Pakar Tata Negara Nilai Putusan Hakim Zalimi Irman Gusman
A
A
A
JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Pancasila, Muhammad Rullyandi menyatakan mantan Ketua DPD RI Irman Gusman telah dizalimi oleh putusan hakim yang memvonisnya bersalah dalam perkara suap pengaturan kuota impor gula. Rullyandi menilai dalam perkara Irman Gusman, hakim telah berlaku sebagai corong undang-undang bukan sebagai penegak keadilan.
"Kalau corong undang-undang itu ya sama juga dengan jaksa, sama dengan penyidik. Dia tak bisa tafsirkan undang-undang," ujar Rullyandi dalam diskusi Polemik Radio MNC Trijaya bertema Hukum dan Penegakan Keadilan, di Jakarta Pusat, Sabtu (8/12/2018).
"Hakim dalam putusan pengadilan tingkat pertama Pak Irman itu hanya corong undang-undang. Bahaya sekali ini. Karena yang paling penting hakim itu mencari kebenaran, menegakkan keadilan," imbuh Rullyandi.
Rullyandi menjelaskan dalam perkara Irman Gusman ada unsur penyalahgunaan jabatan yang tidak bisa dipenuhi. "Sehingga terjadi kontradiksi antara waktu 30 hari untuk mengembalikan (uang yang diterima) yang menjadi pembeda antara suap dan gratifikasi dalam pidana," kata Rullyandi.
Atas dasar itu, Rullyandi menilai hakim telah melakukan interpretasi hukum dalam memberikan vonis terhadap Irman. "Di sini tidak ditemukan, ini keliru bahkan terjadi penyalahgunaan penerapan hukum. Orang bisa dizalimi, dengan ini orang dipenjara, itu melanggar HAM," kata Rullyandi.
"Kalau corong undang-undang itu ya sama juga dengan jaksa, sama dengan penyidik. Dia tak bisa tafsirkan undang-undang," ujar Rullyandi dalam diskusi Polemik Radio MNC Trijaya bertema Hukum dan Penegakan Keadilan, di Jakarta Pusat, Sabtu (8/12/2018).
"Hakim dalam putusan pengadilan tingkat pertama Pak Irman itu hanya corong undang-undang. Bahaya sekali ini. Karena yang paling penting hakim itu mencari kebenaran, menegakkan keadilan," imbuh Rullyandi.
Rullyandi menjelaskan dalam perkara Irman Gusman ada unsur penyalahgunaan jabatan yang tidak bisa dipenuhi. "Sehingga terjadi kontradiksi antara waktu 30 hari untuk mengembalikan (uang yang diterima) yang menjadi pembeda antara suap dan gratifikasi dalam pidana," kata Rullyandi.
Atas dasar itu, Rullyandi menilai hakim telah melakukan interpretasi hukum dalam memberikan vonis terhadap Irman. "Di sini tidak ditemukan, ini keliru bahkan terjadi penyalahgunaan penerapan hukum. Orang bisa dizalimi, dengan ini orang dipenjara, itu melanggar HAM," kata Rullyandi.
(kri)