Pindah Domisili dan Buat E-KTP Tak Perlu Pengantar RT/RW dan Desa
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegaskan bahwa untuk mengurus pindah domisili, masyarakat tidak perlu surat pengantar RT/RW, desa ataupun kecamatan. Masyarakat hanya perlu membawa fotocopy kartu keluarga (KK).
Sebagaimana pasal 15 ayat 2 Undang-Undang (UU) No. 24/2013 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk), mengamanatkan bahwa penduduk yang sudah berdomisili di alamat baru lebih dari satu tahun ataupun yang kurang, maka penduduk tersebut harus mengurus kepindahannya.
“Kita menegaskan kembali bahwa itu tidak perlu. Kita tegaskan dengan surat edaran kepada disdukcapil di daerah. Saya turun ke daerah ada kabupaten yang mengharuskan dengan pengantar RT/RW. Jadi saya tegaskan,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh, Jumat (12/10/2018).
Dia meminta agar dalam melayani masyarakat mengurus kepindahan, para aparat di disdukcapil berpedoman pada surat bernomor 471.12/18749/Dukcapil tanggal 10 Oktober 2018. Di dalam surat tersebut terdapat mekanisme layanan surat pindah penduduk. Zudan berharap hal ini dapat membuat layanan lebih cepat dan mudah.
“Penduduk yang datanya telah tercantum dalam database kependudukan dan akan mengurus kepindahannya, cukup datang ke disdukcapil sesuai alamat e-KTP atau KK dengan membawa fotocopy KK,” tegasnya.
Setelah menerima usulan kepindahan, disdukcapil daerah asal akan menerbitkan surat keterangan pindah warga negara Indonesia (SKPWNI). Sementara untuk disdukcapil daerah tujuan akan menerbitkan KK dan e-KTP baru sesuai dengan domisili baru.
“KK dan e-KTP baru diserahkan kepada penduduk sekaligus menarik e-KTP yang lama. Terhadap penduduk yang mencantumkan alamat baru pada SKPWNI tapi bukan merupakan rumah pribadi maka perlu melampirkan surat pernyataan tidak keberatan penggunaan alamat dalam dokumen kependudukan dari pemilik rumah,” jelasnya.
Zudan menambahkan, dalam pengajuan SKPWNI dapat dibantu dengan cara komunikasi melalui e-mail atau media elektronik lainnya antar disdukcapil asal dan tujuan. Dia juga meminta disdukcapil menyampaikan rekap perpindahan penduduk sebagaimana kepada kecamatan, desa/kelurahan secara reguler.
“Rekap data disampaikan sekurang-kurangnya dua kali dalam satu bulan,” tuturnya.
Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Robert Endi Jaweng menilai kebijakan tersebut tepat. Pasalnya dia menilai pengantar RT/RW ataupun kelurahan tidak terlalu penting.
"Malah sebenarnya menciptakan praktik perburuan pungli di tingkatan itu. Ini seperti urus perizinan seringkali rekomendasi RT/RW dijadikan lahan untuk mendapatkan uang," ungkapnya.
Dia mengatakan, dalam hal perpindahan penduduk dan dokumen catatan sipil harus dimaknai sebagai hak dasar. Menurutnya, dengan hanya mensyaratkan fotocopy KK sudah cukup. Pasalnya pengurusan KK sebelumnya pun pasti melalui proses yang sama.
"Ini kuncinya database. Dimana data kependudukan yang terintergrasi. Dengan mekanisme ini maka tidak mengulang-ulang proses yang sudah dilalui. Jadi KK itu sudah menunjukan dimana kita berdomisili. Ini membendung di hulu praktik penyimpangan," paparnya.
Endi berharap pemerintah melakukan kontrol secara maksimal. Dengan begitu kebijakan ini dapat terimplementasi sampai pada tataran bawah. "Ini harus dibangun sistem kontrol yang intesnif. Jangan sampai sistem sudah dibangun tapi masih ada praktik-praktik menyimpang," ujar dia.
Sebagaimana pasal 15 ayat 2 Undang-Undang (UU) No. 24/2013 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk), mengamanatkan bahwa penduduk yang sudah berdomisili di alamat baru lebih dari satu tahun ataupun yang kurang, maka penduduk tersebut harus mengurus kepindahannya.
“Kita menegaskan kembali bahwa itu tidak perlu. Kita tegaskan dengan surat edaran kepada disdukcapil di daerah. Saya turun ke daerah ada kabupaten yang mengharuskan dengan pengantar RT/RW. Jadi saya tegaskan,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh, Jumat (12/10/2018).
Dia meminta agar dalam melayani masyarakat mengurus kepindahan, para aparat di disdukcapil berpedoman pada surat bernomor 471.12/18749/Dukcapil tanggal 10 Oktober 2018. Di dalam surat tersebut terdapat mekanisme layanan surat pindah penduduk. Zudan berharap hal ini dapat membuat layanan lebih cepat dan mudah.
“Penduduk yang datanya telah tercantum dalam database kependudukan dan akan mengurus kepindahannya, cukup datang ke disdukcapil sesuai alamat e-KTP atau KK dengan membawa fotocopy KK,” tegasnya.
Setelah menerima usulan kepindahan, disdukcapil daerah asal akan menerbitkan surat keterangan pindah warga negara Indonesia (SKPWNI). Sementara untuk disdukcapil daerah tujuan akan menerbitkan KK dan e-KTP baru sesuai dengan domisili baru.
“KK dan e-KTP baru diserahkan kepada penduduk sekaligus menarik e-KTP yang lama. Terhadap penduduk yang mencantumkan alamat baru pada SKPWNI tapi bukan merupakan rumah pribadi maka perlu melampirkan surat pernyataan tidak keberatan penggunaan alamat dalam dokumen kependudukan dari pemilik rumah,” jelasnya.
Zudan menambahkan, dalam pengajuan SKPWNI dapat dibantu dengan cara komunikasi melalui e-mail atau media elektronik lainnya antar disdukcapil asal dan tujuan. Dia juga meminta disdukcapil menyampaikan rekap perpindahan penduduk sebagaimana kepada kecamatan, desa/kelurahan secara reguler.
“Rekap data disampaikan sekurang-kurangnya dua kali dalam satu bulan,” tuturnya.
Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Robert Endi Jaweng menilai kebijakan tersebut tepat. Pasalnya dia menilai pengantar RT/RW ataupun kelurahan tidak terlalu penting.
"Malah sebenarnya menciptakan praktik perburuan pungli di tingkatan itu. Ini seperti urus perizinan seringkali rekomendasi RT/RW dijadikan lahan untuk mendapatkan uang," ungkapnya.
Dia mengatakan, dalam hal perpindahan penduduk dan dokumen catatan sipil harus dimaknai sebagai hak dasar. Menurutnya, dengan hanya mensyaratkan fotocopy KK sudah cukup. Pasalnya pengurusan KK sebelumnya pun pasti melalui proses yang sama.
"Ini kuncinya database. Dimana data kependudukan yang terintergrasi. Dengan mekanisme ini maka tidak mengulang-ulang proses yang sudah dilalui. Jadi KK itu sudah menunjukan dimana kita berdomisili. Ini membendung di hulu praktik penyimpangan," paparnya.
Endi berharap pemerintah melakukan kontrol secara maksimal. Dengan begitu kebijakan ini dapat terimplementasi sampai pada tataran bawah. "Ini harus dibangun sistem kontrol yang intesnif. Jangan sampai sistem sudah dibangun tapi masih ada praktik-praktik menyimpang," ujar dia.
(pur)