Mendorong Unicorn Baru
A
A
A
LOMPATAN besar sukses dilakukan startup dalam negeri Go-Jek yang resmi mengoperasikan layanan internasional pertamanya, Go-Viet, di Hanoi, Vietnam, beberapa hari yang lalu. Disebut lompatan besar karena Go-Jek merupakan perusahaan rintisan lokal pertama yang mampu go international.
Respons publik Vietnam atas kehadiran Go-Viet tergolong bagus. Terbukti aplikasi Go-Viet sudah diunduh lebih dari 1,5 juta kali hanya dalam waktu enam pekan. Saat ini sedikitnya 25.000 mitra pengemudi telah bergabung dengan Go-Viet. Setelah Vietnam, negara lain seperti Singapura, Thailand, dan Filipina menjadi target berikutnya untuk diekspansi perusahaan yang didirikan Nadiem Makarim ini.
Rencana ekspansi Go-Jek ke negara ASEAN sudah ramai dibicarakan sejak setahun lalu. Dan momentum resmi mengaspal di Hanoi ini menjadi semacam pembuktian bahwa Go-Jek memang layak diperhitungkan oleh kompetitornya. Di sisi lain peristiwa ini mengirim pesan bahwa karya anak bangsa memang sudah layak bersaing di level internasional.
Dari sisi kesiapan finansial, Go-Jek memang tidak ada kendala untuk terbang lebih tinggi. Go-Jek saat ini termasuk salah satu dari empat perusahaan startup lokal yang bersatus unicorn, yakni dengan nilai valuasi USD1 miliar, selain Traveloka, Tokopedia, dan Bukalapak. Reuters pada Januari 2018 menyebut nilai valuasi Go-Jek sudah mencapai USD4 miliar atau setara Rp53,3 triliun.
Apa yang dicapai Go-Jek seyogianya mampu menginspirasi dan melecut unicorn lain di Tanah Air untuk ikut melebarkan sayap dengan menembus pasar dunia. Kerja keras dan kejelian dalam melihat peluang adalah kunci untuk bisa mengembangkan bisnis dan masuk bersaing di kompetisi regional dan internasional. Itu yang sudah dilakukan Go-Jek sejak didirikan pada 2010.
Ke depan Indonesia diharapkan bisa menambah panjang daftar perusahaan rintisan lokal yang masuk kategori unicorn . Bidang lain yang diperkirakan berpotensi menjadi next unicorn startup adalah bisnis financial technology (fintech) yang kini sedang berkembang.
Berdasarkan data Telematika Sharing Vision, pada 2016 terdapat Rp486,3 miliar investasi yang telah masuk di sektor fintech. Tiga tahun mendatang atau pada 2021 nilai transaksi fintech di Indonesia diperkirakan akan menembus USD37,146 miliar atau Rp495 triliun.
Inspirasi dari keberhasilan Go-Jek merambah dunia internasional ini sepatutnya melecut semangat seluruh technopreneur di Tanah Air. Tentu bukan terbatas pada perusahaan kategori unicorn saja, melainkan juga yang non-unicorn.
Dunia hari ini, termasuk di Indonesia, memang tengah dilanda tren bisnis rintisan dengan memanfaatkan teknologi digital. Antusiasme kalangan anak muda Tanah Air untuk terjun menekuni bisnis startup menunjukkan tren meningkat.
Lantas peran apa yang seharusnya dilakukan pemerintah untuk mendukung tumbuh kembang startup? Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara berjanji akan selalu memfasilitasi startup digital Indonesia untuk mengembangkan bisnis di tingkat nasional maupun global.
Kemenkominfo telah melaksanakan program Gerakan 1.000 Startup Digital, yakni sebuah gerakan untuk mewujudkan potensi Indonesia menjadi The Digital Energy of Asia pada 2020 dengan mencetak 1.000 startup yang menjadi solusi atas berbagai masalah dengan memanfaatkan teknologi digital.
Namun perlu diingat program pemerintah ini akan berjalan baik apabila didukung ekosistem yang kondusif bagi tumbuhnya ekonomi digital. Ekosistem yang baik sangat penting agar investor dalam negeri maupun luar negeri bisa tertarik melakukan investasi di startup.
Salah satu kebutuhan yang sangat mendasar adalah perlunya mengembangkan infrastruktur berupa jaringan internet yang memadai dan murah serta tersebar merata ke seluruh wilayah Indonesia. Internet adalah basis bagi startup. Selain itu perlu melahirkan bakat-bakat yang dibutuhkan bisnis startup.
Selama ini tenaga TI andal datang dari luar negeri dan itu berbiaya mahal. Ini menjadi tugas lembaga pendidikan, baik formal maupun nonformal, untuk melahirkan sumber daya manusia lokal andal yang mahir dan menguasai TI yang dibutuhkan untuk mengembangkan bisnis startup.
Respons publik Vietnam atas kehadiran Go-Viet tergolong bagus. Terbukti aplikasi Go-Viet sudah diunduh lebih dari 1,5 juta kali hanya dalam waktu enam pekan. Saat ini sedikitnya 25.000 mitra pengemudi telah bergabung dengan Go-Viet. Setelah Vietnam, negara lain seperti Singapura, Thailand, dan Filipina menjadi target berikutnya untuk diekspansi perusahaan yang didirikan Nadiem Makarim ini.
Rencana ekspansi Go-Jek ke negara ASEAN sudah ramai dibicarakan sejak setahun lalu. Dan momentum resmi mengaspal di Hanoi ini menjadi semacam pembuktian bahwa Go-Jek memang layak diperhitungkan oleh kompetitornya. Di sisi lain peristiwa ini mengirim pesan bahwa karya anak bangsa memang sudah layak bersaing di level internasional.
Dari sisi kesiapan finansial, Go-Jek memang tidak ada kendala untuk terbang lebih tinggi. Go-Jek saat ini termasuk salah satu dari empat perusahaan startup lokal yang bersatus unicorn, yakni dengan nilai valuasi USD1 miliar, selain Traveloka, Tokopedia, dan Bukalapak. Reuters pada Januari 2018 menyebut nilai valuasi Go-Jek sudah mencapai USD4 miliar atau setara Rp53,3 triliun.
Apa yang dicapai Go-Jek seyogianya mampu menginspirasi dan melecut unicorn lain di Tanah Air untuk ikut melebarkan sayap dengan menembus pasar dunia. Kerja keras dan kejelian dalam melihat peluang adalah kunci untuk bisa mengembangkan bisnis dan masuk bersaing di kompetisi regional dan internasional. Itu yang sudah dilakukan Go-Jek sejak didirikan pada 2010.
Ke depan Indonesia diharapkan bisa menambah panjang daftar perusahaan rintisan lokal yang masuk kategori unicorn . Bidang lain yang diperkirakan berpotensi menjadi next unicorn startup adalah bisnis financial technology (fintech) yang kini sedang berkembang.
Berdasarkan data Telematika Sharing Vision, pada 2016 terdapat Rp486,3 miliar investasi yang telah masuk di sektor fintech. Tiga tahun mendatang atau pada 2021 nilai transaksi fintech di Indonesia diperkirakan akan menembus USD37,146 miliar atau Rp495 triliun.
Inspirasi dari keberhasilan Go-Jek merambah dunia internasional ini sepatutnya melecut semangat seluruh technopreneur di Tanah Air. Tentu bukan terbatas pada perusahaan kategori unicorn saja, melainkan juga yang non-unicorn.
Dunia hari ini, termasuk di Indonesia, memang tengah dilanda tren bisnis rintisan dengan memanfaatkan teknologi digital. Antusiasme kalangan anak muda Tanah Air untuk terjun menekuni bisnis startup menunjukkan tren meningkat.
Lantas peran apa yang seharusnya dilakukan pemerintah untuk mendukung tumbuh kembang startup? Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara berjanji akan selalu memfasilitasi startup digital Indonesia untuk mengembangkan bisnis di tingkat nasional maupun global.
Kemenkominfo telah melaksanakan program Gerakan 1.000 Startup Digital, yakni sebuah gerakan untuk mewujudkan potensi Indonesia menjadi The Digital Energy of Asia pada 2020 dengan mencetak 1.000 startup yang menjadi solusi atas berbagai masalah dengan memanfaatkan teknologi digital.
Namun perlu diingat program pemerintah ini akan berjalan baik apabila didukung ekosistem yang kondusif bagi tumbuhnya ekonomi digital. Ekosistem yang baik sangat penting agar investor dalam negeri maupun luar negeri bisa tertarik melakukan investasi di startup.
Salah satu kebutuhan yang sangat mendasar adalah perlunya mengembangkan infrastruktur berupa jaringan internet yang memadai dan murah serta tersebar merata ke seluruh wilayah Indonesia. Internet adalah basis bagi startup. Selain itu perlu melahirkan bakat-bakat yang dibutuhkan bisnis startup.
Selama ini tenaga TI andal datang dari luar negeri dan itu berbiaya mahal. Ini menjadi tugas lembaga pendidikan, baik formal maupun nonformal, untuk melahirkan sumber daya manusia lokal andal yang mahir dan menguasai TI yang dibutuhkan untuk mengembangkan bisnis startup.
(thm)