Periksa Nico, KPK Dalami Soal Jual Beli Jabatan di Pemkab Cirebon
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP Junico BP Siahaan alias Nico Siahaan sebagai saksi kasus dugaan suap jual beli jabatan di Pemkab Cirebon, Kamis 29 November 2018.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan, Nico diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi dalam mutasi, rotasi, dan promosi jabatan serta proyek dan perizinan di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cirebon. Pemeriksaan Nico untuk tersangka penerima suap dan gratifikasi Bupati Cirebon, Jawa Barat nonaktif Sunjaya Purwadisastra.
"Terhadap Nico Siahaan, penyidik mendalami pengetahuan saksi tentang penyelenggaraan kegiatan Sumpah Pemuda yang diselenggarakan partai politik (DPP PDIP) di bulan Oktober 2018," ujar Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat 30 November 2018.
Febri mengungkapkan, penyidik menemukan fakta dan data bahwa tersangka Sunjaya sebelumnya telah memberikan Rp250 juta ke panitia pelaksana Peringatan 90 Tahun Sumpah Pemuda 'Satu Indonesia Kita'.
"Dana diberikan sebagai sumbangan untuk kegiatan Parpol di hari Sumpah Pemuda tahun 2018. KPK menemukan indikasi sumber dana tersebut terkait dengan fee proyek di Cirebon yang juga menjadi salah satu objek penanganan perkara," tegasnya.
Febri menuturkan, beberapa hari sebelum pemeriksaan Nico berlangsung rupanya ada seorang panitia mengembalikan uang Rp250 juta ke KPK. Pengembalian dilakukan dengan cara melakukan transfer ke rekening penampungan sementara sitaan KPK. Orang tersebut kemudian datang ke KPK menemui penyidik dan menyerahkan bukti transfer.
"Atas pengembalian tersebut kemudian dibuatkan berita acara dan menjadi bagian dari berkas perkara ini. Siapa nama (kader PDIP sekaligus panitia) yang mengembalikan uang belum bisa kami sampaikan saat ini. Yang balikin uang bukan Nico, apalagi tersangka SUN," bebernya.
Dia mengungkapkan, KPK juga mengimbau jika masih ada pihak lain yang menerima uang dari tersangka Sunjaya maka agar segera mengembalikan pada KPK. Karena pengembalian tersebut akan dipertimbangkan sebagai faktor yang meringankan. Berikutnya terhadap partai politik agar memperhatikan sumber dana dalam penyelenggaraan kegiatan-kegiatannya.
"Karena jika ada permintaan sumbangan atau donasi pada Kepala Daerah tentu saja hal tersebut berisiko tinggi karena asal usul uangnya dapat berasal dari sumber yang tidak sah seperti fee proyek, perizinan atau hal lain yang terkait kewenangan Kepala Daerah," imbuhnya.
Dia menambahkan, Salam upaya pencegahan korupsi di sektor politik, maka KPK mendorong agar Sistem Integritas Parpol dibangun. Salah satunya terkait dengan akuntabilitas sumber dana atau keuangan partai politik. Ajakan ini, menurut Febri, ditujukan pada semua parpol. Sehingga ke depan baik untuk sumber dana dari APBN ataupun sumbangan-sumbangan dari pihak lain seperti kader, kepala daerah/penyelenggara negara, dan donasi eksternal bisa dipertanggungjawabkan asal-usul dan pengelolaannya.
"Sehingga, audit dana parpol dan transparansi pada publik merupakan keniscayaan yang perlu menjadi komitmen bersama," ujarnya.
Dalam keterangan pers yang diterima wartawan, Nico Siahaan mengaku pemeriksaan dirinya oleh KPK tidak ada kaitannya dengan kasus tersangka Sunjaya Purwadisastra. Di sisi lain, Nico memastikan, memang Sunjaya pernah memberi bantuan untuk kegiatan kepemudaan DPP PDIP sebesar Rp250 juta. Bantuan itu diberikan di rapat terbuka bersama panitia acara kepemudaan.
"Saya sebagai ketua panitia kepemudaan tidak pernah memaksa Sunjaya untuk menyumbang pada kegiatan kepemudaan. Termasuk jumlah bantuannya. Di PDI Perjuangan budaya gotong royong sudah terbiasa. Di mana sesama kader saling membantu. Dan, uang Rp250 juta itu sudah dikembalikan ke KPK Kamis, 29 November siang oleh salah seorang panitia," ujar Nico.
Dia mengklaim, setelah Sunjaya diciduk KPK melalui operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu 24 November 2018 sebenarnya uang tersebut diamankan panitia dan tidak dipakai untuk kegiatan. Karenanya kemudian panitia memutuskan untuk mengembalikan dana tersebut ke KPK.
"Kalau sesama kader kenal dengan SUN. Tapi saya enggak pernah berhubungan. Lha no hp-nya saja saya enggak tahu kok. Kalau kami tahu itu dana fee proyek pastinya kami tidak terima," ucapnya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan, Nico diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi dalam mutasi, rotasi, dan promosi jabatan serta proyek dan perizinan di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cirebon. Pemeriksaan Nico untuk tersangka penerima suap dan gratifikasi Bupati Cirebon, Jawa Barat nonaktif Sunjaya Purwadisastra.
"Terhadap Nico Siahaan, penyidik mendalami pengetahuan saksi tentang penyelenggaraan kegiatan Sumpah Pemuda yang diselenggarakan partai politik (DPP PDIP) di bulan Oktober 2018," ujar Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat 30 November 2018.
Febri mengungkapkan, penyidik menemukan fakta dan data bahwa tersangka Sunjaya sebelumnya telah memberikan Rp250 juta ke panitia pelaksana Peringatan 90 Tahun Sumpah Pemuda 'Satu Indonesia Kita'.
"Dana diberikan sebagai sumbangan untuk kegiatan Parpol di hari Sumpah Pemuda tahun 2018. KPK menemukan indikasi sumber dana tersebut terkait dengan fee proyek di Cirebon yang juga menjadi salah satu objek penanganan perkara," tegasnya.
Febri menuturkan, beberapa hari sebelum pemeriksaan Nico berlangsung rupanya ada seorang panitia mengembalikan uang Rp250 juta ke KPK. Pengembalian dilakukan dengan cara melakukan transfer ke rekening penampungan sementara sitaan KPK. Orang tersebut kemudian datang ke KPK menemui penyidik dan menyerahkan bukti transfer.
"Atas pengembalian tersebut kemudian dibuatkan berita acara dan menjadi bagian dari berkas perkara ini. Siapa nama (kader PDIP sekaligus panitia) yang mengembalikan uang belum bisa kami sampaikan saat ini. Yang balikin uang bukan Nico, apalagi tersangka SUN," bebernya.
Dia mengungkapkan, KPK juga mengimbau jika masih ada pihak lain yang menerima uang dari tersangka Sunjaya maka agar segera mengembalikan pada KPK. Karena pengembalian tersebut akan dipertimbangkan sebagai faktor yang meringankan. Berikutnya terhadap partai politik agar memperhatikan sumber dana dalam penyelenggaraan kegiatan-kegiatannya.
"Karena jika ada permintaan sumbangan atau donasi pada Kepala Daerah tentu saja hal tersebut berisiko tinggi karena asal usul uangnya dapat berasal dari sumber yang tidak sah seperti fee proyek, perizinan atau hal lain yang terkait kewenangan Kepala Daerah," imbuhnya.
Dia menambahkan, Salam upaya pencegahan korupsi di sektor politik, maka KPK mendorong agar Sistem Integritas Parpol dibangun. Salah satunya terkait dengan akuntabilitas sumber dana atau keuangan partai politik. Ajakan ini, menurut Febri, ditujukan pada semua parpol. Sehingga ke depan baik untuk sumber dana dari APBN ataupun sumbangan-sumbangan dari pihak lain seperti kader, kepala daerah/penyelenggara negara, dan donasi eksternal bisa dipertanggungjawabkan asal-usul dan pengelolaannya.
"Sehingga, audit dana parpol dan transparansi pada publik merupakan keniscayaan yang perlu menjadi komitmen bersama," ujarnya.
Dalam keterangan pers yang diterima wartawan, Nico Siahaan mengaku pemeriksaan dirinya oleh KPK tidak ada kaitannya dengan kasus tersangka Sunjaya Purwadisastra. Di sisi lain, Nico memastikan, memang Sunjaya pernah memberi bantuan untuk kegiatan kepemudaan DPP PDIP sebesar Rp250 juta. Bantuan itu diberikan di rapat terbuka bersama panitia acara kepemudaan.
"Saya sebagai ketua panitia kepemudaan tidak pernah memaksa Sunjaya untuk menyumbang pada kegiatan kepemudaan. Termasuk jumlah bantuannya. Di PDI Perjuangan budaya gotong royong sudah terbiasa. Di mana sesama kader saling membantu. Dan, uang Rp250 juta itu sudah dikembalikan ke KPK Kamis, 29 November siang oleh salah seorang panitia," ujar Nico.
Dia mengklaim, setelah Sunjaya diciduk KPK melalui operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu 24 November 2018 sebenarnya uang tersebut diamankan panitia dan tidak dipakai untuk kegiatan. Karenanya kemudian panitia memutuskan untuk mengembalikan dana tersebut ke KPK.
"Kalau sesama kader kenal dengan SUN. Tapi saya enggak pernah berhubungan. Lha no hp-nya saja saya enggak tahu kok. Kalau kami tahu itu dana fee proyek pastinya kami tidak terima," ucapnya.
(mhd)