Kubu Prabowo Sebut Jokowi Berlebihan Soal 'Kompor'
A
A
A
JAKARTA - Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Suhud Aliyudin menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) berlebihan (Lebay, red).Kritikan Suhud Aliyudin itu menyikapi pernyataan Presiden Jokowi yang menilai banyak pihak memanfaatkan momentum pilihan politik dengan membuat situasi menjadi panas alias kompor.
"Pak Jokowi jangan lebay," ujar Suhud Aliyudin dihubungi wartawan, Senin (26/11/2018).
Sebab, kata Direktur Pencapresan Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, masyarakat di lapisan bawah saat ini damai-damai saja. "Justru pernyataan Pak Jokowi dengan istilah kompor menambah daftar diksi yang justru akan memicu kegaduhan di masyarakat," katanya.
Karena, lanjut dia, masyarakat akan saling sindir menggunakan istilah yang dipopulerkan oleh Presiden Jokowi itu. Maka itu, dia menyarankan agar Presiden Jokowi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan bisa menggunakan diksi yang menyatukan masyarakat.
"Karena kenyataannya, masyarakat di lapis bawah damai-damai saja," ungkap dia.
Terlebih, dia melanjutkan, kehidupan masyarakat di lapisan bawah tergantung perilaku elitenya. "Jika para elitenya kerap memproduksi istilah-istilah yang provokatif, maka akan diikuti oleh para pengikut dan pendukungnya," ungkapnya.
Dia pun curiga bahwa Presiden Jokowi sengaja memunculkan sejumlah istilah baru untuk menghindari tuntutan publik terhadap janji-janji kampanye yang tak mampu ditepati. "Dan juga menghindari kampanye yang bersifat substantif," pungkasnya.
"Pak Jokowi jangan lebay," ujar Suhud Aliyudin dihubungi wartawan, Senin (26/11/2018).
Sebab, kata Direktur Pencapresan Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, masyarakat di lapisan bawah saat ini damai-damai saja. "Justru pernyataan Pak Jokowi dengan istilah kompor menambah daftar diksi yang justru akan memicu kegaduhan di masyarakat," katanya.
Karena, lanjut dia, masyarakat akan saling sindir menggunakan istilah yang dipopulerkan oleh Presiden Jokowi itu. Maka itu, dia menyarankan agar Presiden Jokowi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan bisa menggunakan diksi yang menyatukan masyarakat.
"Karena kenyataannya, masyarakat di lapis bawah damai-damai saja," ungkap dia.
Terlebih, dia melanjutkan, kehidupan masyarakat di lapisan bawah tergantung perilaku elitenya. "Jika para elitenya kerap memproduksi istilah-istilah yang provokatif, maka akan diikuti oleh para pengikut dan pendukungnya," ungkapnya.
Dia pun curiga bahwa Presiden Jokowi sengaja memunculkan sejumlah istilah baru untuk menghindari tuntutan publik terhadap janji-janji kampanye yang tak mampu ditepati. "Dan juga menghindari kampanye yang bersifat substantif," pungkasnya.
(dam)