Hoaks Jelang Pilpres 2019 Sistematis dan Sangat Berbahaya
A
A
A
JAKARTA - Suhu politik jelang Pilpres 2019 dan Pemilu 2019 kian panas. Hal ini diperkuat dengan bertebarannya berita bohong (hoaks) sehingga berpotensi memecah belah masyakarat.
Salah satu yang menjadi momok adalah soal kasus Ratna Sarumpaet yang mengaku-ngaku dianiaya. Namun demikian, yang terjadi sebaliknya adalah Ratna telah menjalani operasi pelastik muka yang mengakibatkan mukanya lebab seperti habis dipukuli.
"Kami melihat situasi sekarang ini sudah merusak akal sehat dimana orang sudah sulit membedakan antara berita benar dan bohong. Ada yang bicara A, kemudian diklarifikasi tetapi tetap saja (mereka) bicara, karena itu (bagi mereka) berita penting, baik itu kebohongan atau bukan kebohongan," kata Koordinator Jejaring Anti Bohong (JAB), Sinnal Blegur dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Rabu (28/11/2018).
Situasi saat ini, lanjut dia, sudah sangat bahaya sehingga serangkaian kebohongan harus dilawan. Terlebih dirinya merasakan ketika melawan hal yang sama di masa Orde Baru.
"Karena kita melihat ini bahaya. Nah kami melihat ini harus dilawan. Apalagi kami punya pengalaman di Orde Baru. Kalau teman-teman belum merasakan, kami rata-rata adalah aktivis yang merasakan Orde Baru," ujarnya.
JAB memposisikan diri untuk melawan kebohongan-kebohongan yang dilakukan kubu Prabowo-Sandi. Terlebih, kebohongan-kebohongan itu tercatat dalam dokumen yang dimilikinya. "Kami tegas melawan itu," tuturnya.
Mantan Aktivis 98 ini mengatakan, kebohongan-kebohongan yang dilakukan kubu Prabowo-Sandi ini banyak. Selain kasus Ratna Sarumpaet, ada soal data 25 juta pemilih ganda, tuduhan Jokowi PKI, Jokowi mengkriminalisasi ulama dan anti Islam.
"Itulah kebohongan-kebohongan yang dilakukan. Data itu bukan sebenarnya. Itu bukan kebohongan yang tak sengaja. Itu bukan tanpa didisain, tapi memang didisain," jelasnya.
Tujuan penyebaran berita bohong tersebut bertujuan meraup kemenangan di 2019. "Ini memang bukan urusan penting, tetapi yang paling penting adalah, ini dilakukan menuju Pilpres 2019. Dari kebohongan kecil hingga kebohongan besarnya," tandasnya.
Salah satu yang menjadi momok adalah soal kasus Ratna Sarumpaet yang mengaku-ngaku dianiaya. Namun demikian, yang terjadi sebaliknya adalah Ratna telah menjalani operasi pelastik muka yang mengakibatkan mukanya lebab seperti habis dipukuli.
"Kami melihat situasi sekarang ini sudah merusak akal sehat dimana orang sudah sulit membedakan antara berita benar dan bohong. Ada yang bicara A, kemudian diklarifikasi tetapi tetap saja (mereka) bicara, karena itu (bagi mereka) berita penting, baik itu kebohongan atau bukan kebohongan," kata Koordinator Jejaring Anti Bohong (JAB), Sinnal Blegur dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Rabu (28/11/2018).
Situasi saat ini, lanjut dia, sudah sangat bahaya sehingga serangkaian kebohongan harus dilawan. Terlebih dirinya merasakan ketika melawan hal yang sama di masa Orde Baru.
"Karena kita melihat ini bahaya. Nah kami melihat ini harus dilawan. Apalagi kami punya pengalaman di Orde Baru. Kalau teman-teman belum merasakan, kami rata-rata adalah aktivis yang merasakan Orde Baru," ujarnya.
JAB memposisikan diri untuk melawan kebohongan-kebohongan yang dilakukan kubu Prabowo-Sandi. Terlebih, kebohongan-kebohongan itu tercatat dalam dokumen yang dimilikinya. "Kami tegas melawan itu," tuturnya.
Mantan Aktivis 98 ini mengatakan, kebohongan-kebohongan yang dilakukan kubu Prabowo-Sandi ini banyak. Selain kasus Ratna Sarumpaet, ada soal data 25 juta pemilih ganda, tuduhan Jokowi PKI, Jokowi mengkriminalisasi ulama dan anti Islam.
"Itulah kebohongan-kebohongan yang dilakukan. Data itu bukan sebenarnya. Itu bukan kebohongan yang tak sengaja. Itu bukan tanpa didisain, tapi memang didisain," jelasnya.
Tujuan penyebaran berita bohong tersebut bertujuan meraup kemenangan di 2019. "Ini memang bukan urusan penting, tetapi yang paling penting adalah, ini dilakukan menuju Pilpres 2019. Dari kebohongan kecil hingga kebohongan besarnya," tandasnya.
(poe)