Pleidoi, SAT Minta Penyelesaian BLBI Tak Ganggu Kepastian Hukum
A
A
A
JAKARTA - Mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafrudin A. Temenggung (SAT) minta penyelesaian kasus yang dihadapinya tidak sampai menganggu prinsip kepastian hukum di Indonesia yang nanti bisa merugikan negara.
SAT menilai, kasus yang didakwakan kepadanya terlalu dipaksakan karena tidak satu pun fakta hukum dan kesaksian yang kuat bahwa dia telah terbukti melawan hukum dalam menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada obligor BLBI Syamsul Nursalim.
“Dalam penyelidikan oleh penyidik KPK dan tuntutan oleh JPU, informasi yang disajikan selalu sepotong-sepotong, tidak menggambarkan masalah yang sebenarnya. Dan ini terbukti, JPU tidak mampu membuktikan kapan dan dimana perbuatan melawan hukum yang disangkakan itu dilakukan,” kata SAT saat pembacaan Pleidoi di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Dia mengatakan, KPK terhasut kampanye dan siasat obligor BLBI yang tidak mau membayar alias konglomerat hitam yang otomatis mengatakan BDNI belum selesai sehingga konglomerat hitam bebas tapi yang sudah selesai, malah dipidana sedangkan yang ngemplang dibiarkan bebas.
"KPK malah mempermasalahkan BDNI yang sudah dinyatakan selesai bukannya mengejar yang tidak kooperatif, tidak memperhatikan asas keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum bagi masyarakat," tambah SAT.
Padahal, menurut SAT, penegak hukum dalam bertugas haruslah berasaskan hukum dan tidak boleh memutarbalikkan fakta, bekerja teliti sebagai saksi kebenaran karena bertanggung jawab kepada Sang Pencipta.
"Penegak hukum ada untuk mewujudkan keadilan dan bila gagal serta disalahgunakan maka penegakan hukum itu berubah menjadi bendungan kaku yang merugikan. 'The purpose of the law is justice', dalam penegakan hukum seharusnya ada tiga prinsip yaitu kepastian, keadilan dan kemanfaatan, negara wajib memberi kepastian hukum," ungkap SAT.
SAT dalam pledoinya setebal 110 halaman juga menyatakan, dakwaan yang disampaikan KPK terhadap dirinya mengandung rekayasa, karena disusun tidak berdasarkan fakta persidangan. Banyak informasi penting, di antaranya terkait dengan keputusan Sidang Kabinet tanggal 7 Maret 2000 dan Rapat KKSK tanggal 18 Maret 2002, tidak dimasukkan dalam pertimbangan dakwaan yang dibuat KPK.
Padahal, kata SAT, keputusan sidang kabinet dan KKSK tersebut merupakan dasar bagi BPPN dalam menyelesaikan tugas-tugasnya untuk menyehatkan perbankan maupun perekonomian nasional. Di antara keputusan penting yang dikeluarkan sidang kabinet tersebut adalah memberikan jaminan kepastian hukum, khususnya bagi debitur yang sudah memenuhi kewajibannya.
Berdasarkan keputusan tersebut, KKSK dan Menteri BUMN kemudian memberikan persetujuan agar BPPN mengeluarkan Surat Keterangan Lunas (SKL). “Jadi, kami bekerja berdasarkan kebijakan yang dibuat KKSK. BPPN hanya pelaksana, bukan pembuat kebijakan,” tambahnya.
Dalam pleidoi yang dibacakan sendiri sekitar 3,5 jam itu, SAT menyatakan Jaksa KPK terkesan sangat memaksakan dakwaan dengan memenggal-menggal informasi yang terungkap dalam persidangan tersebut sehingga membuat dirinya didakwa dengan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
SAT menilai, kasus yang didakwakan kepadanya terlalu dipaksakan karena tidak satu pun fakta hukum dan kesaksian yang kuat bahwa dia telah terbukti melawan hukum dalam menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada obligor BLBI Syamsul Nursalim.
“Dalam penyelidikan oleh penyidik KPK dan tuntutan oleh JPU, informasi yang disajikan selalu sepotong-sepotong, tidak menggambarkan masalah yang sebenarnya. Dan ini terbukti, JPU tidak mampu membuktikan kapan dan dimana perbuatan melawan hukum yang disangkakan itu dilakukan,” kata SAT saat pembacaan Pleidoi di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Dia mengatakan, KPK terhasut kampanye dan siasat obligor BLBI yang tidak mau membayar alias konglomerat hitam yang otomatis mengatakan BDNI belum selesai sehingga konglomerat hitam bebas tapi yang sudah selesai, malah dipidana sedangkan yang ngemplang dibiarkan bebas.
"KPK malah mempermasalahkan BDNI yang sudah dinyatakan selesai bukannya mengejar yang tidak kooperatif, tidak memperhatikan asas keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum bagi masyarakat," tambah SAT.
Padahal, menurut SAT, penegak hukum dalam bertugas haruslah berasaskan hukum dan tidak boleh memutarbalikkan fakta, bekerja teliti sebagai saksi kebenaran karena bertanggung jawab kepada Sang Pencipta.
"Penegak hukum ada untuk mewujudkan keadilan dan bila gagal serta disalahgunakan maka penegakan hukum itu berubah menjadi bendungan kaku yang merugikan. 'The purpose of the law is justice', dalam penegakan hukum seharusnya ada tiga prinsip yaitu kepastian, keadilan dan kemanfaatan, negara wajib memberi kepastian hukum," ungkap SAT.
SAT dalam pledoinya setebal 110 halaman juga menyatakan, dakwaan yang disampaikan KPK terhadap dirinya mengandung rekayasa, karena disusun tidak berdasarkan fakta persidangan. Banyak informasi penting, di antaranya terkait dengan keputusan Sidang Kabinet tanggal 7 Maret 2000 dan Rapat KKSK tanggal 18 Maret 2002, tidak dimasukkan dalam pertimbangan dakwaan yang dibuat KPK.
Padahal, kata SAT, keputusan sidang kabinet dan KKSK tersebut merupakan dasar bagi BPPN dalam menyelesaikan tugas-tugasnya untuk menyehatkan perbankan maupun perekonomian nasional. Di antara keputusan penting yang dikeluarkan sidang kabinet tersebut adalah memberikan jaminan kepastian hukum, khususnya bagi debitur yang sudah memenuhi kewajibannya.
Berdasarkan keputusan tersebut, KKSK dan Menteri BUMN kemudian memberikan persetujuan agar BPPN mengeluarkan Surat Keterangan Lunas (SKL). “Jadi, kami bekerja berdasarkan kebijakan yang dibuat KKSK. BPPN hanya pelaksana, bukan pembuat kebijakan,” tambahnya.
Dalam pleidoi yang dibacakan sendiri sekitar 3,5 jam itu, SAT menyatakan Jaksa KPK terkesan sangat memaksakan dakwaan dengan memenggal-menggal informasi yang terungkap dalam persidangan tersebut sehingga membuat dirinya didakwa dengan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
(pur)