Pengusaha Tamin Didakwa Suap 2 Hakim Pengadilan Tipikor Medan
A
A
A
JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mendakwa pemilik Taman Simalem Resort Medan Tamin Sukardi memberikan suap SGD280.000 (setara Rp3 miliar) ke dua hakim Pengadilan Tipikor Medan.
Surat dakwaan nomor: 124/TUT.01.04/24/12/2018 atas nama Tamin Sukardi disusun JPU yang diketuai Tri Mulyono Hendradi dan Haerudin dengan anggota Luki Nugroho, Moh Helmi Syarif, Feby Dwiyandospendy, Dian Hamisena, Dormian, dan Putra Iskandar.
Surat dakwaan Tamin dibacakan secara bergantian oleh JPU Putra Iskandar dan Luki Dwi Nugroho, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/12). Di hari yang sama, Hadi Setiawan alias Erik (orang kepercayaan Tamin) menjalani persidangan pembacaan surat dakwaan.
JPU Putra Iskandar membeberkan, Tamin Sukardi selaku Direktur Utama PT Erni Putra Terari bersama Hadi Setiawan memberikan suap sejumlah SGD280.000. Uang suap ini terbagi dua bagian.
Pertama, SGD150.000 untuk Merry Purba selaku hakim adhoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan dan Helpandi selaku panitera pengganti Pengadilan Tipikor Medan. Kedua, SGD130.000 rencananya untuk hakim Pengadilan Tipikor Medan Sontan Merauke Sinaga.
Uang suap tersebut mempengaruhi putusan perkara korupsi pengalihan tanah milik negara (PT Perkebunan Nusantara II) ke pihak lain seluas 106 hektar atas nama terdakwa Tamin Sukardi, dengan nomor: 33/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Mdn. Perkara ini disidangkan di Pengadilan Tipikor Medan.
Dalam perkara tersebut, komposisi majelis yang menangani yakni Wahyu Prasetyo Wibowo (Wakil Ketua PN Medan) selaku ketua majelis, Sontan Merauke Sinaga sebagai hakim anggota I, dan Merry sebagai hakim anggota II. Majelis hakim didampingi dua panitera pengganti yakni Wahyu Probo Julianto dan Helpandi.
"Dengan tujuan untuk mempengaruhi putusan perkara tipikor nomor: 33/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Mdn yang sedang diadili/disidangkan di Pengadilan Tipikor pada PN Medan agar (Tamin Sukardi) mendapatkan putusan bebas," tegas JPU Putra saat membacakan surat dakwaan atas nama Tamin.
Ada beberapa hal yang dilakukan para pihak untuk memudahkan dan mengaburkan perbuatan pengurusan perkara dan pemberian suap. Pertama, Tamin membeli dan membagi-bagikan dua telepon seluler (ponsel), masing-masing untuk Sudarni BR Samosir (staf Tamin) dan Helpandi (ponsel Samsung Duos SMB310E).
Saat pemberian ponsel ke Helpandi pada 24 Agustus 2018, Sudarni menyampaikan ke Helpandi bahwa di dalam ponsel sudah ada tersimpan kode-kode. Di antaranya, atas nama ASST dengan nomor 08126249119 dengan AST sebagai kode untuk Sudarni dan nomor atas nama Wayan Naibaho sebagai perujuk nama Tamin Sukardi. Kedua, Sudarni menyampaikan ke Helpandi beberapa sandi (kode) komunikasi korupsi yang akan digunakan dalam pembicaraan.
"Satu, kode 'Wayan' untuk Wahyu Prasetyo Wibowo selaku Wakil Ketua PN Medan dan Ketua Majelis Hakim Perkara. Dua, kode 'pohon' untuk uang. Tiga, kode 'Naibaho' untuk Ketua PN Medan. Empat, kode 'asisten' untuk hakim anggota. Lima, kode 'Danau Toba/Dtoba/Dantob/Batak' untuk Sontan Merauke Sinaga. Enam, kode 'Ratu Kecantikan' untuk Merry Purba," tegas JPU Putra.
Dia menuturkan, pada 9 Juli 2018 Tamin mengajukan pengalihan status penahanan dari tahanan rutan menjadi tahanan rumah dengan alasan medis saat proses persidangan di Pengadilan Tipikor Medan. Pengalihan status penahanan tersebut disetujui hakim Wahyu Prasetyo, Sontan, dan Merry pada 10 Juli. Selain itu majelis hakim juga beberapa kali menandatangani penetapan izin berobat Tamin.
Saat penandatanganan pengalihan penahanan Tamin, rupanya hakim Wahyu Prasetyo, Sontan, dan Merry sempat menanyakan ke Helpandi dengan kalimat, "Kok hanya tandatangan saja?". Kala penandatangan izin berobat Tamin, tiga hakim tersebut mengajukan pertanyaan ke Helpandi "kok gini-gini aja" atau "kerja baktinya aja kita dek?" atau "teken aja kita ini?".
"Atas kalimat tersebut, Helpandi memahaminya sebagai permintaan uang atau barang dari majelis hakim," tegas JPU Putra.
Singkat cerita, terjadi sejumlah pertemuan yang dihadiri Helpandi, Sudarni BR Samosir (staf Tamin), dan Faridah Ariany Nasution (kuasa hukum Tamin) serta Sudarni dengan Tamin guna membahas permintaan dan pemberian uang ke majelis hakim.
Sudarni juga kemudian bertemu dengan Helpandi agar menyampaikan bahwa untuk persidangan putusan pada 27 Agustus 2018 putusannya menjadi putusan bebas. JPU Luki Dwi Nugroho membeberkan, pada 23 Agustus 2018 terjadi pertemuan antara Sudarni, Faridah, dan Helpandi.
Saat itu, Tamin menghubungi Helpandi melalui ponsel milik Sudarni. Tamin menyampaikan ke Helpandi 'Pak Wakil sudah aman, sudah dapat pohon, pohonnya sudah ditanam dan berbunga'. "Yang dipahami Helpandi bahwa sudah ada pemberian sejumlah uang sebelumnya," tegas JPU Luki.
Dia menuturkan, pada 24 Agustus 2018 Helpandi bertemu dengan Hadi Setiawan di kamar 2721 Hotel JW Marriot Medan. Dalam pertemuan, Hadi menanyakan tentang persidangan perkara Tamin. Selain itu Hadi menyampaikan ke Helpandi baahwa Hadi telah memberikan sejumlah uang ke hakim Wahyu Prasetyo Wibowo untuk biaya pengurusan perkara.
"Selanjutnya Hadi Setiawan memberikan uang sejumlah SGD280.000 dalam amplop coklat yang berasal dari Terdakwa Tamin Sukardi ke Helpandi untuk diserahkan ke dua orang anggota majelis hakim yaitu Merry Purba dan Sontan Merauke," bebernya.
Helpandi saat itu sempat bertanya ke Hadi bagaimana dengan 'yang tengah' atau ketua majelis hakim. Hadi menyampaikan untuk ketua majelis hakim sudah diserahkan bahkan, untuk Marsudin Nainggolan selaku Ketua PN Medan saat itu juga sudah diberikan.
"Hadi Setiawan menyampaikan "Tengah tidak usah. Urusan saya sudah selesai, Ketua Pengadilan Negeri sudah, pusat sudah. Selesaikan kalau bisa malam ini," tegas JPU Luki.
Atas perbuatan Tamin Sukardi dan Hadi Setiawan, JPU mendakwa dengan Pasal 6 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-(1) KUHPidana.
Surat dakwaan nomor: 124/TUT.01.04/24/12/2018 atas nama Tamin Sukardi disusun JPU yang diketuai Tri Mulyono Hendradi dan Haerudin dengan anggota Luki Nugroho, Moh Helmi Syarif, Feby Dwiyandospendy, Dian Hamisena, Dormian, dan Putra Iskandar.
Surat dakwaan Tamin dibacakan secara bergantian oleh JPU Putra Iskandar dan Luki Dwi Nugroho, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/12). Di hari yang sama, Hadi Setiawan alias Erik (orang kepercayaan Tamin) menjalani persidangan pembacaan surat dakwaan.
JPU Putra Iskandar membeberkan, Tamin Sukardi selaku Direktur Utama PT Erni Putra Terari bersama Hadi Setiawan memberikan suap sejumlah SGD280.000. Uang suap ini terbagi dua bagian.
Pertama, SGD150.000 untuk Merry Purba selaku hakim adhoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan dan Helpandi selaku panitera pengganti Pengadilan Tipikor Medan. Kedua, SGD130.000 rencananya untuk hakim Pengadilan Tipikor Medan Sontan Merauke Sinaga.
Uang suap tersebut mempengaruhi putusan perkara korupsi pengalihan tanah milik negara (PT Perkebunan Nusantara II) ke pihak lain seluas 106 hektar atas nama terdakwa Tamin Sukardi, dengan nomor: 33/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Mdn. Perkara ini disidangkan di Pengadilan Tipikor Medan.
Dalam perkara tersebut, komposisi majelis yang menangani yakni Wahyu Prasetyo Wibowo (Wakil Ketua PN Medan) selaku ketua majelis, Sontan Merauke Sinaga sebagai hakim anggota I, dan Merry sebagai hakim anggota II. Majelis hakim didampingi dua panitera pengganti yakni Wahyu Probo Julianto dan Helpandi.
"Dengan tujuan untuk mempengaruhi putusan perkara tipikor nomor: 33/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Mdn yang sedang diadili/disidangkan di Pengadilan Tipikor pada PN Medan agar (Tamin Sukardi) mendapatkan putusan bebas," tegas JPU Putra saat membacakan surat dakwaan atas nama Tamin.
Ada beberapa hal yang dilakukan para pihak untuk memudahkan dan mengaburkan perbuatan pengurusan perkara dan pemberian suap. Pertama, Tamin membeli dan membagi-bagikan dua telepon seluler (ponsel), masing-masing untuk Sudarni BR Samosir (staf Tamin) dan Helpandi (ponsel Samsung Duos SMB310E).
Saat pemberian ponsel ke Helpandi pada 24 Agustus 2018, Sudarni menyampaikan ke Helpandi bahwa di dalam ponsel sudah ada tersimpan kode-kode. Di antaranya, atas nama ASST dengan nomor 08126249119 dengan AST sebagai kode untuk Sudarni dan nomor atas nama Wayan Naibaho sebagai perujuk nama Tamin Sukardi. Kedua, Sudarni menyampaikan ke Helpandi beberapa sandi (kode) komunikasi korupsi yang akan digunakan dalam pembicaraan.
"Satu, kode 'Wayan' untuk Wahyu Prasetyo Wibowo selaku Wakil Ketua PN Medan dan Ketua Majelis Hakim Perkara. Dua, kode 'pohon' untuk uang. Tiga, kode 'Naibaho' untuk Ketua PN Medan. Empat, kode 'asisten' untuk hakim anggota. Lima, kode 'Danau Toba/Dtoba/Dantob/Batak' untuk Sontan Merauke Sinaga. Enam, kode 'Ratu Kecantikan' untuk Merry Purba," tegas JPU Putra.
Dia menuturkan, pada 9 Juli 2018 Tamin mengajukan pengalihan status penahanan dari tahanan rutan menjadi tahanan rumah dengan alasan medis saat proses persidangan di Pengadilan Tipikor Medan. Pengalihan status penahanan tersebut disetujui hakim Wahyu Prasetyo, Sontan, dan Merry pada 10 Juli. Selain itu majelis hakim juga beberapa kali menandatangani penetapan izin berobat Tamin.
Saat penandatanganan pengalihan penahanan Tamin, rupanya hakim Wahyu Prasetyo, Sontan, dan Merry sempat menanyakan ke Helpandi dengan kalimat, "Kok hanya tandatangan saja?". Kala penandatangan izin berobat Tamin, tiga hakim tersebut mengajukan pertanyaan ke Helpandi "kok gini-gini aja" atau "kerja baktinya aja kita dek?" atau "teken aja kita ini?".
"Atas kalimat tersebut, Helpandi memahaminya sebagai permintaan uang atau barang dari majelis hakim," tegas JPU Putra.
Singkat cerita, terjadi sejumlah pertemuan yang dihadiri Helpandi, Sudarni BR Samosir (staf Tamin), dan Faridah Ariany Nasution (kuasa hukum Tamin) serta Sudarni dengan Tamin guna membahas permintaan dan pemberian uang ke majelis hakim.
Sudarni juga kemudian bertemu dengan Helpandi agar menyampaikan bahwa untuk persidangan putusan pada 27 Agustus 2018 putusannya menjadi putusan bebas. JPU Luki Dwi Nugroho membeberkan, pada 23 Agustus 2018 terjadi pertemuan antara Sudarni, Faridah, dan Helpandi.
Saat itu, Tamin menghubungi Helpandi melalui ponsel milik Sudarni. Tamin menyampaikan ke Helpandi 'Pak Wakil sudah aman, sudah dapat pohon, pohonnya sudah ditanam dan berbunga'. "Yang dipahami Helpandi bahwa sudah ada pemberian sejumlah uang sebelumnya," tegas JPU Luki.
Dia menuturkan, pada 24 Agustus 2018 Helpandi bertemu dengan Hadi Setiawan di kamar 2721 Hotel JW Marriot Medan. Dalam pertemuan, Hadi menanyakan tentang persidangan perkara Tamin. Selain itu Hadi menyampaikan ke Helpandi baahwa Hadi telah memberikan sejumlah uang ke hakim Wahyu Prasetyo Wibowo untuk biaya pengurusan perkara.
"Selanjutnya Hadi Setiawan memberikan uang sejumlah SGD280.000 dalam amplop coklat yang berasal dari Terdakwa Tamin Sukardi ke Helpandi untuk diserahkan ke dua orang anggota majelis hakim yaitu Merry Purba dan Sontan Merauke," bebernya.
Helpandi saat itu sempat bertanya ke Hadi bagaimana dengan 'yang tengah' atau ketua majelis hakim. Hadi menyampaikan untuk ketua majelis hakim sudah diserahkan bahkan, untuk Marsudin Nainggolan selaku Ketua PN Medan saat itu juga sudah diberikan.
"Hadi Setiawan menyampaikan "Tengah tidak usah. Urusan saya sudah selesai, Ketua Pengadilan Negeri sudah, pusat sudah. Selesaikan kalau bisa malam ini," tegas JPU Luki.
Atas perbuatan Tamin Sukardi dan Hadi Setiawan, JPU mendakwa dengan Pasal 6 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-(1) KUHPidana.
(maf)