Perkawinan Anak Menjadi Isu Krusial pada IYMWF Fatayat NU
A
A
A
JAKARTA - Penyelenggaraan International Young Muslim Women Forum (IYMWF) oleh Pimpinan Pusat Fatayat Nahdlatul Ulama (PP Fatayat NU) di Hotel Aryaduta, Jakarta, diisi sejumlah pembicara.
Total ada 13 pembicara yang terbagi dalam empat sesi. Topik pertama, Creative Ways on Peace Building Efforts, diisi oleh Badriyah Fayumi (Direktur Mahasina Pesantren), Rozana Isa (Direktur Eksekutif Sisters in Islam Malaysia), Hilda Rolobessy (PW Fatayat NU Ambon), dan Parasto Yari dari Afghanistan.
Tema Islam Nusantara menjadi sentral poin pada sesi ini. Sejumlah titik penting yang disampaikan adalah seputar bagaimana Islam memandang perempuan terkait peranan publiknya. Di samping itu, perempuan memiliki andil besar dalam mencipta perdamaian. Hilda Rolobessy, Sekretaris Fatayat NU Ambon adalah salah seorang tokoh perempuan yang memfasilitasi konflik Ambon tahun 2011.
Topik kedua, Creative Ways on Inclusive Education menghadirkan Nisa Feliciafaris (Dekan Fakultas Pendidikan Universitas Sampoerna), Baiq Mulianah (Pesantren NU Al Mansyuriyah NTB), Natasha Hill (Football United Australia), dan Nurul Saadah Andriani (Institusi SAPDA).
Baiq Mulianah menerapkan sistem pendidikan gratis bagi anak-anak suku Sasak yang bersedia belajar di pesantren hingga lulus SMA. Ini adalah salah satu usaha mengurangi potensi merariq kodek, praktik perkawinan anak atas alasan adat istiadat.
"Kebanyakan yang melatarbelakangi merariq adalah faktor kemiskinan, mitos masyarakat dan budaya. Merariq adalah melarikan anak gadis orang dan dia dilarang pulang sebelum dinikahkan," katanya.
Seperti diketahui, NTB adalah salah satu provinsi dengan angka perkawinan anak yang cukup tinggi. Tercatat masih lebih dari 45% dari perkawinan anak di Indonesia terjadi di pulau seribu masjid ini.
Sementara itu, merariq yang sudah mengakar sulit dihentikan karena hal ini diapresiasi sebagai simbol kearifN lokal, perjuangan dan tanggungjawab. Alhasil, semua pihak termasuk akademisi pendidikan merasa terpanggil untuk melakukan terobosan pendidikan inklusi seperti banyak hal yang dilakukan oleh Baiq Mulianah.
Topik ketiga membincang Creative Ways to Strengthen Women's Leadership dengan pembicara Tammy Kenyatta (Political Officer US Embassy Jakarta), Chusnunia Chalim (Wagub Terpilih Provinsi Lampung), Abida Rafique (ARF Pakistan). Kegiatan ini akan berlangsung sampai tanggal 28 Oktoberfest nanti.
Total ada 13 pembicara yang terbagi dalam empat sesi. Topik pertama, Creative Ways on Peace Building Efforts, diisi oleh Badriyah Fayumi (Direktur Mahasina Pesantren), Rozana Isa (Direktur Eksekutif Sisters in Islam Malaysia), Hilda Rolobessy (PW Fatayat NU Ambon), dan Parasto Yari dari Afghanistan.
Tema Islam Nusantara menjadi sentral poin pada sesi ini. Sejumlah titik penting yang disampaikan adalah seputar bagaimana Islam memandang perempuan terkait peranan publiknya. Di samping itu, perempuan memiliki andil besar dalam mencipta perdamaian. Hilda Rolobessy, Sekretaris Fatayat NU Ambon adalah salah seorang tokoh perempuan yang memfasilitasi konflik Ambon tahun 2011.
Topik kedua, Creative Ways on Inclusive Education menghadirkan Nisa Feliciafaris (Dekan Fakultas Pendidikan Universitas Sampoerna), Baiq Mulianah (Pesantren NU Al Mansyuriyah NTB), Natasha Hill (Football United Australia), dan Nurul Saadah Andriani (Institusi SAPDA).
Baiq Mulianah menerapkan sistem pendidikan gratis bagi anak-anak suku Sasak yang bersedia belajar di pesantren hingga lulus SMA. Ini adalah salah satu usaha mengurangi potensi merariq kodek, praktik perkawinan anak atas alasan adat istiadat.
"Kebanyakan yang melatarbelakangi merariq adalah faktor kemiskinan, mitos masyarakat dan budaya. Merariq adalah melarikan anak gadis orang dan dia dilarang pulang sebelum dinikahkan," katanya.
Seperti diketahui, NTB adalah salah satu provinsi dengan angka perkawinan anak yang cukup tinggi. Tercatat masih lebih dari 45% dari perkawinan anak di Indonesia terjadi di pulau seribu masjid ini.
Sementara itu, merariq yang sudah mengakar sulit dihentikan karena hal ini diapresiasi sebagai simbol kearifN lokal, perjuangan dan tanggungjawab. Alhasil, semua pihak termasuk akademisi pendidikan merasa terpanggil untuk melakukan terobosan pendidikan inklusi seperti banyak hal yang dilakukan oleh Baiq Mulianah.
Topik ketiga membincang Creative Ways to Strengthen Women's Leadership dengan pembicara Tammy Kenyatta (Political Officer US Embassy Jakarta), Chusnunia Chalim (Wagub Terpilih Provinsi Lampung), Abida Rafique (ARF Pakistan). Kegiatan ini akan berlangsung sampai tanggal 28 Oktoberfest nanti.
(mhd)