Pemerintah Terbitkan Permen LHK, Peringatan bagi Pecinta Burung

Minggu, 19 Agustus 2018 - 14:49 WIB
Pemerintah Terbitkan...
Pemerintah Terbitkan Permen LHK, Peringatan bagi Pecinta Burung
A A A
JAKARTA - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) belum lama menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) LHK Nomor 20 tahun 2018 yang isinya memasukkan beberapa jenis burung yang sudah lama dipelihara.

Burung itu antara lain Murai Batu, Cucak Rowo, Cucak Hijau, Jalak Suren dalam daftar merah terancam punah. Basisnya adalah riset LIPI yang menyebut jumlah burung-burung itu menurun 50%.

Hobiis atau pecinta burung, R Kristiawan menilai, riset LIPI itu kemungkinan besar benar. Hanya saja langkah yang diambil Kementerian LHK tidak tepat, melakukan pewajiban perizinan bagi upaya penangkaran burung-burung tersebut.

Kristiawan mencatat beberapa poin penting dalam Permen LHK 20/2018 yang dinilainya sesat pikir. Pertama, pengandaian bahwa burung-burung itu menurun karena penangkapan. Ini ada benarnya, tapi tidak 100%. Ada aspek lain yaitu deforestrasi yang membuat daya dukung hidup burung tidak layak.

"Deforestrasi terjadi justru karena izin pemerintah. Andai semua burung yang dirawat hobiis dilepaskan ke hutan, hampir pasti semua akan mati karena hutan telah berubah menjadi kebun sawit," tegas Kristiawan di Jakarta, Minggu (19/8/2018).

(Baca juga: Tolak Permen LHK, Ratusan Pecinta Burung Kicau Berunjuk Rasa)

Kedua menurut dia, menafikan konservasi ex-situ. Ada dua jenis konservasi satwa yaitu in-situ (di dalam habitat asli) dan ex-situ (di luar habitat asli). Kita ambil contoh species Jalak Bali. Tahun 1980-an Jalak Bali terancam punah. BKSDA lalu bekerja sama dengan kebun binatang Amerika untuk mendatangkan burung itu untuk dikembangkan di Indonesia.

Dikatakan Kristiawan, apa yang dilakukan kala itu membuahkan hasil positif, dimana BKSDA memberikan izin bagi peternak burung di Klaten dan Malang untuk mengembangbiakkan jalak Bali. Hasilnya luar biasa.

Tidak butuh waktu lama untuk membuat jumlah Jalak Bali menjadi ribuan. Sekian persen dari burung ternakan itu dilepasliarkan di Nusa Penida yang daya dukung alamnya masih bagus dan warga memiliki hukum adat/awig-awig.

Menurutnya, ini kombinasi bagus antara aspek konservasi dan ekonomi yang secara realistis efektif karena daya dukung alam lemah untuk konservasi in-situ. Konkretnya, bedakan burung yang sudah bisa diternak dan yang belum. Burung yang belum bisa diternak tidak boleh ditangkap, dilombakan, dan diperjualbelikan.

Pendampingan diberikan kepada para peternak burung agar semakin berkembang dan populasi burung bertambah. "Sayangnya, ketika regulasi restriktif mulai dikenakan ke peternak Jalak Bali tahun 2012-2013, para peternak lalu malas beternak Jalak Bali," cetus dia.

Tapi dalam kasus aktual, peternak Murai Batu, Cucak Hijau, Jalak Suren justru dicurigai. Padahal peternaklah yang berjasa memperbanyak jenis burung-burung tersebut, sehingga tidak terancam punah.

Yang perlu dicatat, menurut dia, keterlibatan pemerintah nyaris nol dalam upaya budidaya itu. Semuanya adalah inisiatif warga. Ketika membesar, pemerintah seperti pahlawan kesiangan dan mau mengatur segalanya.

"Kegiatan seperti ini memang selayaknya dikerjakan rakyat saja seperti terjadi di negara lain misalnya Jerman, Italia, Turki, Belanda dll dimana organisasi hobi burung dikelola murni oleh inisiatif rakyat. Mereka bisa menjadi pengekapor burung. Sementara Indonesia lebih banyak impor," terangnya.

Catatan ketiga, menafikan aspek ekonomi kreatif kerakyatan. Presiden Jokowi menyebut nilai ekonomi hobi burung sekitar Rp 1,7 triliun/tahun ketika membuka lomba burung di Istana Bogor beberapa bulan lalu.

Angka itu datang dari jual beli burung, industri pakan, EO lomba, industri sangkar, cargo, dll. Satu ekor burung juara bisa bernilai ratusan juta hingga angka Miliar. Hobiis burung memang jumlahnya jutaan.

"Saya pernah mengelola asosiasi penggemar burung kenari Jabodetabek yang anggotanya tiga ribu orang. Bisa dibayangkan jika Permen itu diterapkan hitam putih, sektor ini akan terguncang secara ekonomi. Klaten adalah kota dengan rantai bisnis peternakan burung yang kuat. Bahkan ibu-ibu rumah tangga menerima jasa memberi makan anakan burung," tegasnya.

Kristiawan mengingatkan bahwa hari-hari ini demonstrasi hobiis burung merebak di banyak kota dengan peserta ribuan. "Sebaiknya perlu dikelola lebih baik karena bisa berujung pada politik elektoral," tutupnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2428 seconds (0.1#10.140)