Tsunami Selat Sunda Dinilai Kegagalan BMKG Berikan Early Warning

Rabu, 26 Desember 2018 - 10:31 WIB
Tsunami Selat Sunda Dinilai Kegagalan BMKG Berikan Early Warning
Tsunami Selat Sunda Dinilai Kegagalan BMKG Berikan Early Warning
A A A
JAKARTA - Dosen Fakultas Teknik Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM), Bagas Pujilaksono Widyakanigara membuat surat terbuka yang ditujukan kepada pemerintah khususnya Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyoroti prediksi dan kinerja BMKG terhadap bencana Tsunami Selat Sunda dan Lampung Selatan.

Pria yang akrab disapa Widya ini sebelumnya menyampaikan turut berduka yang mendalam atas musibah tsunami Selat Sunda yang menimbulkan jatuhnya korban jiwa, korban luka-luka dan orang hilang.

"Semoga keluarga yang ditinggal tabah, yang luka-luka lekas sembuh dan yang hilang bisa segera ditemukan dalam kondisi selamat," kata Widya dalam surat terbukanya, Rabu (26/12/2018).

Menurut Widya, surat terbuka ini bukan dimaksudkan untuk menyalahkan siapa pun. Namun, kasus Selat Sunda, jelas ini adalah bentuk kegagalan BMKG dalam memberikan peringatan dini atau early warning kepada rakyat, sehingga harus jatuh banyak korban.

"Hal ini tidak harus terjadi, jika kinerja BMKG sesuai tupoksinya. Ini kegagalan BMKG untuk kedua kalinya pasca tsunami Palu," ujar dia.

(Baca juga: Sehari Sebelum Tsunami, Dylan Sahara Sempat Ikut Kampanye Sandiaga Uno)

Dia menganggap, pernyataan-pernyataan pimpinan BMKG, terutama kepalanya, sifatnya blunder, ragu-ragu, asal bunyi, dan tidak konsisten. Jelas semua itu gambaran riil atas ketidakmampuan mereka memahami masalahnya dan sama sekali tidak ada tanggung jawab profesi ke rakyat sebagai pejabat publik.

Sebaliknya kata Widya, Pimpinan-pimpinan BMKG justru malah sibuk berbicara di media nasional seperti Televisi pascabencana bak aktor atau aktris sinetron dan pernyataannya hanya menimbulkan blunder.

"Untuk apa? Bukannya sudah gagal total? Gagal memberi early warning ke rakyat agar mereka bisa menyelamatkan diri. Sehingga tidak jatuh korban begitu banyak," ucap dia.

Dilanjutkan Widya, Kepala BMKG selalu mengkambing hitamkan soal tidak adanya peralatan deteksi dini dan gempa karena aktivitas vulkanik gunung api itu ranahnya Badan Geologi.

Namun, menghitung tinggi gelombang tsunami yang ke arah Pandeglang saja tidak mampu. Dalam kasus tsunami Selat Sunda BMKG bilang tinggi air 0,9 meter, sedang nelayan bilang 12 meter.

"Jujur saya tidak percaya dengan ketinggian gelombang tsunami 0,9 m, berdasar energi kinetiknya yang berimplikasi pada tingkat kerusakan. BMKG juga bilang, tsunami itu karena longsoran di bawah laut. Sedang saksi mata melihat kaldera Gunung Anak Krakatau pecah. Yang benar yang mana? Pernyataan saksi mata itu lebih logis," katanya.

Widya menilai, BMKG selalu bekerja dengan nalar terlambat. Sekarang sibuk bicara erupsi Gunung Anak Krakatau, longsoran, dan tsunami susulan. Mengapa hal ini tidak dibahas sebelum tsunami kemarin terjadi?

Menurutnya, Presiden kelima RI, Megawati Soekarnoputri jauh-jauh hari sudah memperingatkan soal ancaman bahaya Gunung Anak Krakatau. Peringatan tersebut disamapaikan agar semua pihak khususnya BMKG responsif.

Ditambahkan dia, kinerja pimpinan BMKG yang seperti ini jelas akan menjatuhkan wibawa pemerintah, dan menimbulkan ketidakpercayaan di masyarakat. Lebih-lebih ini tahun politik, statement-statement blunder dari BMKG berpontensi digoreng oleh politisi-politisi 'Kambing Congek' untuk mengacau rakyat dengan menyebar hoaks yang sangat biadab.

"Rombak pimpinan BMKG dari pucuk hingga ekor, agar kedepan kinerja BMKG lebih bermutu, utamanya dalam memberikan pelayanan peringatan dini ke masyarakat," tegas dia.

Menurutnya, di awal pemilu tahun 2014, Presiden Jokowi pernah berjanji untuk memasang orang-orang jagoan dibidangnya atau istilah populisnya kaum profesional.

"Sudah saatnya kinerja pejabat publik tersebut dievaluasi. Dan bapak Presiden juga pernah berjanji melarang pejabat negara untuk rangkap jabatan. Aturan ini sangat baik dan harus diberlakukan secara nyata," pungkasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5459 seconds (0.1#10.140)