Kisah Kasmayadi, dari Pilu Liburan Hingga Akhirnya Jadi Relawan

Senin, 19 November 2018 - 15:38 WIB
Kisah Kasmayadi, dari...
Kisah Kasmayadi, dari Pilu Liburan Hingga Akhirnya Jadi Relawan
A A A
Liburan asyik Kasmayadi bersama istri dan anak-anak tercinta berubah total saat tiba-tiba gempa bumi dan tsunami mengoyak Palu, Sulawesi Tengah, pada 28 September 2018 lalu.

Keinginannya cuti untuk membahagiakan keluarga karena lama tak jumpa pun sirna. Hal yang ada hanya banjir air mata di mana-mana. Kasmayadi pun dilanda kepedihan tak terkira. Beruntung, di tengah musibah dahsyat itu, bapak dari tiga anak ini masih diberi panjang umur.

Dia semakin bersyukur karena istri, anak, dan adiknya, juga berhasil lolos dari maut saat musibah menerjang. Kasmayadi sebenarnya merupakan warga kelahiran Palu, tapi telah pindah selama 10 tahun ke Kalimantan Tengah untuk bekerja di perkebunan kelapa sawit milik Sinar Mas Agribusiness and Food. Ketika terjadi bencana tsunami dan gempa Palu, lelaki berusia 33 tahun ini sedang cuti bekerja untuk mengunjungi keluarganya di Palu.

“Saya memang sudah merencanakan cuti agak panjang, yakni 23-30 Sep tember 2018 untuk mengunjungi keluarga di Palu. Sudah kangen dengan mereka,” tuturnya menceritakan kisahnya. Pada 28 September, dia lantas mengajak keluarganya ke acara Palu Nomoni.

Kasmayadi bersama istri, tiga anak, dan adiknya, memang sudah lama berencana mengikuti acara itu. Setelah selesai acara, menjelang magrib, Kasmayadi hendak menunaikan salat sehingga meninggalkan istri dan ketiga anaknya. Dia bersama adiknya lantas mencari musala terdekat. Tiba-tiba saat di musala terjadi gempa dahsyat yang disusul dengan tsunami. Saat gempa itu, kebetulan dia dan adiknya berada di anjungan.

Seketika anjungan itu roboh dan tsunami pertama perlahan mulai menghantam bibir pantai. Saat tsunami pertama itu, dia dan adiknya sempat terendam air laut. Kemudian mereka lari secepatnya dan terdorong ke pagar serta kembali ke bangunan yang lebih tinggi.

“Saya sempat hanyut. Kemudian ketika terdorong ke pagar, saya lempar adik saya ke bangunan yang lebih tinggi sehingga kami berdua selamat. Tapi saya terpisah dengan istri dan tiga anak,” ujarnya. Saat tsunami kedua menghantam, Kasmayadi dan adiknya sudah berada di depan panggung sehingga cuma terkena tempias air.

Kemudian mereka berdua lari ke tempat lebih tinggi. Kasmayadi langsung mencari istri dan tiga anaknya yang terpisah. Dia pun berjalan tidak tentu arah. Hal yang semakin dia panik, ponsel dan listrik mati sehingga kondisi kota semrawut. “Akhirnya selama 8 jam mencari, jam 3 subuh saya baru bertemu dengan istri dan ketiga anak saya. Alhamdulillah, mereka selamat semua,” ucapnya.

Dia dan keluarganya sangat bersyukur selamat dari bencana itu. “Serasa dapat kehidupan kedua kami sekeluarga, tidak terbayang bagaimana rasa syukur kami bisa selamat dari bencana tersebut,” ujarnya.

Selamat dari bencana membuat Kasmayadi makin mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Kuasa serta memperbanyak berbuat baik kepada sesama. Dia pun termotivasi untuk menjadi relawan di lokasi bencana, tanpa menghiraukan trauma pascabencana.

“Setelah keluarga dievakuasi, saya langsung kontak manajer untuk meminta izin menjadi relawan selama di Palu bersama Tim Relawan Sinar Mas Tzu Chi,” katanya. Kondisi Palu yang memprihatinkan membuat dia tergerak. Selama dua pekan jadi relawan, kata dia, Kasmayadi membantu evakuasi korban, mendistribusikan bahan makanan, hingga mengawal tim medis.

Satu hal membuat dirinya terharu dan terkenang selalu setelah selamat dari bencana tsunami dan gempa Palu. Saat selamat dari tsunami kedua, dia ingat sempat kehausan sekali kala mencari keluarganya. Ketika berusaha mencari tempat aman, dia ditolong oleh seorang keturunan Tionghoa.

“Sementara istri dan anak saya ditolong jemaat gereja. Jadi dalam tolong-menolong, kita jangan memandang suku, agama, ras, dan golongan (sara). Karena kita tidak tahu siapa yang menolong jika ditimpa musibah,” ujarnya.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0949 seconds (0.1#10.140)