Cegah Politik Transaksional dengan Pendidikan Politik Berkelanjutan

Sabtu, 01 Desember 2018 - 19:40 WIB
Cegah Politik Transaksional...
Cegah Politik Transaksional dengan Pendidikan Politik Berkelanjutan
A A A
JAKARTA - Peristiwa pesta demokrasi dinilai selalu menjadi ajang rekonstruksi tatanan birokrasi untuk satu periode selanjutnya.

Pada tahun depan, rakyat Indonesia akan menghadapi pemilu legislatif (pileg) dan pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) secara serentak untuk pertama kali.

"Kita semua berharap, hajatan demokrasi ini bisa melahirkan pemimpin yang berkualitas," kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Farouk Abdullah Alwyni melalui keterangan tertulis, Sabtu (1/12/2018).

Menurut dia, rakyat sebagai pelaku utama dan penentu kursi kepemimpinan mendapat tanggung jawab sangat besar dalam rangka pembangunan selanjutnya.

Oleh karena itu, masyarakat dituntut untuk berpikir lebih dewasa, cerdas, dan terbuka. Jangan sampai keliru memilih pemimpin dan jangan sampai pemilu menjadi ajang politik transaksional yang justru mengoyak hakikat demokrasi itu sendiri.

Dia mengatakan perlu pendidikan politik yang berkelanjutan dalam rangka untuk menyiapkan rakyat yang cerdas dan pemimpin berkualitas serta berdedikasi tinggi kepada nusa dan bangsa.

Farouk mengajak mengajak semua pihak, terutama partai-partai politik peserta Pemilu 2019 untuk menjalankan agenda pendidikan dan menumbuhkan budaya politik yang benar kepada rakyat. “Perlu adanya pendidikan politik dari partai-partai kepada masyarakat, supaya masyarakat peduli dengan pemilu untuk legislatif maupun eksekutif yang berkualitas,” tuturnya.

Dia menegaskan, masyarakat jangan dimanjakan dengan politik transaksional, tapi lebih baik dengan pendidikan politik mengenai apa yang akan diperjuangkan oleh partai-partai peserta pemilu.

"Jika hal itu dilakukan maka setidaknya akan menghentikan budaya politik transaksional dan hasil politik kita akan lebih berkualitas," tandasnya.

Dia pun merujuk survei Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) terkait pemetaan politik, sosial, budaya, ekonomi dan keamanan menjelang Pemilu 2019, hanya 41% masyarakat yang tertarik mengikuti berita politik atau pemerintahan.

Kemudian, hanya 18% masyarakat yang rutin berdiskusi mengenai politik atau pemerintahan secara umum. Dari hasil riset, pejabat pemerintah adalah yang paling banyak dirujuk oleh publik untuk memastikan kebenaran informasi yang beredar di masyarakat dengan porsi sekitar 30%. Sedangkan media massa arus utamanya hanya 14%.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7652 seconds (0.1#10.140)