Menhan Minta Athan Lakukan Pendekatan Empat Poros Pertahanan
A
A
A
JAKARTA - Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu meminta atase pertahanan (Athan) melakukan pendekatan pertahanan empat poros dengan menjaga keseimbangan hubungan terhadap Amerika Serikat (AS), Rusia, China dan ASEAN.
Hal itu disampaikan Ryamizard dalam acara pembekalan terhadap 54 Atase Pertahanan, Atase Darat, Atase Laut dan Atase Udara, di Kantor Kemhan, Jakarta Pusat, Rabu (26/8/2019).
"Kita harus lakukan pendekatan itu dengan negara-negara besar. Kita kan negara netral yang tidak berpihak kemana-mana. Diplomasi bebas aktif," katanya.
Apalagi, dalam amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 bahwa Indonesia harus ikut dalam menjaga perdamaian dunia. "Dengan demikian mau China, Rusia, Amerika Serikat dan ASEAN kita usahakan tidak terjadi konflik. Kita di ASEAN dengan ketiga negara tersebut harus bersahabat," tuturnya.
Secara fisik, ASEAN memiliki kekuatan yang dapat memberikan efek getar pertahanan di kawasan mengingat ada 569 juta penduduk di ASEAN. Dari jumlah tersebut sebanyak 2.644.710 kekuatan militer aktif.
"Dengan jumlah efektif tersebut, ASEAN memiliki kekuatan yang maha dahsyat dalam menangkal potensi ancaman dan gangguan bersama di kawasan," kata Ryamizard.
Ryamizard menilai, hubungan dengan negara-negara tersebut sangat strategis mengingat semakin tingginya kesamaan cara pandang dalam mewujudkan kepentingan nasional masing-masing negara di tengah kompleksitas kawasan yang semakin berkembang.
"Negara-negara di kawasan perlu membesarkan persamaan dan mengecilkan perbedaan yang dapat mengganggu hubungan persaudaraan sesama umat manusia," ucapnya.
Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) ini menyebut, perkembangan lingkungan strategis yang semakin sulit diprediksi menempatkan perkembangan masa depan dunia penuh dengan ketidakpastian.
Apalagi, jarak antar negara sekarang bukan penghalang lagi. Kondisi itu, kata Ryamizard, bisa menjadi faktor pemicu munculnya fenomena ancaman baru.
Mantan Pangkostrad ini menambahkan, ancaman ke depan tidak lagi bersifat konvensional atau perang terbuka antar negara melainkan ancaman bersifat realistik berupa benturan kepentingan antar kelompok non negara yang mengatasnamakan ideologi tertentu dari kelompok atau golongan yang merasa termajinalisasi.
"Ancaman ini bersifat lebih dinamis dan multi dimensional, baik berbentuk fisik maupun non fisik seperti terorisme, radikalisme, separatisme dan pemberontakan bersenjata, serta pelanggaran wilayah perbatasan, perompakan. Termasuk pencurian Sumber Daya Alam (SDA), penyelundupan senjata, peredaran narkoba, perang siber dan intelijen," ujarnya.
Kepala Pusat Komunikasi (Kapuskom) Publik Kemhan Brigjen TNI Totok Sugiharto mengatakan, saat ini dunia masih diwarnai dengan empat isu aktual keamanan serius yang perlu mendapatkan perhatian.
Keempat isu itu yakni, isu Korea Selatan, perkembangan Laut China Selatan (LCS), Trilateral pengamanan Laut Sulu dari ancaman ISIS Asia Timur dan krisis Rohingya.
"Selain isu-isu di atas, kita juga menghadapi ancaman serius dan sangat nyata yang membutuhkan perhatian bersama yakni terorisme dan radikalisme karena bersifat lintas negara," ucapnya.
Hal itu disampaikan Ryamizard dalam acara pembekalan terhadap 54 Atase Pertahanan, Atase Darat, Atase Laut dan Atase Udara, di Kantor Kemhan, Jakarta Pusat, Rabu (26/8/2019).
"Kita harus lakukan pendekatan itu dengan negara-negara besar. Kita kan negara netral yang tidak berpihak kemana-mana. Diplomasi bebas aktif," katanya.
Apalagi, dalam amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 bahwa Indonesia harus ikut dalam menjaga perdamaian dunia. "Dengan demikian mau China, Rusia, Amerika Serikat dan ASEAN kita usahakan tidak terjadi konflik. Kita di ASEAN dengan ketiga negara tersebut harus bersahabat," tuturnya.
Secara fisik, ASEAN memiliki kekuatan yang dapat memberikan efek getar pertahanan di kawasan mengingat ada 569 juta penduduk di ASEAN. Dari jumlah tersebut sebanyak 2.644.710 kekuatan militer aktif.
"Dengan jumlah efektif tersebut, ASEAN memiliki kekuatan yang maha dahsyat dalam menangkal potensi ancaman dan gangguan bersama di kawasan," kata Ryamizard.
Ryamizard menilai, hubungan dengan negara-negara tersebut sangat strategis mengingat semakin tingginya kesamaan cara pandang dalam mewujudkan kepentingan nasional masing-masing negara di tengah kompleksitas kawasan yang semakin berkembang.
"Negara-negara di kawasan perlu membesarkan persamaan dan mengecilkan perbedaan yang dapat mengganggu hubungan persaudaraan sesama umat manusia," ucapnya.
Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) ini menyebut, perkembangan lingkungan strategis yang semakin sulit diprediksi menempatkan perkembangan masa depan dunia penuh dengan ketidakpastian.
Apalagi, jarak antar negara sekarang bukan penghalang lagi. Kondisi itu, kata Ryamizard, bisa menjadi faktor pemicu munculnya fenomena ancaman baru.
Mantan Pangkostrad ini menambahkan, ancaman ke depan tidak lagi bersifat konvensional atau perang terbuka antar negara melainkan ancaman bersifat realistik berupa benturan kepentingan antar kelompok non negara yang mengatasnamakan ideologi tertentu dari kelompok atau golongan yang merasa termajinalisasi.
"Ancaman ini bersifat lebih dinamis dan multi dimensional, baik berbentuk fisik maupun non fisik seperti terorisme, radikalisme, separatisme dan pemberontakan bersenjata, serta pelanggaran wilayah perbatasan, perompakan. Termasuk pencurian Sumber Daya Alam (SDA), penyelundupan senjata, peredaran narkoba, perang siber dan intelijen," ujarnya.
Kepala Pusat Komunikasi (Kapuskom) Publik Kemhan Brigjen TNI Totok Sugiharto mengatakan, saat ini dunia masih diwarnai dengan empat isu aktual keamanan serius yang perlu mendapatkan perhatian.
Keempat isu itu yakni, isu Korea Selatan, perkembangan Laut China Selatan (LCS), Trilateral pengamanan Laut Sulu dari ancaman ISIS Asia Timur dan krisis Rohingya.
"Selain isu-isu di atas, kita juga menghadapi ancaman serius dan sangat nyata yang membutuhkan perhatian bersama yakni terorisme dan radikalisme karena bersifat lintas negara," ucapnya.
(maf)