Jaga Hutan Alam Papua, Pintu terakhir Ekosistem Hijau Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Tanah Papua merupakan rumah bagi sepertiga hutan hujan yang tersisa di Indonesia, tempat tinggal keanekaragaman hayati dan juga sumber kehidupan bagi masyarakat adat. Untuk itu upaya perlindungan hutan perlu difokuskan di Tanah Papua.
Menyadari hal tersebut Pemerintah Papua dan Papua Barat sepakat untuk menyatukan visi bersama Tanah Papua, yaitu Tanah Papua Damai, Berkelanjutan, Lestari dan Bermartabat.
Kesepakatan tersebut tertuang dalam Deklarasi Manokwari yang isinya merupakan dasar dan arahan utama dalam pembangunan berkelanjutan di Tanah Papua.
Hal tersebut disampaikan Melda Wita Sitompul, Direktur Yayasan Econusa dalam diskusi panel bertajuk Regional Initiatives on Climate Actions and SDGs in Indonesia di Conference of Parties (COP) ke 24 di Katowice, Polandia, Rabu 4 Desember 2018.
Ada empat komitmen yang tertuang dalam Deklarasi Manokwari yang menjadi bagian dari climate actions dan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), yakni upaya untuk menghentikan deforestasi merupakan tujuan dari SDGs di tahun 2020.
Keempat komitmen tersebut antara lain pertama, penyusunan kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat yang sesuai dengan pembangunan berkelanjutan. Kedua, komitmen untuk melindungi hak dan memperkuat posisi masyarakat adat. Ketiga, komitmen untuk penegakan hukum dalam pengelolaan sumber daya alam yang tidak sesuai dengan pembangunan berkelanjutan. Keempat, komitmen untuk pengelolaan sumber daya alam dengan mekanisme insentif.
“Selama ini pemerintah pusat fokus untuk merehabilitasi hutan, namun harus disadari juga pentingnya menjaga hutan alam yang masih ada seperti di Tanah Papua. Dan Masyarakat adat merupakan elemen utama dalam menjaga hutan alam,” kata Melda dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Jumat (7/12/2018).
Hal ini, kata dia, sejalan dengan upaya Indonesia dalam mencapai target kontribusi nasional (NDC) di bawah kesepakatan Paris (Paris Agreement).
Menurut dia, hutan diharapkan berkontribusi lebih dari setengah target NDC Indonesia sehingga langkah-langkah mencapai kontribusi hutan terhadap pengurangan emisi, yakni meningkatkan penerapan prinsip-prinsip pengelolaan berkelanjutan baik di hutan produksi alam (mengurangi degradasi) dan hutan produksi.
Dia mengatakan, untuk menjaga hutan Papua dari ancaman investasi, pemerintah pusat perlu mendukung upaya pemerintah provinsi untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Tanah Papua. Pemerintah harus berupaya keras untuk mencegah deforestasi di Hutan Papua dengan penangguhan izin usaha yang sudah masuk di Papua, penegakan hukum, pembenahan tata kelola sampai dengan perhutanan sosial.
"Selain itu perlu dukungan global di Conference of Parties ke 24 (COP24) di Katowice, Polandia ini untuk bersama-sama berkontribusi mencegah pemanasan global dengan menjaga hutan yang masih ada termasuk hutan yang ada di Tanah Papua," tuturnya.
Menurut dia, selain pemerintah, peran pemuda Papua dalam menjaga hutan juga sangat diperlukan. Yayasan EcoNusa melalui program School of Eco Diplomacy menghadirkan wadah kaum muda yang memiliki kepedulian terhadap isu lingkungan, hutan dan bersemangat menghadirkan perubahan untuk melakukan agenda nyata di wilayah masing-masing.
Salah satu peserta School of Eco Diplomacy yang berasal dari Papua, Alfa Ahoren memaparkan hutan merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat.
Dari hutan, kata dia, mereka mendapatkan makanan, bahan baku rumah, sampai obat ada dapat ditemukan di hutan. Karena bagi mereka hutan bagai seorang ibu. Ungkapan tersebut menggambarkan bagaimana hutan dan alam Tanah Papua dapat menyediakan semua kebutuhan dan perlindungan layaknya seorang ibu.
"Menjaga dan melindungi hutan di Tanah Papua bukan hanya berkontribusi besar untuk dapat mencapai target NDC Indonesia, lebih dari itu dengan menjaga dan melindungi hutan berarti juga menghormati dan melindungi hak dan ruang hidup masyarakat adat Papua," katanya.
Menyadari hal tersebut Pemerintah Papua dan Papua Barat sepakat untuk menyatukan visi bersama Tanah Papua, yaitu Tanah Papua Damai, Berkelanjutan, Lestari dan Bermartabat.
Kesepakatan tersebut tertuang dalam Deklarasi Manokwari yang isinya merupakan dasar dan arahan utama dalam pembangunan berkelanjutan di Tanah Papua.
Hal tersebut disampaikan Melda Wita Sitompul, Direktur Yayasan Econusa dalam diskusi panel bertajuk Regional Initiatives on Climate Actions and SDGs in Indonesia di Conference of Parties (COP) ke 24 di Katowice, Polandia, Rabu 4 Desember 2018.
Ada empat komitmen yang tertuang dalam Deklarasi Manokwari yang menjadi bagian dari climate actions dan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), yakni upaya untuk menghentikan deforestasi merupakan tujuan dari SDGs di tahun 2020.
Keempat komitmen tersebut antara lain pertama, penyusunan kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat yang sesuai dengan pembangunan berkelanjutan. Kedua, komitmen untuk melindungi hak dan memperkuat posisi masyarakat adat. Ketiga, komitmen untuk penegakan hukum dalam pengelolaan sumber daya alam yang tidak sesuai dengan pembangunan berkelanjutan. Keempat, komitmen untuk pengelolaan sumber daya alam dengan mekanisme insentif.
“Selama ini pemerintah pusat fokus untuk merehabilitasi hutan, namun harus disadari juga pentingnya menjaga hutan alam yang masih ada seperti di Tanah Papua. Dan Masyarakat adat merupakan elemen utama dalam menjaga hutan alam,” kata Melda dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Jumat (7/12/2018).
Hal ini, kata dia, sejalan dengan upaya Indonesia dalam mencapai target kontribusi nasional (NDC) di bawah kesepakatan Paris (Paris Agreement).
Menurut dia, hutan diharapkan berkontribusi lebih dari setengah target NDC Indonesia sehingga langkah-langkah mencapai kontribusi hutan terhadap pengurangan emisi, yakni meningkatkan penerapan prinsip-prinsip pengelolaan berkelanjutan baik di hutan produksi alam (mengurangi degradasi) dan hutan produksi.
Dia mengatakan, untuk menjaga hutan Papua dari ancaman investasi, pemerintah pusat perlu mendukung upaya pemerintah provinsi untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Tanah Papua. Pemerintah harus berupaya keras untuk mencegah deforestasi di Hutan Papua dengan penangguhan izin usaha yang sudah masuk di Papua, penegakan hukum, pembenahan tata kelola sampai dengan perhutanan sosial.
"Selain itu perlu dukungan global di Conference of Parties ke 24 (COP24) di Katowice, Polandia ini untuk bersama-sama berkontribusi mencegah pemanasan global dengan menjaga hutan yang masih ada termasuk hutan yang ada di Tanah Papua," tuturnya.
Menurut dia, selain pemerintah, peran pemuda Papua dalam menjaga hutan juga sangat diperlukan. Yayasan EcoNusa melalui program School of Eco Diplomacy menghadirkan wadah kaum muda yang memiliki kepedulian terhadap isu lingkungan, hutan dan bersemangat menghadirkan perubahan untuk melakukan agenda nyata di wilayah masing-masing.
Salah satu peserta School of Eco Diplomacy yang berasal dari Papua, Alfa Ahoren memaparkan hutan merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat.
Dari hutan, kata dia, mereka mendapatkan makanan, bahan baku rumah, sampai obat ada dapat ditemukan di hutan. Karena bagi mereka hutan bagai seorang ibu. Ungkapan tersebut menggambarkan bagaimana hutan dan alam Tanah Papua dapat menyediakan semua kebutuhan dan perlindungan layaknya seorang ibu.
"Menjaga dan melindungi hutan di Tanah Papua bukan hanya berkontribusi besar untuk dapat mencapai target NDC Indonesia, lebih dari itu dengan menjaga dan melindungi hutan berarti juga menghormati dan melindungi hak dan ruang hidup masyarakat adat Papua," katanya.
(dam)