Adu Program Capres-Cawapres
A
A
A
Pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno resmi mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) akhir pekan lalu.
Saat ini kedua pasangan masih harus mengikuti tes kesehatan. Kemarin Jokowi-Ma’ruf sudah menjalani tes kesehatan oleh tim dokter yang ditunjuk KPU, disusul Prabowo-Sandiaga pada hari ini.
Kendati belum resmi dinyatakan sebagai capres-cawapres, pendukung kedua kubu, baik kader dari partai pengusung masing-masing maupun para relawan, mulai terlibat perang komentar, terutama di media sosial. Kedua kubu mencoba saling menunjukkan keunggulan kandidatnya sekaligus menunjukkan apa yang menjadi kelemahan lawan.
Panasnya rivalitas antarpendukung ini memang sudah diperkirakan jauh-jauh hari. Apalagi faktanya kemudian dua capres, Jokowi dan Prabowo, kembali terlibat rematch atau mengulang pertarungan sebagaimana yang mereka jalani pada Pilpres 2014.
Banyak yang berharap kubu Jokowi dan Prabowo tidak mengulang model pertarungan seperti empat tahun lalu. Saat itu rivalitas kedua kubu mencapai titik didih yang ditandai dengan maraknya black campaign yang menyerang pribadi capres masing-masing saat kampanye berlangsung.
Residu dari pertarungan kedua kubu bahkan menjalar hingga ke Pilkada DKI Jakarta dua tahun berikutnya. “Pilkada rasa pilpres”, demikian istilah yang disematkan pada kontestasi pemilihan gubernur di Ibu Kota yang diwarnai dengan sentimen SARA ini.
Akankah realitas serupa akan kembali kita jumpai di pilpres mendatang? Sudah seharusnya pendukung kedua kubu capres-cawapres berkomitmen tidak lagi menggunakan isu SARA karena tidak sehat untuk perkembangan demokrasi. Lebih elegan dan bermartabat jika pertarungan kedua kubu mengedepankan ide dan gagasan mengenai arah masa depan bangsa jika kelak terpilih. Begitu banyak tantangan yang sedang menghadang perjalanan bangsa ke depan. Maka itu menarik menunggu apa yang menjadi visi-misi kedua pasangan calon.
Beberapa pernyataan capres-cawapres sudah menggambarkan apa yang menjadi garis perjuangan jika nanti terpilih. Prabowo misalnya selalu menekankan pada kemandirian bangsa dan menolak ekonomi neolib yang menjadikan Indonesia sebagai antek asing. Sandiaga pada beberapa kesempatan menyebut akan menghadirkan harga pangan yang terjangkau. Dia bahkan menyebut akan melibatkan 'partai emak-emak' ke dalam timnya.
Simbol tersebut digunakan untuk menggambarkan komitmennya dalam meringankan beban masyarakat, terutama kalangan ibu rumah tangga yang kesulitan akibat harga kebutuhan pokok yang tak terjangkau. Selain itu dengan latar belakang sebagai entrepreneur sukses, mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta ini juga berjanji akan menyediakan banyak lapangan kerja. Sebagai kandidat termuda, Sandiaga disebut-sebut bakal dilirik pemilih milenial yang jumlahnya di atas 50% pada pemilu nanti. Menarik menanti apa saja yang menjadi program Sandiaga untuk mengembangkan potensi generasi muda bangsa ini.
Di lain pihak, kubu Jokowi-Ma’ruf Amin juga tengah menyiapkan visi-misinya yang terangkum dalam Nawacita Jilid II. Menarik menanti gagasan apa yang dibawa Jokowi jika terpilih untuk kedua kalinya, terutama di bidang ekonomi. Ini berkaitan dengan persepsi bahwa Jokowi dalam empat tahun ini gagal mengelola perekonomian, salah satunya ditandai dengan terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar.
Persoalan lapangan kerja juga menjadi masalah yang harus dijawab Jokowi melalui Nawacita Jilid II. Selain pemerataan ekonomi, pasangan ini juga akan memprioritaskan mewujudkan kedamai dan keamanan dalam negeri.
Kemarin seluruh sekretaris jenderal dari sembilan partai pengusung Jokowi-Ma’ruf kembali bertemu untuk mematangkan visi-misi tersebut, selain membahas tim pemenangan. Lapangan kerja menjadi salah satu fokus yang dikaitkan dengan konsep Making Indonesia 4.0 yang merespons masuknya era Revolusi Industri 4.0. Partai Golkar termasuk yang mendorong ini dimasukkan dalam Nawacita II. Sementara PPP mengusulkan program keumatan agar dimasukkan ke Nawacita Jilid II.
Saat ini kedua pasangan masih harus mengikuti tes kesehatan. Kemarin Jokowi-Ma’ruf sudah menjalani tes kesehatan oleh tim dokter yang ditunjuk KPU, disusul Prabowo-Sandiaga pada hari ini.
Kendati belum resmi dinyatakan sebagai capres-cawapres, pendukung kedua kubu, baik kader dari partai pengusung masing-masing maupun para relawan, mulai terlibat perang komentar, terutama di media sosial. Kedua kubu mencoba saling menunjukkan keunggulan kandidatnya sekaligus menunjukkan apa yang menjadi kelemahan lawan.
Panasnya rivalitas antarpendukung ini memang sudah diperkirakan jauh-jauh hari. Apalagi faktanya kemudian dua capres, Jokowi dan Prabowo, kembali terlibat rematch atau mengulang pertarungan sebagaimana yang mereka jalani pada Pilpres 2014.
Banyak yang berharap kubu Jokowi dan Prabowo tidak mengulang model pertarungan seperti empat tahun lalu. Saat itu rivalitas kedua kubu mencapai titik didih yang ditandai dengan maraknya black campaign yang menyerang pribadi capres masing-masing saat kampanye berlangsung.
Residu dari pertarungan kedua kubu bahkan menjalar hingga ke Pilkada DKI Jakarta dua tahun berikutnya. “Pilkada rasa pilpres”, demikian istilah yang disematkan pada kontestasi pemilihan gubernur di Ibu Kota yang diwarnai dengan sentimen SARA ini.
Akankah realitas serupa akan kembali kita jumpai di pilpres mendatang? Sudah seharusnya pendukung kedua kubu capres-cawapres berkomitmen tidak lagi menggunakan isu SARA karena tidak sehat untuk perkembangan demokrasi. Lebih elegan dan bermartabat jika pertarungan kedua kubu mengedepankan ide dan gagasan mengenai arah masa depan bangsa jika kelak terpilih. Begitu banyak tantangan yang sedang menghadang perjalanan bangsa ke depan. Maka itu menarik menunggu apa yang menjadi visi-misi kedua pasangan calon.
Beberapa pernyataan capres-cawapres sudah menggambarkan apa yang menjadi garis perjuangan jika nanti terpilih. Prabowo misalnya selalu menekankan pada kemandirian bangsa dan menolak ekonomi neolib yang menjadikan Indonesia sebagai antek asing. Sandiaga pada beberapa kesempatan menyebut akan menghadirkan harga pangan yang terjangkau. Dia bahkan menyebut akan melibatkan 'partai emak-emak' ke dalam timnya.
Simbol tersebut digunakan untuk menggambarkan komitmennya dalam meringankan beban masyarakat, terutama kalangan ibu rumah tangga yang kesulitan akibat harga kebutuhan pokok yang tak terjangkau. Selain itu dengan latar belakang sebagai entrepreneur sukses, mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta ini juga berjanji akan menyediakan banyak lapangan kerja. Sebagai kandidat termuda, Sandiaga disebut-sebut bakal dilirik pemilih milenial yang jumlahnya di atas 50% pada pemilu nanti. Menarik menanti apa saja yang menjadi program Sandiaga untuk mengembangkan potensi generasi muda bangsa ini.
Di lain pihak, kubu Jokowi-Ma’ruf Amin juga tengah menyiapkan visi-misinya yang terangkum dalam Nawacita Jilid II. Menarik menanti gagasan apa yang dibawa Jokowi jika terpilih untuk kedua kalinya, terutama di bidang ekonomi. Ini berkaitan dengan persepsi bahwa Jokowi dalam empat tahun ini gagal mengelola perekonomian, salah satunya ditandai dengan terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar.
Persoalan lapangan kerja juga menjadi masalah yang harus dijawab Jokowi melalui Nawacita Jilid II. Selain pemerataan ekonomi, pasangan ini juga akan memprioritaskan mewujudkan kedamai dan keamanan dalam negeri.
Kemarin seluruh sekretaris jenderal dari sembilan partai pengusung Jokowi-Ma’ruf kembali bertemu untuk mematangkan visi-misi tersebut, selain membahas tim pemenangan. Lapangan kerja menjadi salah satu fokus yang dikaitkan dengan konsep Making Indonesia 4.0 yang merespons masuknya era Revolusi Industri 4.0. Partai Golkar termasuk yang mendorong ini dimasukkan dalam Nawacita II. Sementara PPP mengusulkan program keumatan agar dimasukkan ke Nawacita Jilid II.
(nag)