Hariman Siregar Sebut Sikapi Beda Pilihan Politik dengan Dewasa
A
A
A
JAKARTA - Aktivis Malari Hariman Siregar menyatakan perbedaan preferensi politik dalam Pemilihan Presiden hendaknya disikapi dengan kedewasaan dalam perilaku politik sehingga kualitas demokrasi di Indonesia makin matang.
Hal itu disampaikan Hariman saat membuka Pertandingan Catur Aktivis Beregu antara Pro Jokowi-Ma'ruf Amin vs Pro Prabowo-Sandiaga Uno yang diselenggarakan oleh DPP Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) di Restoran Pempekita Jalan Duren Tiga Raya Jakarta Selatan, Sabtu (24/11/2018).
"Walaupun kita punya pilihan yang berbeda tapi saya selalu ingatkan tak perlu kita berkelahi. Dalam kompetisi, setelah pertandingan selesai kita kembali bersatu sebagai aktivis yang memperjuangkan kualitas demokrasi," kata Hariman.
Menurut Hariman, dalam demokrasi menang dan kalah adalah hal yang lumrah. Yang penting, bagaimana yang menang dapat mempersatukan kembali setiap perbedaan dalam sinergi untuk kemajuan dalam kesejahteraan bangsa.
Dikatakan Hariman, saat ini Indonesia dikategorikan dalam status demokrasi yang sudah terkonsolidasi dan semakin dewasa karena telah berhasil melalui sejumlah Pemilu dan Pilkada tanpa terjadinya kekerasan.
"Dalam konteks ini sebetulnya membanggakan, tapi sekaligus saya sendiri punya catatan bahwa demokrasi kita ini baru pada tahap prosedural dan kelemahannya dibajak oleh uang dan dibajak oleh elit-elit yang sebenarnya tidak terlalu memahami kualitas demokrasi seperti apa yang ingin kita capai," ucap Hariman.
Hariman menjelaskan empat prasyarat agar demokrasi di Indonesia lebih berkualitas. Pertama, menurut Hariman, pada garis besarnya demokrasi ditentukan oleh civil society yang kuat. Civil Society yang kuat itu bukan masyarakat sipil yang kuat, tapi kelompok warga negara yang memiliki komitmen pada kemajuan bangsa.
"Seperti kegiatan catur sekarang ini sebenarnya merupakan bukti bahwa kita sebagai Civil Society tidak ada masalah siapa menang siapa kalah," katanya.
Yang kedua adalah kepatuhan pada hukum (rule of Law). Menurut Hariman, supremasi hukum sangat terkait dengan perasaan keadilan, sehingga kekuasaan juga harus tunduk pada hukum dan aturan.
"Di Amerika, presiden Donald Trump ini dianggap menggunakan hukum untuk menekan kompetitornya yang disebut authoritarian competitiveness. Itu sebenarnya tidak boleh dan kita jangan terpancing ke arah sana," tegas Hariman.
Ketiga, adalah media yang tidak berpihak dan bebas. Sedangkan yang keempat adalah partai politik yang benar. "Di sini problem kita, kita bisa menilai sendiri bagaimana pers kita, dan kita juga susah mengatakan masih ada nggak partai politik yang benar," kata Hariman.
Pertandingan catur ini diikuti oleh masing-masing kelompok berjumlah 10 orang. Kelompok Pro Jokowi-Ma’ruf mengenakan baju berwarna merah, sedangkan Pro Prabowo-Sandiaga memakai baju berwarna putih.
Pertandingan catur ini diikuti oleh 20 orang, masing-masing 10 aktivis pendukung Prabowo dan 10 aktivis pendujung Jokowi. Mereka yang merupakan pendukung Prabowo antara lain Agus Lenon, Gde Siriana, Ultra Syahbunan, dan Dodi Guntoro Paskah Irianto.
Sedangkan aktivis pendukung Jokowi antara lain Jemek Wibowo Arif, Bambang Budiono, Mulyadi Widjaja, Syarif Syehbubakar, dan Aspian Noor.
Hal itu disampaikan Hariman saat membuka Pertandingan Catur Aktivis Beregu antara Pro Jokowi-Ma'ruf Amin vs Pro Prabowo-Sandiaga Uno yang diselenggarakan oleh DPP Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) di Restoran Pempekita Jalan Duren Tiga Raya Jakarta Selatan, Sabtu (24/11/2018).
"Walaupun kita punya pilihan yang berbeda tapi saya selalu ingatkan tak perlu kita berkelahi. Dalam kompetisi, setelah pertandingan selesai kita kembali bersatu sebagai aktivis yang memperjuangkan kualitas demokrasi," kata Hariman.
Menurut Hariman, dalam demokrasi menang dan kalah adalah hal yang lumrah. Yang penting, bagaimana yang menang dapat mempersatukan kembali setiap perbedaan dalam sinergi untuk kemajuan dalam kesejahteraan bangsa.
Dikatakan Hariman, saat ini Indonesia dikategorikan dalam status demokrasi yang sudah terkonsolidasi dan semakin dewasa karena telah berhasil melalui sejumlah Pemilu dan Pilkada tanpa terjadinya kekerasan.
"Dalam konteks ini sebetulnya membanggakan, tapi sekaligus saya sendiri punya catatan bahwa demokrasi kita ini baru pada tahap prosedural dan kelemahannya dibajak oleh uang dan dibajak oleh elit-elit yang sebenarnya tidak terlalu memahami kualitas demokrasi seperti apa yang ingin kita capai," ucap Hariman.
Hariman menjelaskan empat prasyarat agar demokrasi di Indonesia lebih berkualitas. Pertama, menurut Hariman, pada garis besarnya demokrasi ditentukan oleh civil society yang kuat. Civil Society yang kuat itu bukan masyarakat sipil yang kuat, tapi kelompok warga negara yang memiliki komitmen pada kemajuan bangsa.
"Seperti kegiatan catur sekarang ini sebenarnya merupakan bukti bahwa kita sebagai Civil Society tidak ada masalah siapa menang siapa kalah," katanya.
Yang kedua adalah kepatuhan pada hukum (rule of Law). Menurut Hariman, supremasi hukum sangat terkait dengan perasaan keadilan, sehingga kekuasaan juga harus tunduk pada hukum dan aturan.
"Di Amerika, presiden Donald Trump ini dianggap menggunakan hukum untuk menekan kompetitornya yang disebut authoritarian competitiveness. Itu sebenarnya tidak boleh dan kita jangan terpancing ke arah sana," tegas Hariman.
Ketiga, adalah media yang tidak berpihak dan bebas. Sedangkan yang keempat adalah partai politik yang benar. "Di sini problem kita, kita bisa menilai sendiri bagaimana pers kita, dan kita juga susah mengatakan masih ada nggak partai politik yang benar," kata Hariman.
Pertandingan catur ini diikuti oleh masing-masing kelompok berjumlah 10 orang. Kelompok Pro Jokowi-Ma’ruf mengenakan baju berwarna merah, sedangkan Pro Prabowo-Sandiaga memakai baju berwarna putih.
Pertandingan catur ini diikuti oleh 20 orang, masing-masing 10 aktivis pendukung Prabowo dan 10 aktivis pendujung Jokowi. Mereka yang merupakan pendukung Prabowo antara lain Agus Lenon, Gde Siriana, Ultra Syahbunan, dan Dodi Guntoro Paskah Irianto.
Sedangkan aktivis pendukung Jokowi antara lain Jemek Wibowo Arif, Bambang Budiono, Mulyadi Widjaja, Syarif Syehbubakar, dan Aspian Noor.
(maf)