Formappi Kritik Relasi Antar DPRD dan Eksekutif di Daerah

Selasa, 04 September 2018 - 17:13 WIB
Formappi Kritik Relasi...
Formappi Kritik Relasi Antar DPRD dan Eksekutif di Daerah
A A A
JAKARTA - Penetapan 41 orang anggota DPRD Kota Malang sebagai tersangka kasus korupsi menimbulkan keprihatinan bagi bannyak pihak. Dari segi jumlah anggota yang terlibat, kasus di Malang ini mencapai rekor tertinggi sejauh ini.

Peneliti Senior Forums Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengaku kaget saat mendengar berita tersebut. Kekagetan itu langsung berubah menjadi keprihatinan. Prihatin karena korupsi seperti tak ada ujungnya.

Lucius menilai, korupsi sebagai extra ordinary crime kini tak memperlihatkan kegarangan yang menakutkan pelaku. Karena tak lagi menyeramkan korupsi dilakukan berjamaah.

"Korupsi ibarat pesta pora yang memabukkan sampai para pelakunya tak sadar lagi jika sedang melakukan kejahatan luar biasa," ujar Lucius kepada SINDOnews, Selasa (4/9/2018).

Dia melanjutkan, kini masyarakat tengah berada di situasi dimana elite politik baik di pusat maupun daerah yang menganggap korupsi bukan lagi kejahatan yang menakutkan, tetapi kejahatan yang nikmat hingga ketagihan. Kejahatan yang nikmat ini membuat semua yang punya akses terhadap anggaran tak takut melakukannya.

Situasi demikian, kata Lucius, semakin dijelaskan oleh apa yang belakangan ini ditunjukkan elite partai politik (parpol). Dalam proses pencalonan anggota legislatif, parpol bahkan ngotot ingin agar mantan terpidana korupsi dicalonkan.

Sikap parpol ini bertentangan dengan keinginan publik untuk menghadang para mantan terpidana sebagai bentuk hukuman sosial kita pada pelaku korupsi. "Sikap parpol yang permisif pada pelaku juga aksi korupsinya membuat kita sulit untuk membangun optimisme akan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi," ucap Lucius.

Lucius pun mengkritisi pola relasi antar DPRD dan eksekutif di daerah. Lucius berpandangan, sejak lama pola relasi kedua pihak tersebut telah terjebak dalam politik transaksional. Hal itu menjadi alasan korupsi di legislatif daerah tak ada hentinya.

Ketika keputusan penting terkait daerah harus diputuskan oleh dua lembaga, legislatif dan eksekutif maka peluang mengambil keuntungan menjadi terbuka. Semua unsur coba mencari celah dari semua proses yang dilewati dengan ancaman-ancaman yang bisa menghambat pembuatan keputusan.

"Tradisi ini terpelihara dengan baik dari satu periode ke periode lainnya," tegas Lucius.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9661 seconds (0.1#10.140)