Menakar Kelayakan Gaji Guru

Kamis, 22 November 2018 - 07:17 WIB
Menakar Kelayakan Gaji Guru
Menakar Kelayakan Gaji Guru
A A A
PEGAWAI negeri sipil (PNS) termasuk guru adalah profesi yang kerap menjadi perbincangan setiap menjelang pemilu. Lazim terjadi setahun sebelum pemilu digelar, pemerintah yang berkuasa akan mengeluarkan kebijakan menaikkan gaji bagi PNS, termasuk guru. Alasannya adalah demi peningkatan kesejahteraan para abdi negara tersebut. Alasan ini tentu logis, terutama ketika harga-harga kebutuhan pokok sedang naik. Namun, sulit dimungkiri bahwa kebijakan populis seperti itu bernuansa politis, yakni demi mendapat dukungan politik menjelang pemilihan presiden.Berkaca pada realitas tersebut, maka tak heran berbagai iming-iming dijanjikan kepada guru pada tahun politik ini. Fakta terbaru, Ketua Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi, Mardani Ali Sera mengusulkan agar gaji guru dinaikkan hingga Rp20 juta/bulan. Hal itu menurut dia akan direalisasikan jika nanti Prabowo-Sandi terpilih menjadi presiden dan wakil presiden. Jika pendekatannya hitung-hitungan anggaran, wacana Mardani ini terkesan tidak logis bahkan terkesan mustahil. Bagaimana mungkin menaikkan gaji guru hingga berkali-kali lipat ketika kondisi keuangan negara saat ini yang tidak cukup baik? Namun, jika wacana itu dilontarkan untuk kepentingan politik semata maka itu menjadi wajar. Politisi atau kandidat akan menggunakan berbagai cara dalam rangka merebut dukungan publik setiap menjelang pemilu. Persoalan apakah itu nanti bisa terealisasi atau tidak, itu perkara belakangan.Sebelumnya kubu Jokowi-Ma’ruf Amin sebenarnya juga memanfaatkan isu seperti ini. Belakangan ini ramai dibicarakan soal kebijakan pemerintah menaikkan gaji PNS, termasuk guru pada tahun depan. Banyak pihak yang menilai ini juga bagian dari strategi merebut dukungan publik menjelang Pemilu 2019.
Prabowo telah membantah pernyataan tim suksesnya soal kenaikan gaji guru Rp20 juta tersebut. Menurutnya, janji itu tidak sesuai dengan kondisi keuangan negara saat ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani juga angkat bicara. Dia menyebut alokasi anggaran pendidikan saat ini mencapai Rp429 triliun pada 2019. Adapun alokasi khusus untuk guru juga cukup besar di APBN. Menurut mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu, semua komponen bangsa memiliki kesamaan pandang, yaitu ingin memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Namun, dia meminta agar ide seperti itu sebelumnya dihitung cermat, baik soal berapa jumlah guru, berapa kebutuhan anggarannya, dan apakah kebutuhan anggaran itu kemudian.
Saat ini, kata dia, untuk gaji termasuk tunjangan profesi guru yang dialokasikan melalui transfer ke daerah untuk bidang bantuan operasional sekolah (BOS) maupun tunjangan guru mencapai Rp117 triliun.Berapakah sesungguhnya gaji guru saat ini? Selama ini gaji bersih guru per bulan untuk golongan tertinggi sebesar Rp4,8 juta. Jumlah ini berlaku untuk golongan 4a golongan tertinggi, yang masa kerjanya 25 tahun.
Ada tambahan lain untuk guru yang bersertifikasi sebesar Rp3,8 juta hingga Rp4 jutaan. Total yang diterima bisa mencapai Rp9 juta. Nah, jika gaji naik menjadi Rp20 juta, atau lebih dua kali lipat dari sekarang, maka bisa dibayangkan betapa besarnya beban APBN nanti.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy pada sebuah rapat kerja di DPR pada Juni 2018 menyebut jumlah guru secara nasional 3,017 juta orang. Jumlah tersebut meliputi guru dengan status PNS dan honorer baik yang mengajar di sekolah negeri maupun swasta. Guru bukan PNS di sekolah negeri 735.000, guru bukan PNS di sekolah swasta 790.000. Maka total guru bukan PNS 1,5 juta, sedangkan total guru PNS di sekolah negeri dan swasta 1,4 juta.
Terlepas logis atau tidak untuk direalisasikan, pernyataan kubu Prabowo-Sandi tersebut tetap menarik disimak. Intinya, terdapat kecenderungan dari pasangan kandidat calon presiden dan wakil presiden menggunakan isu-isu populis dalam rangka merebut dukungan elektoral. Ini tentu bukan hal yang dilarang dalam politik, namun akan lebih bijak jika kubu capres-cawapres tidak semata menjadikan guru sebagai komoditas politik. Masalah guru bukan hanya soal gaji yang perlu dinaikkan.
Terdapat masalah lain yang sebenarnya lebih membutuhkan solusi, misalnya, bagaimana mengangkat guru honorer menjadi PNS. Ada ribuan honorer K2 yang kini sedang menanti kejelasan nasib. Aksi para guru honorer K2 berunjuk rasa hingga menginap di jalanan seberang Istana akhir Oktober 2018 seharusnya dicarikan solusi. Faktanya, Presiden Joko Widodo saat itu menolak menanggapi aksi demonstrasi yang diklaim diikuti 70.000 guru honorer tersebut. Pihak Istana juga tidak memberikan solusi yang bisa memenuhi tuntutan para guru.
Masalah lain adalah pemerataan guru. Masih banyak daerah, terutama di kawasan terluar, terdepan, dan terpencil Indonesia yang membutuhkan guru. Perlu kebijakan yang lebih baik lagi demi mendorong percepatan distribusi guru ke daerah-daerah seperti ini.
Mungkin lontaran kubu Prabowo soal gaji guru Rp20 juta terdengar tidak logis untuk saat ini. Namun, ada pesan di balik itu, yakni sesungguhnya nasib guru perlu mendapat perhatian dari pemerintah. Perlu ada keberpihakan yang nyata, misalnya membuat standar gaji minimum bagi guru sehingga ke depan tak perlu lagi ada guru honorer dan guru non-PNS yang digaji tidak layak.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4553 seconds (0.1#10.140)