Tantangan Global Kian Kompleks
A
A
A
Bambang Soesatyo
Ketua DPR RI/Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
KOMPLEKSITAS tantangan global yang dihadapi Indonesia mengharuskan seluruh elemen bangsa solid dan realistis. Dengan soliditas dan selalu fokus pada upaya pencarian dan perumusan solusi, semua elemen bangsa bisa lebih jernih menyikapi berbagai ancaman dan tantangan. Sebab, Indonesia sudah memiliki semua sumber kekuatan untuk merespons ragam tantangan itu.
Menjadi relevan untuk mendorong semua elemen bangsa menjadi semakin bijak dan dewasa ketika usia kemerdekaan NKRI telah mencapai tahun ke-73 pada 17 Agustus 2018 yang lalu. Persoalan sosial, politik, budaya dan ekonomi tak akan pernah lenyap dalam hidup kebangsaan Indonesia. Baik yang dipicu oleh faktor internal maupun faktor eksternal.
Akhir-akhir ini, sejumlah elemen bahkan sering mengekspresikan rasa cemas atas masa depan kesatuan dan persatuan bangsa. Semua persoalan itu merupakan dinamika yang harus dihadapi dan disikapi secara proporsional pula.
Namun, sejarah mencatat bahwa pada lima dekade awal perjalanannya, Indonesia telah sukses melakukan konsolidasi sistem ketatanegraan, sehingga bisa menjalankan sistem kebijakan nasional di berbagai bidang.
Pencapaian itu tidak mudah, melainkan sarat tantangan pula. Ada rongrongan dari luar, dan tidak sedikit pula rongrongan atau gangguan yang bersumber dari dalam. Ketahanan nasional bangsa ini sudah melewati banyak ujian yang tidak mudah.
Namun, bangsa kini bisa sampai pada dekade sekarang, atau lebih dari setengah jalan mencapai satu abad kemerdekaan. Oleh karena perubahan zaman pula, tantangan yang dihadapi pun pasti akan lebih kompleks. Itulah pentingnya setiap elemen bangsa mau bersikap lebih bijak menyikapi setiap persoalan.
Jika setiap anak bangsa mau menyikapi setiap masalah dengan bijak, realistis dan proporsional, rasa cemas atau khawatir berlebihan terhadap berbagai persoalan mestinya bisa dihilangkan. Termasuk menyikapi kecenderungan politisasi agama maupun permainan politik identitas yang mengemuka belakangan ini.
Menghadapi kecenderungan seperti itu, semua elemen seharusnya saling mengingatkan, saling menguatkan dan saling menopang. Hilangkan nafsu untuk saling menjatuhkan atau menebar kebencian. Semua elemen bangsa harus solid agar Indonesia mampu menanggapi semua persoalan.
Di bidang ekonomi, dinamika di sejumlah sektor dan sub sektor masih akan terus mempengaruhi perekonomian nasional, sehingga pemerintah perlu menyiapkan langkah mitigasi. Masih ada sejumlah potensi risiko yang dapat mempengaruhi perekonomian nasional.
Misalnya perang dagang antara Amerika Serikat dengan Tiongkok, kebijakan pengetatan monter (tight money policy) di sejumlah negara maju, peningkatan suku bunga The FED, serta gejolak ekonomi Turki baru-baru ini. Rangkaian persoalan eksternal itu selalu menghadirkan risiko.
Sedangkan di dalam negeri, masyarakat melihat keberlanjutan depresiasi rupiah terhadap dolar AS, isu tentang membesarnya utang luar negeri hingga isu seputar defisit transaksi berjalan. Tentu saja selalu ada risiko yang harus dikalkulasi.
Untuk meminimalisir risiko, pemerintah bersama DPR dan sektor swasta hendaknya bahu membahu melakukan antisipasi melalui mitigasi risiko. Kehendak bersama itu sudah tertuang dalam penyusunan RUU APBN Tahun Anggaran 2019.
Memang, akselerasi pembangunan dalam tiga tahun terakhir telah membuahkan banyak keberhasilan. Namun, karena perekonomian global selalu dinamis, rentetan keberhasilan pembangunan nasional itu selalu menghadirkan tantangan baru, termasuk pada tahun 2019 mendatang.
Jelas bahwa Indonesia harus memperkuat pondasi dan sendi-sendi makro ekonomi; meningkatkan kualitas sumber daya manusia; meningkatkan dan mengembangkan potensi ekonomi daerah, serta melanjutkan pembangunan infrastruktur dengan memperhatikan aspek pemerataan, efektivitas, serta kemampuan dan kesinambungan fiskal.
Tunjukan Soliditas
Itulah beberapa tantangan bersama yang harus ditanggapi untuk memperkuat daya tahan perekonomian nasional. Apa yang sedang terjadi pada perekonomian Turki hendaknya tidak luput dari perhatian pemerintah.
Karena Indonesia pun sedang bersengketa dagang dengan Amerika Serikat (AS), kasus Turki patut dijadikan pembelajaran untuk menyiapkan strategi dalam bernegosiasi dengan AS. Pemerintah patut diingatkan bahwa rakyat berharap sengketa dagang dengan AS tidak mengeskalasi tantangan bagi perekonomian nasional.
Masih berkait dengan upaya menjaga ketahanan ekonomi nasional, pemerintah pun diharapkan tidak ragu-ragu menerapkan kebijakan yang fokus pada upaya menjaga defisit transaksi berjalan pada level yang moderat. Menekan nilai impor menjadi pilihan paling masuk akal.
Karena itu, silahkan bagi pemerintah untuk menunda sejumlah komiditi impor yang tidak akan mengganggu kepentingan masyarakat, utamanya komoditi bahan pangan.
Ketika bersepakat untuk mengatasi tantangan eksternal maupun internal, kepentingan nasional harus diutamakan. Jangan ada aksi tunggang menunggangi hanya untuk memperjuangkan kepentingan kelompok atau golongan. Siapa pun hendaknya tidak melakukan aksi yang berpotensi memecah persatuan dan kesatuan bangsa.
Kendati tantangan baru selalu menghadang, semua elemen bangsa harus berani untuk berbangga karena pembangunan nasional terus mencatatkan progres. Indonesia memang belum masuk dalam kelompok negara maju, tetapi semua komponen masyarakat tak perlu juga secara berlebihan mengagumi berlebihan dan kekuatan maupun negara maju.
Justru dalam dekade terakhir ini, Indonesia berhasil menunjukan progres pembangunan sektor industri kepada konsumen di pasar internasional. Produk otomotif, kapal laut, kereta api hingga pesawat terbang dari Indonesia sudah digunakan sejumlah negara di berbagai kawasan. Fakta ini hendaknya mampu menggelorakan semangat patriotisme dan nasionalisme generasi milenial.
Pada 2019, Indonesia akan menyelenggarakan dua agenda politik yang sangat strategis, yakni pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan anggota legislatif (pileg). Dua agenda yang strategis ini jangan dilihat sebagai ujian terhadap soliditas bangsa.
Sebaliknya, Pilpres-Pileg 2019 justru menjadi momentum bagi semua elemen masyarakat untuk menunjukan soliditas bangsa. Benar bahwa setiap individu dalam masyarakat Indonesia akan mempunyai pilihan politik yang tidak sama dengan individu lainnya.
Tetapi beda pilihan politik itu tidak akan merusak soliditas bangsa. Indonesia semakin kuat karena masyarakatnya semakin dewasa dan cerdas menyikapi perbedaan dan keberagaman.
Mungkin, masyarakat akan menyaksikan adanya politisasi agama atau politik identitas. Fakta seperti itu tidak akan menjadi masalah karena menjadi hak bagi mereka yang melakukannya. Tentu hak itu harus dihormati sepanjang tidak merusak persatuan dan kesatuan bangsa, dan tidak merusak atau mengganggu ketertiban umum.
Namun, jika mayoritas anak bangsa menolak politisasi agama atau politik identitas, sikap ini pun harus dihormati. Jika kesediaan untuk saling menghormati beda pilihan politik itu terwujud pada Pilpres-Pileg 2019, semakin dewasa dan bijak-lah anak bangsa.
Menuju pelaksanaan Pilpres-Pileg 2019, semua pihak hendaknya mau menahan diri. Akankah petahana bisa bertahan atau akan hadir pemerintahan baru? Itu persoalan lain.
Oleh karena Pilpres-Pileg 2019 masih lama, pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla harus mendapatkan ruang dan waktu yang kondusif untuk mengendalikan jalannya pemerintahan serta mengelola keberlanjutan pembangunan nasional.
Pada saat bersamaan, para politisi pun diberi ruang dan waktu untuk melakukan persiapan untuk melakoni Pilpres-Pileg 2019. Namun, persiapan maupun manuver politik dari para kontestan hendaknya tidak merusak kondusivitas.
Sebaliknya, para kader partai politik berkewajiban memelihara iklim yang kondusif. Jika hal ini terwujud, dunia akan melihat Indonesia yang solid.
Ketua DPR RI/Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
KOMPLEKSITAS tantangan global yang dihadapi Indonesia mengharuskan seluruh elemen bangsa solid dan realistis. Dengan soliditas dan selalu fokus pada upaya pencarian dan perumusan solusi, semua elemen bangsa bisa lebih jernih menyikapi berbagai ancaman dan tantangan. Sebab, Indonesia sudah memiliki semua sumber kekuatan untuk merespons ragam tantangan itu.
Menjadi relevan untuk mendorong semua elemen bangsa menjadi semakin bijak dan dewasa ketika usia kemerdekaan NKRI telah mencapai tahun ke-73 pada 17 Agustus 2018 yang lalu. Persoalan sosial, politik, budaya dan ekonomi tak akan pernah lenyap dalam hidup kebangsaan Indonesia. Baik yang dipicu oleh faktor internal maupun faktor eksternal.
Akhir-akhir ini, sejumlah elemen bahkan sering mengekspresikan rasa cemas atas masa depan kesatuan dan persatuan bangsa. Semua persoalan itu merupakan dinamika yang harus dihadapi dan disikapi secara proporsional pula.
Namun, sejarah mencatat bahwa pada lima dekade awal perjalanannya, Indonesia telah sukses melakukan konsolidasi sistem ketatanegraan, sehingga bisa menjalankan sistem kebijakan nasional di berbagai bidang.
Pencapaian itu tidak mudah, melainkan sarat tantangan pula. Ada rongrongan dari luar, dan tidak sedikit pula rongrongan atau gangguan yang bersumber dari dalam. Ketahanan nasional bangsa ini sudah melewati banyak ujian yang tidak mudah.
Namun, bangsa kini bisa sampai pada dekade sekarang, atau lebih dari setengah jalan mencapai satu abad kemerdekaan. Oleh karena perubahan zaman pula, tantangan yang dihadapi pun pasti akan lebih kompleks. Itulah pentingnya setiap elemen bangsa mau bersikap lebih bijak menyikapi setiap persoalan.
Jika setiap anak bangsa mau menyikapi setiap masalah dengan bijak, realistis dan proporsional, rasa cemas atau khawatir berlebihan terhadap berbagai persoalan mestinya bisa dihilangkan. Termasuk menyikapi kecenderungan politisasi agama maupun permainan politik identitas yang mengemuka belakangan ini.
Menghadapi kecenderungan seperti itu, semua elemen seharusnya saling mengingatkan, saling menguatkan dan saling menopang. Hilangkan nafsu untuk saling menjatuhkan atau menebar kebencian. Semua elemen bangsa harus solid agar Indonesia mampu menanggapi semua persoalan.
Di bidang ekonomi, dinamika di sejumlah sektor dan sub sektor masih akan terus mempengaruhi perekonomian nasional, sehingga pemerintah perlu menyiapkan langkah mitigasi. Masih ada sejumlah potensi risiko yang dapat mempengaruhi perekonomian nasional.
Misalnya perang dagang antara Amerika Serikat dengan Tiongkok, kebijakan pengetatan monter (tight money policy) di sejumlah negara maju, peningkatan suku bunga The FED, serta gejolak ekonomi Turki baru-baru ini. Rangkaian persoalan eksternal itu selalu menghadirkan risiko.
Sedangkan di dalam negeri, masyarakat melihat keberlanjutan depresiasi rupiah terhadap dolar AS, isu tentang membesarnya utang luar negeri hingga isu seputar defisit transaksi berjalan. Tentu saja selalu ada risiko yang harus dikalkulasi.
Untuk meminimalisir risiko, pemerintah bersama DPR dan sektor swasta hendaknya bahu membahu melakukan antisipasi melalui mitigasi risiko. Kehendak bersama itu sudah tertuang dalam penyusunan RUU APBN Tahun Anggaran 2019.
Memang, akselerasi pembangunan dalam tiga tahun terakhir telah membuahkan banyak keberhasilan. Namun, karena perekonomian global selalu dinamis, rentetan keberhasilan pembangunan nasional itu selalu menghadirkan tantangan baru, termasuk pada tahun 2019 mendatang.
Jelas bahwa Indonesia harus memperkuat pondasi dan sendi-sendi makro ekonomi; meningkatkan kualitas sumber daya manusia; meningkatkan dan mengembangkan potensi ekonomi daerah, serta melanjutkan pembangunan infrastruktur dengan memperhatikan aspek pemerataan, efektivitas, serta kemampuan dan kesinambungan fiskal.
Tunjukan Soliditas
Itulah beberapa tantangan bersama yang harus ditanggapi untuk memperkuat daya tahan perekonomian nasional. Apa yang sedang terjadi pada perekonomian Turki hendaknya tidak luput dari perhatian pemerintah.
Karena Indonesia pun sedang bersengketa dagang dengan Amerika Serikat (AS), kasus Turki patut dijadikan pembelajaran untuk menyiapkan strategi dalam bernegosiasi dengan AS. Pemerintah patut diingatkan bahwa rakyat berharap sengketa dagang dengan AS tidak mengeskalasi tantangan bagi perekonomian nasional.
Masih berkait dengan upaya menjaga ketahanan ekonomi nasional, pemerintah pun diharapkan tidak ragu-ragu menerapkan kebijakan yang fokus pada upaya menjaga defisit transaksi berjalan pada level yang moderat. Menekan nilai impor menjadi pilihan paling masuk akal.
Karena itu, silahkan bagi pemerintah untuk menunda sejumlah komiditi impor yang tidak akan mengganggu kepentingan masyarakat, utamanya komoditi bahan pangan.
Ketika bersepakat untuk mengatasi tantangan eksternal maupun internal, kepentingan nasional harus diutamakan. Jangan ada aksi tunggang menunggangi hanya untuk memperjuangkan kepentingan kelompok atau golongan. Siapa pun hendaknya tidak melakukan aksi yang berpotensi memecah persatuan dan kesatuan bangsa.
Kendati tantangan baru selalu menghadang, semua elemen bangsa harus berani untuk berbangga karena pembangunan nasional terus mencatatkan progres. Indonesia memang belum masuk dalam kelompok negara maju, tetapi semua komponen masyarakat tak perlu juga secara berlebihan mengagumi berlebihan dan kekuatan maupun negara maju.
Justru dalam dekade terakhir ini, Indonesia berhasil menunjukan progres pembangunan sektor industri kepada konsumen di pasar internasional. Produk otomotif, kapal laut, kereta api hingga pesawat terbang dari Indonesia sudah digunakan sejumlah negara di berbagai kawasan. Fakta ini hendaknya mampu menggelorakan semangat patriotisme dan nasionalisme generasi milenial.
Pada 2019, Indonesia akan menyelenggarakan dua agenda politik yang sangat strategis, yakni pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan anggota legislatif (pileg). Dua agenda yang strategis ini jangan dilihat sebagai ujian terhadap soliditas bangsa.
Sebaliknya, Pilpres-Pileg 2019 justru menjadi momentum bagi semua elemen masyarakat untuk menunjukan soliditas bangsa. Benar bahwa setiap individu dalam masyarakat Indonesia akan mempunyai pilihan politik yang tidak sama dengan individu lainnya.
Tetapi beda pilihan politik itu tidak akan merusak soliditas bangsa. Indonesia semakin kuat karena masyarakatnya semakin dewasa dan cerdas menyikapi perbedaan dan keberagaman.
Mungkin, masyarakat akan menyaksikan adanya politisasi agama atau politik identitas. Fakta seperti itu tidak akan menjadi masalah karena menjadi hak bagi mereka yang melakukannya. Tentu hak itu harus dihormati sepanjang tidak merusak persatuan dan kesatuan bangsa, dan tidak merusak atau mengganggu ketertiban umum.
Namun, jika mayoritas anak bangsa menolak politisasi agama atau politik identitas, sikap ini pun harus dihormati. Jika kesediaan untuk saling menghormati beda pilihan politik itu terwujud pada Pilpres-Pileg 2019, semakin dewasa dan bijak-lah anak bangsa.
Menuju pelaksanaan Pilpres-Pileg 2019, semua pihak hendaknya mau menahan diri. Akankah petahana bisa bertahan atau akan hadir pemerintahan baru? Itu persoalan lain.
Oleh karena Pilpres-Pileg 2019 masih lama, pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla harus mendapatkan ruang dan waktu yang kondusif untuk mengendalikan jalannya pemerintahan serta mengelola keberlanjutan pembangunan nasional.
Pada saat bersamaan, para politisi pun diberi ruang dan waktu untuk melakukan persiapan untuk melakoni Pilpres-Pileg 2019. Namun, persiapan maupun manuver politik dari para kontestan hendaknya tidak merusak kondusivitas.
Sebaliknya, para kader partai politik berkewajiban memelihara iklim yang kondusif. Jika hal ini terwujud, dunia akan melihat Indonesia yang solid.
(thm)