”Rencananya (beli) dua unit. Anggarannya ada,” katanya.
Agus menambahkan, pengadaan alutsista ini merupakan bagian dari rencana strategi yang tercantum dalam Minimum Essensial Force (MEF). ”Untuk membangun TNI yang profesional pemenuhan MEF hingga 2018 sudah mencapai 61,8%. Tahun ini merupakan tahun terakhir dari renstra 2015-2019 dimana fokusnya adalah alutsista strategis dan mengisi gap ataupun alutsita yang sudah tua,” katanya.
Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati menilai, sepanjang 2018 keamanan nasional dapat dipertahankan, bahkan ditingkatkan dengan sinergi TNI-Polri. Beberapa demo besar berhasil diantisipasi dengan sinergi kedua institusi tersebut.
”Bencana alam yang terjadi di beberapa daerah juga ditangani dengan baik oleh TNI membantu Pemda setempat,” katanya.
Perempuan yang akrab disapa Nuning ini menyebut, secara internal, TNI telah mencapai level profesional yang dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjaga kedaulatan NKRI dengan peningkatan organisasi di wilayah Timur Indonesia, seperti pembentukan Koarmada lll, Koopsau lll, Pasmar lll, dan Divisi 3 Kostrad.
Secara regional, kata Nuning, TNI juga sukses menggelar berbagai operasi bersama dengan militer negara tetangga. Patroli terkoordinasi dilaksanakan di beberapa wilayah perbatasan maritim. Gejolak Laut Cina Selatan (LCS) juga berhasil diantisipasi TNI melalui diplomasi pertahanan. (Sucipto)
(nfl)