Pemimpin Harapan Rakyat
A
A
A
Bambang Istianto
Wakil Ketua Asosiasi Ilmuwan Administrasi Negara, Direktur Eksekutif Center of Public Policy Studies Institut Stiami Jakarta
DALAM masyarakat modern maupun tradisional kehadiran pemimpin mutlak diperlukan. Keberadaan pemimpin membuat masyarakat merasa tenteram dan memiliki harapan. Fungsi pemimpin pada hakikatnya melindungi rakyatnya dari mara bahaya yang mengancam kehidupannya. Demikian pula pemimpin memberikan harapan terhadap rakyatnya atas nasibnya ke arah yang lebih baik. Pernyataan di atas dipertegas oleh David Osborne (1992 ) yang mengatakan, “Tidak ada yang lebih penting kecuali ‘pemimpin’. Baik presiden, gubernur, wali kota, dan pemimpin informal. “Menurut pendapat ahli tersebut terdapat dua jenis pemimpin, yaitu “pemimpin formal dan informal”. Presiden, gubernur, dan wali kota disebut pemimpin formal. Sedangkan pemimpin informal misalnya ulama atau tokoh masyarakat. Dewasa ini tren masyarakat modern, pemimpin formal lebih berpengaruh karena memiliki otoritas menentukan arah nasib rakyat melalui kebijakan publik yang dibuatnya. Dalam teori kepemimpinan misalnya “traits theory“ dalam masyarakat kehadiran pemimpin itu dilahirkan atau tidak dilahirkan (Lead is born or not born, Steve Wolinski, 2010). Dalam teori ini bahwa keberhasilan dan kualitas pemimpin ditentukan oleh “kepribadian (personality) dan kemampuannya (ability). Rakyat mengharapkan pemimpin itu harus orang baik dan mampu menyelesaikan persoalan masyarakat seberat apa pun.
Pemimpin Ideal
Rakyat dalam memilih pemimpin keinginannya ideal dan ekspektasi tinggi. Pemimpin harus memiliki kepribadian (personality) yang mumpuni dan kemampuan (ability) yang hebat dan heroik. Untuk itu, pemikiran pemimpin harus sesuai dengan keinginan rakyatnya. Misalnya pemimpin ideal yakni seorang pemimpin mampu sebagai “desainer, teaching, sekaligus steaward“ (Sange, 1990). Dalam sejarah dunia setiap negara pernah melahirkan pemimpin yang hebat dan legendaris kaliber dunia. Di India, Mahatma Gandi pemimpin yang disegani dunia dan terkenal dengan prinsip hidupnya yang disebut “ Swadesi”. Di Indonesia Bung Karno pemimpin yang kharismatik dan orator ulung. Mampu menggelorakan semangat nasionalisme dan patriotisme rakyatnya. Di Afrika Selatan, Nelson Mandela dengan prinsip hidupnya melawan politik apartheid. Tiga pemimpin besar tersebut dapat menjadi contoh sosok pemimpin ideal.
Risiko Pemimpin
Namun, di lain pihak faktanya seorang pemimpin bisa jatuh atau dijatuhkan rakyatnya. Kejatuhan seorang pemimpin umumnya disebabkan oleh krisis yang dihadapi yaitu krisis politik dan ekonomi. Karena itu, pemimpin yang unggul yaitu yang memiliki kemampuan menyelesaikan krisis tanpa pertumpahan darah. Secara empirik tentang pemimpin di Indonesia mengalami peristiwa cukup tragis. Para pemimpin jatuh dan dijatuhkan misalnya Presiden pertama Soekarno dijatuhkan menghadapi krisis politik peristiwa G 30 S PKI dan sekaligus krisis ekonomi inflasi mencapai 600%. Sedangkan Presiden kedua Soeharto jatuh karena krisis moneter dengan kenaikan kurs satu dolar mencapai Rp14.000. Presiden Abdurrahman Wahid dilengserkan karena krisis kepercayaan. Penjelasan di atas menggambarkan bahwa sosok pemimpin dalam perjalanan masa kepemimpinannya tidak lepas menghadapi krisis. Dengan demikian, setiap pemimpin menghadapi tantangannya masing-masing. Karena itu, seorang pemimpin menghadapi risiko yang terburuk suatu keniscayaan.
Tantangan Pemimpin
Pada 2019 Indonesia akan menghadapi pesta demokrasi memilih pemimpin nasional. Banyak kalangan mengatakan siapa pun jadi pemimpin di Indonesia menghadapi tantangan berat. Sering dikatakan, Indonesia sebagai negara yang kaya sumber daya alam yang melimpah, tetapi di bawah tekanan global faktanya tidak mampu secara mandiri mengelola kekayaan tersebut sesuai amanat konstitusi dasar. Alasan klasik para policy maker Indonesia tidak memiliki kecakapan dan anggaran yang cukup. Namun, kini yang justru sedang terjadi Indonesia negara kapitalis telah menguasai sumber daya alam Indonesia. Penguasaan kekayaan alam melalui berbagai cara salah satunya privatisasi. Namun, tantangan berat tidak hanya persoalan ekonomi seperti dijelaskan di atas, melainkan juga persoalan politik dan ideologi. Misalnya menguatnya islamofobia dan isu kebangkitan komunisme.
Dalam pemilihan umum presiden dan wakil presiden yang akan datang para kandidat capres dan cawapres pilihan prioritas dipastikan menjual gagasan fokus di bidang ekonomi. Sesungguhnya Indonesia sedang berhadapan dengan sistem neokolonialisme. Tren perkembangan global, Indonesia sudah terperangkap oleh sebuah sistem yang disebut kapitalisme global. Faktanya suka atau tidak suka Indonesia tidak bisa lepas mengikuti arus pasar bebas, perdagangan bebas, liberalisasi ekonomi, dan privatisasi. Gurita kapitalisme global berimplikasi terhadap hilangnya kedaulatan ekonomi, bahkan menjadi negara budak (Andrew Hitchcock, dalam Istianto, 2017). Selain itu, persoalan utang luar negeri pada 2018 juga mencapai Rp4. 363 triliun sudah mengkhawatirkan. Karena itu, dengan terlilitnya utang luar negeri menjadikan sumber daya alam dikuasai asing (Andullah Althail, 2008 dalam Istianto, 2013).
Beberapa catatan tantangan bidang ekonomi, politik, dan ideologi serta birokrasi pemerintahan di atas harus menjadi agenda utama kampanye para calon pemimpin yang akan berkontestasi di laga pemilu presiden pada 2019. Menjual gagasan dengan menyampaikan solusi yang diminati publik.
Pemimpin Keinginan Rakyat
Pemimpin yang diinginkan rakyat adalah dia yang memiliki kemampuan (ability) mengembalikan kedaulatan negara dari tekanan kekuatan asing. Boleh jadi para penguasa tidak menyadari bahwa kedaulatan negara telah lepas. Indikasi tren tersebut yakni upaya buy back PT Indosat yang telah diprivatisasi hingga saat ini belum berhasil. Mungkin presiden sudah lupa dengan janjinya. Menjawab tantangan di atas diperlukan pemimpin yang visioner, demokratis, berani, heroik, dan patriotik serta problem solver. Sesungguhnya harapan masyarakat sederhana, tercukupi sandang, pangan, dan papan. Dengan tampilnya sosok pemimpin di atas, semoga harapan masyarakat akan terwujud. Wallahualam bisawab.
Wakil Ketua Asosiasi Ilmuwan Administrasi Negara, Direktur Eksekutif Center of Public Policy Studies Institut Stiami Jakarta
DALAM masyarakat modern maupun tradisional kehadiran pemimpin mutlak diperlukan. Keberadaan pemimpin membuat masyarakat merasa tenteram dan memiliki harapan. Fungsi pemimpin pada hakikatnya melindungi rakyatnya dari mara bahaya yang mengancam kehidupannya. Demikian pula pemimpin memberikan harapan terhadap rakyatnya atas nasibnya ke arah yang lebih baik. Pernyataan di atas dipertegas oleh David Osborne (1992 ) yang mengatakan, “Tidak ada yang lebih penting kecuali ‘pemimpin’. Baik presiden, gubernur, wali kota, dan pemimpin informal. “Menurut pendapat ahli tersebut terdapat dua jenis pemimpin, yaitu “pemimpin formal dan informal”. Presiden, gubernur, dan wali kota disebut pemimpin formal. Sedangkan pemimpin informal misalnya ulama atau tokoh masyarakat. Dewasa ini tren masyarakat modern, pemimpin formal lebih berpengaruh karena memiliki otoritas menentukan arah nasib rakyat melalui kebijakan publik yang dibuatnya. Dalam teori kepemimpinan misalnya “traits theory“ dalam masyarakat kehadiran pemimpin itu dilahirkan atau tidak dilahirkan (Lead is born or not born, Steve Wolinski, 2010). Dalam teori ini bahwa keberhasilan dan kualitas pemimpin ditentukan oleh “kepribadian (personality) dan kemampuannya (ability). Rakyat mengharapkan pemimpin itu harus orang baik dan mampu menyelesaikan persoalan masyarakat seberat apa pun.
Pemimpin Ideal
Rakyat dalam memilih pemimpin keinginannya ideal dan ekspektasi tinggi. Pemimpin harus memiliki kepribadian (personality) yang mumpuni dan kemampuan (ability) yang hebat dan heroik. Untuk itu, pemikiran pemimpin harus sesuai dengan keinginan rakyatnya. Misalnya pemimpin ideal yakni seorang pemimpin mampu sebagai “desainer, teaching, sekaligus steaward“ (Sange, 1990). Dalam sejarah dunia setiap negara pernah melahirkan pemimpin yang hebat dan legendaris kaliber dunia. Di India, Mahatma Gandi pemimpin yang disegani dunia dan terkenal dengan prinsip hidupnya yang disebut “ Swadesi”. Di Indonesia Bung Karno pemimpin yang kharismatik dan orator ulung. Mampu menggelorakan semangat nasionalisme dan patriotisme rakyatnya. Di Afrika Selatan, Nelson Mandela dengan prinsip hidupnya melawan politik apartheid. Tiga pemimpin besar tersebut dapat menjadi contoh sosok pemimpin ideal.
Risiko Pemimpin
Namun, di lain pihak faktanya seorang pemimpin bisa jatuh atau dijatuhkan rakyatnya. Kejatuhan seorang pemimpin umumnya disebabkan oleh krisis yang dihadapi yaitu krisis politik dan ekonomi. Karena itu, pemimpin yang unggul yaitu yang memiliki kemampuan menyelesaikan krisis tanpa pertumpahan darah. Secara empirik tentang pemimpin di Indonesia mengalami peristiwa cukup tragis. Para pemimpin jatuh dan dijatuhkan misalnya Presiden pertama Soekarno dijatuhkan menghadapi krisis politik peristiwa G 30 S PKI dan sekaligus krisis ekonomi inflasi mencapai 600%. Sedangkan Presiden kedua Soeharto jatuh karena krisis moneter dengan kenaikan kurs satu dolar mencapai Rp14.000. Presiden Abdurrahman Wahid dilengserkan karena krisis kepercayaan. Penjelasan di atas menggambarkan bahwa sosok pemimpin dalam perjalanan masa kepemimpinannya tidak lepas menghadapi krisis. Dengan demikian, setiap pemimpin menghadapi tantangannya masing-masing. Karena itu, seorang pemimpin menghadapi risiko yang terburuk suatu keniscayaan.
Tantangan Pemimpin
Pada 2019 Indonesia akan menghadapi pesta demokrasi memilih pemimpin nasional. Banyak kalangan mengatakan siapa pun jadi pemimpin di Indonesia menghadapi tantangan berat. Sering dikatakan, Indonesia sebagai negara yang kaya sumber daya alam yang melimpah, tetapi di bawah tekanan global faktanya tidak mampu secara mandiri mengelola kekayaan tersebut sesuai amanat konstitusi dasar. Alasan klasik para policy maker Indonesia tidak memiliki kecakapan dan anggaran yang cukup. Namun, kini yang justru sedang terjadi Indonesia negara kapitalis telah menguasai sumber daya alam Indonesia. Penguasaan kekayaan alam melalui berbagai cara salah satunya privatisasi. Namun, tantangan berat tidak hanya persoalan ekonomi seperti dijelaskan di atas, melainkan juga persoalan politik dan ideologi. Misalnya menguatnya islamofobia dan isu kebangkitan komunisme.
Dalam pemilihan umum presiden dan wakil presiden yang akan datang para kandidat capres dan cawapres pilihan prioritas dipastikan menjual gagasan fokus di bidang ekonomi. Sesungguhnya Indonesia sedang berhadapan dengan sistem neokolonialisme. Tren perkembangan global, Indonesia sudah terperangkap oleh sebuah sistem yang disebut kapitalisme global. Faktanya suka atau tidak suka Indonesia tidak bisa lepas mengikuti arus pasar bebas, perdagangan bebas, liberalisasi ekonomi, dan privatisasi. Gurita kapitalisme global berimplikasi terhadap hilangnya kedaulatan ekonomi, bahkan menjadi negara budak (Andrew Hitchcock, dalam Istianto, 2017). Selain itu, persoalan utang luar negeri pada 2018 juga mencapai Rp4. 363 triliun sudah mengkhawatirkan. Karena itu, dengan terlilitnya utang luar negeri menjadikan sumber daya alam dikuasai asing (Andullah Althail, 2008 dalam Istianto, 2013).
Beberapa catatan tantangan bidang ekonomi, politik, dan ideologi serta birokrasi pemerintahan di atas harus menjadi agenda utama kampanye para calon pemimpin yang akan berkontestasi di laga pemilu presiden pada 2019. Menjual gagasan dengan menyampaikan solusi yang diminati publik.
Pemimpin Keinginan Rakyat
Pemimpin yang diinginkan rakyat adalah dia yang memiliki kemampuan (ability) mengembalikan kedaulatan negara dari tekanan kekuatan asing. Boleh jadi para penguasa tidak menyadari bahwa kedaulatan negara telah lepas. Indikasi tren tersebut yakni upaya buy back PT Indosat yang telah diprivatisasi hingga saat ini belum berhasil. Mungkin presiden sudah lupa dengan janjinya. Menjawab tantangan di atas diperlukan pemimpin yang visioner, demokratis, berani, heroik, dan patriotik serta problem solver. Sesungguhnya harapan masyarakat sederhana, tercukupi sandang, pangan, dan papan. Dengan tampilnya sosok pemimpin di atas, semoga harapan masyarakat akan terwujud. Wallahualam bisawab.
(mhd)