Peta Koalisi Masih Alot, Terbentuknya Poros Ketiga Masih Terbuka
A
A
A
JAKARTA - Jelang empat hari masa akhir pendaftaran bakal pasangan capres dan cawapres 2019 belum ada tanda-tanda dari masing-masing kubu koalisi partai politik mendaftarkan calon mereka ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pengamat Politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Nyarwi Ahmad menganggap, aksi saling tunggu antar kubu menandakan soliditas parpol koalisi masih belum menemui kata sepakat soal tiket cawapres.
Menurutnya, PKS sepertinya masih keras menginginkan agar dua kandidat cawapres yang direkomendasikan Ijtima ulama yakni Habib Salim Asegaf Al-Jufri dan Ustaz Abdul Somad dipertimbangan lebih serius oleh Prabowo Subianto.
"Sementara dari pernyataan-pernyataan Prabowo ketika bertemu dengan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) mengindikasikan ketertarikannya untuk memilih AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) sebagai cawapres," ujar Nyarwi saat dihubungi SINDOnews, Senin (6/8/2018).
Nyarwi menilai, perkembangan tersebut memungkinkan koalisi Prabowo terus akan deadlock. Menurut dia, jika hal itu terus berlangsung tanpa adanya konsesi atau kesepakatan politik yang diterima PKS maka bukan tidak mungkin PKS keluar dari barisan Prabowo.
Di saat bersamaan, kata Nyarwi di kubu petahana Jokowi juga belum menemukan kata sepakat. Menurutnya, PKB yang masih kekeuh mendorong Ketua Umumnya Muhaimin Iskandar atau Cak Imin juga belum mendapat kepastian dari koalisi tersebut. Ia menganggap tak menutup kemungkinan PKB masih berpeluang hengkang dari koalisi itu terlebih keluar rekomendasi dari PBNU.
Di sisi lain narasi politik yang dibangun Ketua Dewan Kehormatan PAN, Amien Rais dianggap terlalu dominan ke kubu Prabowo yang membuat partai yang dipimpin Zulkifli Hasan bisa memilih jalan tengah. Sementara sampai saat ini PAN belum memutuskan akan berada di kubu mana pada Pilpres 2019 karena masih menunggu Rakernas.
"Maka bukan tidak mungkin PKS, PKB dan PAN mulai membangun koalisi dan melahirkan poros ketiga dan mencalonkan pasangan capres-cawapres baik dari kalangan elite-elite mereka maupun mengambil tokoh yang memiliki kedekatan dengan mereka dan punya daya jual elektabilitas yang potensial seperti Gatot (Nurmantyo) dan Anies (Baswedan)," pungkasnya.
Pengamat Politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Nyarwi Ahmad menganggap, aksi saling tunggu antar kubu menandakan soliditas parpol koalisi masih belum menemui kata sepakat soal tiket cawapres.
Menurutnya, PKS sepertinya masih keras menginginkan agar dua kandidat cawapres yang direkomendasikan Ijtima ulama yakni Habib Salim Asegaf Al-Jufri dan Ustaz Abdul Somad dipertimbangan lebih serius oleh Prabowo Subianto.
"Sementara dari pernyataan-pernyataan Prabowo ketika bertemu dengan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) mengindikasikan ketertarikannya untuk memilih AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) sebagai cawapres," ujar Nyarwi saat dihubungi SINDOnews, Senin (6/8/2018).
Nyarwi menilai, perkembangan tersebut memungkinkan koalisi Prabowo terus akan deadlock. Menurut dia, jika hal itu terus berlangsung tanpa adanya konsesi atau kesepakatan politik yang diterima PKS maka bukan tidak mungkin PKS keluar dari barisan Prabowo.
Di saat bersamaan, kata Nyarwi di kubu petahana Jokowi juga belum menemukan kata sepakat. Menurutnya, PKB yang masih kekeuh mendorong Ketua Umumnya Muhaimin Iskandar atau Cak Imin juga belum mendapat kepastian dari koalisi tersebut. Ia menganggap tak menutup kemungkinan PKB masih berpeluang hengkang dari koalisi itu terlebih keluar rekomendasi dari PBNU.
Di sisi lain narasi politik yang dibangun Ketua Dewan Kehormatan PAN, Amien Rais dianggap terlalu dominan ke kubu Prabowo yang membuat partai yang dipimpin Zulkifli Hasan bisa memilih jalan tengah. Sementara sampai saat ini PAN belum memutuskan akan berada di kubu mana pada Pilpres 2019 karena masih menunggu Rakernas.
"Maka bukan tidak mungkin PKS, PKB dan PAN mulai membangun koalisi dan melahirkan poros ketiga dan mencalonkan pasangan capres-cawapres baik dari kalangan elite-elite mereka maupun mengambil tokoh yang memiliki kedekatan dengan mereka dan punya daya jual elektabilitas yang potensial seperti Gatot (Nurmantyo) dan Anies (Baswedan)," pungkasnya.
(kri)