Pemimpin Harapan Rakyat

Senin, 08 Oktober 2018 - 07:30 WIB
Pemimpin Harapan Rakyat
Pemimpin Harapan Rakyat
A A A
Bambang Istianto

Wakil Ketua Asosiasi Ilmuwan Administrasi Negara, Direktur Eksekutif Center of Public Policy Studies Institut Stiami Jakarta

DALAM masyarakat mo­dern maupun tr­adisional ke­ha­dir­­an pemimpin mut­­lak diperlukan. Ke­be­ra­da­an pemimpin membuat ma­sya­ra­kat merasa tenteram dan me­mi­li­ki harapan. Fungsi pe­mim­pin pa­da hakikatnya me­lin­dungi rak­yatnya dari mara ba­haya yang mengancam keh­i­dup­an­nya. Demikian pula pe­mimpin memberikan harapan terhadap rakyatnya atas nasib­nya ke arah yang lebih baik. Pernyataan di atas dipertegas oleh David Os­bor­ne (1992 ) yang mengatakan, “Tidak ada yang lebih penting ke­cuali ‘pe­mim­pin’. Baik presiden, gu­ber­nur, wali kota, dan pemim­pin in­for­mal. “Menurut penda­pat ahli tersebut terdapat dua je­nis pemimpin, yaitu “pemimpin formal dan informal”. Presi­den, gubernur, dan wali kota di­sebut pemimpin formal. Se­dangkan pemimpin informal misalnya ulama atau tokoh ma­syarakat. Dewasa ini tren ma­sya­rakat modern, pemimpin for­mal lebih berpengaruh ka­rena memiliki otoritas me­nen­tukan arah nasib rakyat melalui kebijakan publik yang dibuat­nya. Dalam teori kepemim­pin­an misalnya “traits theory“ da­lam masyarakat keha­dir­an pe­mimpin itu dilahirkan atau tidak dilahirkan (Lead is born or not born, Steve Wolinski, 2010). Dalam teori ini bahwa ke­ber­ha­silan dan kualitas pe­mim­pin ditentukan oleh “kepri­ba­dian (personality) dan kemam­puan­nya (ability). Rakyat meng­ha­rap­kan pemimpin itu harus orang baik dan mampu me­nye­lesaikan persoalan masyarakat seberat apa pun.

Pemimpin Ideal

Rakyat dalam memilih pe­mim­pin keinginannya ideal dan ekspektasi tinggi. Pemim­pin ha­rus memiliki kepri­ba­dian (per­sonality) yang mum­puni dan ke­mampuan (ability) yang hebat dan heroik. Untuk itu, pemi­kir­an pemimpin ha­rus sesuai de­ngan keinginan rakyatnya. Mi­sal­nya pemim­pin ideal yakni se­o­rang pemim­pin mampu seba­gai “de­sai­ner, teaching, sekaligus stea­ward“ (Sange, 1990). Dalam seja­rah dunia setiap negara per­nah me­lahirkan pemimpin yang hebat dan legendaris kaliber du­nia. Di India, Mahatma Gan­di pe­mim­pin yang disegani du­nia dan terkenal dengan prin­sip hi­dup­nya yang disebut “ Swadesi”. Di Indonesia Bung Karno pemim­pin yang kharis­ma­tik dan orator ulung. Mam­pu meng­ge­lorakan semangat nasionalisme dan pa­triotisme rakyatnya. Di Afrika Se­latan, Nelson Mandela dengan prin­sip hidupnya mela­wan po­li­tik apartheid. Tiga pe­mim­pin be­sar tersebut dapat men­jadi con­toh sosok pemim­pin ideal.

Risiko Pemimpin

Namun, di lain pihak fak­ta­nya seorang pemimpin bisa jatuh atau dijatuhkan rak­yat­nya. Kejatuhan seorang pe­mim­pin umum­nya disebabkan oleh krisis yang dihadapi yaitu krisis politik dan ekonomi. Ka­rena itu, pemimpin yang ung­gul yaitu yang memiliki ke­mam­puan menyelesaikan kri­sis tanpa per­tum­pahan darah. Secara empirik tentang pe­mim­pin di Indonesia meng­alami peristiwa cukup tragis. Para pemimpin jatuh dan di­­j­a­tuhkan misalnya Presiden pertama Soekarno dijatuhkan meng­hadapi krisis politik pe­ristiwa G 30 S PKI dan sekaligus krisis ekonomi inflasi men­ca­pai 600%. Sedangkan Presiden ke­dua Soeharto jatuh karena krisis moneter dengan ke­naikan kurs satu dolar men­ca­pai Rp14.000. Presiden Abdur­rah­man Wahid dilengserkan karena krisis ke­per­cayaan. Pen­je­lasan di atas meng­­gam­bar­kan bahwa sosok pemimpin da­­lam perjalanan ma­sa kepe­mim­pinannya tidak lepas meng­­hadapi krisis. De­ngan de­mi­kian, setiap pe­mim­pin meng­hadapi tan­tang­an­nya masing-masing. Karena itu, se­orang pemimpin meng­ha­dapi risiko yang terburuk suatu keniscayaan.

Tantangan Pemimpin

Pada 2019 Indonesia akan menghadapi pesta demokrasi memilih pemimpin nasional. Banyak kalangan mengatakan siapa pun jadi pemimpin di In­do­nesia menghadapi tan­tang­an berat. Sering dikatakan, Indo­nesia sebagai negara yang kaya sumber daya alam yang me­limpah, tetapi di bawah te­kanan global faktanya tidak mampu secara mandiri menge­lo­la kekayaan tersebut sesuai ama­nat konstitusi dasar. Alas­an klasik para policy maker In­do­­nesia tidak memiliki ke­ca­ka­p­an dan anggaran yang cu­kup. Namun, kini yang justru se­dang terjadi Indonesia ne­ga­ra kapitalis telah menguasai sum­ber daya alam Indonesia. Pe­ngua­saan kekayaan alam me­lalui berbagai cara salah sa­tu­nya privatisasi. Namun, tan­ta­ngan berat tidak hanya per­soal­an ekonomi seperti dije­las­kan di atas, melainkan juga per­soal­an politik dan ideologi. Mi­sal­nya menguatnya isla­mo­fo­bia dan isu kebangkitan ko­mu­nis­me.

Dalam pemilihan umum presiden dan wakil presiden yang akan datang para kan­di­dat capres dan cawapres pilihan prioritas dipastikan menjual gagasan fokus di bidang eko­no­mi. Sesungguhnya Indonesia sedang berhadapan dengan sistem neokolonialisme. Tren per­kembangan global, Indo­ne­sia sudah terperangkap oleh se­buah sistem yang disebut ka­pi­ta­lisme global. Faktanya suka atau tidak suka Indonesia tidak bisa lepas mengikuti arus pasar bebas, perdagangan bebas, li­be­ralisasi ekonomi, dan pri­va­tisasi. Gurita kapitalisme glo­bal berimplikasi terhadap hi­lang­nya kedaulatan ekonomi, bahkan menjadi negara budak (Andrew Hitchcock, dalam Istian­to, 2017). Selain itu, per­soalan utang luar negeri pada 2018 juga mencapai Rp4. 363 triliun sudah mengkha­wa­tir­kan. Karena itu, dengan ter­li­lit­nya utang luar negeri men­ja­di­kan sumber daya alam dikuasai asing (Andullah Althail, 2008 dalam Istianto, 2013).

Beberapa catatan tan­tang­an bidang ekonomi, politik, dan ideologi serta birokrasi pe­merintahan di atas harus men­jadi agenda utama kampanye para calon pemimpin yang akan berkontestasi di laga pe­milu presiden pada 2019. Men­jual gagasan dengan me­nyam­pai­kan solusi yang diminati publik.

Pemimpin Keinginan Rakyat

Pemimpin yang diinginkan rakyat adalah dia yang me­mi­liki kemampuan (ability) me­ngem­balikan kedaulatan nega­ra dari tekanan kekuatan asing. Boleh jadi para penguasa tidak me­nya­dari bahwa kedaulatan negara telah lepas. Indikasi tren ter­se­but yakni upaya buy back PT Indo­sat yang telah di­pri­vatisasi hingga saat ini be­lum berhasil. Mungkin pre­si­den sudah lupa dengan jan­ji­nya. Menjawab tan­tangan di atas diperlukan pe­mim­pin yang visioner, demo­kra­tis, be­rani, heroik, dan pa­triotik serta problem solver. Se­sungguhnya harapan ma­sya­ra­kat sederhana, tercukupi san­dang, pa­ngan, dan papan. De­ngan tam­pilnya sosok pemim­pin di atas, semoga harapan ma­syarakat akan terwujud. Walla­hualam bisawab.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3710 seconds (0.1#10.140)