Mahfud MD: Gerakan Tagar #2019GantiPresiden Tak Melanggar Hukum
A
A
A
JAKARTA - Perang tanda pagar (tagar) atau hashtag di media sosial terus terjadi, yakni #2019GantiPresiden dan #2019TetapJokowi. Tidak sedikit dua pendukung calon presiden dan calon wakil presiden menggunakan tagar itu untuk menyampaikan sikap politiknya.
Menanggapi itu mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD menganggap bahwa tagar #2019GantiPresiden bukan gerakan yang melanggar hukum.
"2019 ganti presiden itu melanggar hukum enggak? enggak, kenapa dibilang enggak melanggar? enggak apa apa, saya bukan pengikut tapi saya enggak setuju kalau itu dikatakan melanggar hukum," kata Mahfud dalam diskusi Membangun Indonesia Beradab, di Kantor Pergerakan Indonesia Maju (PIM), Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (6/9/2018).
Selain itu, Mahfud juga menyebut gerakan tagar 2019 ganti presiden, gerakan yang lumrah dan tidak masuk dalam kategori makar.
"Coba ada yang dengan nekat mengatakan itu makar. di mana makarnya, enggak ada makar. Dia (tagar 2019 ganti presiden) tidak menyandera presiden, dia juga tidak mengatakan mau mengganti Pancasila. Tapi kan dia mau ikut pemilu. Di mana makarnya," ujarnya.
(Baca juga: KPU Tetapkan DPT Pemilu 2019 Sebanyak 185 Juta Pemilih)
Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila itu menjelaskan makar dalam istilah hukum itu ada di kudeta. Kudeta dilakukan oleh militer atau kalau oleh kekuatan sipil.
"Di dalam pasal 104 sampai 129 kitab UU pidana, maka 1 merampas kemerdekaan Presiden sampai dia gabisa kerja, dikurung, ditahan, itu makar namanya. dua, berkomplot merampas kemerdekaan presdien dan wapres, ketiga mengganti ideologi Pancasila. itu menurut KUHP," jelasnya.
Dia juga berpesan kepada masyarakat Indonesia agar lebih memahami hukum serta berhukum secara benar dan berkeadaban.
"Saya bukan pengikutnya tetapi kita harus berhukum dengan benar kalau mau berkeadaban, restoratif justice juga. Perbedaan jangan dibenturkan melawan hukum, enggak boleh. Kita itu menjadikan hukum sebagai harmoni membangun harmoni," pungkasnya.
Menanggapi itu mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD menganggap bahwa tagar #2019GantiPresiden bukan gerakan yang melanggar hukum.
"2019 ganti presiden itu melanggar hukum enggak? enggak, kenapa dibilang enggak melanggar? enggak apa apa, saya bukan pengikut tapi saya enggak setuju kalau itu dikatakan melanggar hukum," kata Mahfud dalam diskusi Membangun Indonesia Beradab, di Kantor Pergerakan Indonesia Maju (PIM), Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (6/9/2018).
Selain itu, Mahfud juga menyebut gerakan tagar 2019 ganti presiden, gerakan yang lumrah dan tidak masuk dalam kategori makar.
"Coba ada yang dengan nekat mengatakan itu makar. di mana makarnya, enggak ada makar. Dia (tagar 2019 ganti presiden) tidak menyandera presiden, dia juga tidak mengatakan mau mengganti Pancasila. Tapi kan dia mau ikut pemilu. Di mana makarnya," ujarnya.
(Baca juga: KPU Tetapkan DPT Pemilu 2019 Sebanyak 185 Juta Pemilih)
Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila itu menjelaskan makar dalam istilah hukum itu ada di kudeta. Kudeta dilakukan oleh militer atau kalau oleh kekuatan sipil.
"Di dalam pasal 104 sampai 129 kitab UU pidana, maka 1 merampas kemerdekaan Presiden sampai dia gabisa kerja, dikurung, ditahan, itu makar namanya. dua, berkomplot merampas kemerdekaan presdien dan wapres, ketiga mengganti ideologi Pancasila. itu menurut KUHP," jelasnya.
Dia juga berpesan kepada masyarakat Indonesia agar lebih memahami hukum serta berhukum secara benar dan berkeadaban.
"Saya bukan pengikutnya tetapi kita harus berhukum dengan benar kalau mau berkeadaban, restoratif justice juga. Perbedaan jangan dibenturkan melawan hukum, enggak boleh. Kita itu menjadikan hukum sebagai harmoni membangun harmoni," pungkasnya.
(maf)