Lima Catatan KNPI Sambut Pilpres 2019
A
A
A
JAKARTA - Tidak lama lagi tahapan Pemilu Presiden (Pilpres) 2019 akan dimulai yang diawali oleh pendaftaran pasangan peserta Pilpres 2019 yang akan berlangsung dari 4-10 Agustus 2018.
Pilpres mendatang menjadi satu bagian dari Pemilu serentak 2019. Pada Pemilu 2019 nanti tidak ada lagi jeda waktu antara pemilu legislatif (DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, DPD) dengan pemilu presiden sebagaimana yang telah kita alami pada Pemilu 2014 silam.
Terkait hal itu, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) mendesak peserta pilpres untuk merekrut kalangan kaum muda menjadi calon wakil presiden. KNPI menilai, kaum muda dapat menjadi motor penggerak roda pembangunan dan dapat berakselerasi merespon bonus demografi yang diprediksi akan mengalami puncaknya pada 2030-2045 mendatang.
"Adapun kriteria kaum muda yang diajukan KNPI adalah yang mempunyai integritas, moralitas dan kapabilitas yang cukup sebagai seorang pemimpin, " kata Ketua Umun KNPI Muhammad Rifai Darus melalui siaran persnya, Sabtu (4/8/2018).
Menurut Rifai, di iluaritu, ada persoalan yang jauh lebih penting yang harus mendapat perhatian kita bersama.
Dia pun memaparkan catatan KNPI terhadap situasi dan tantangan kebangsaan saat ini. Pertama, percepatan pembangunan ekonomi mempunyai tantangan untuk melakukan pemerataan dan menyasar pada pembukaan lapangan kerja sebesar-besarnya dan seluas-luasnya.
"Tujuannya tak lain adalah untuk memperkecil gap (ketimpangan) pendapatan, jumlah pengangguran dan memperbaiki taraf hidup masyarakat serta menekan risiko sosial (narkoba, radikalisme, dan lain-lain) yang muncul ekses dari terbatasnya ruang (akses, kesempatan) kerja di sektor formal, " tutur Darus.
Untuk itu, lanjut dia, sasaran pembangunan ekonomi sedapat mungkin juga harus mendorong percepatan dan pertumbuhan industrialisasi dalam negeri yang membuka peluang membesarnya serapan tenaga kerja produktif di sektor formal.
"Mengingat basis pertumbuhan ekonomi yang hanya bertumpu pada portofolio modal asing atau swasta, teramat rentan terhadap gejolak krisis keuangan," katanya.
Dia menambahkan, pembangunan ekonomi juga harus menyasar pada upaya membangun swadaya pangan dan beragam produk pertanian. Teramat ironis, bila status sebagai negeri agraris tetapi bertahun-tahun kita selalu kewalahan dengan kelangkaan komoditas pangan yang menyebabkan melambungnya harga jual.
Kedua, lanjut Rifai, fragmentasi elite dalam panggung elektoral, seyogyanya dapat membawa narasi positif dan konstruktif untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. KNPI meminta agar kelompok elite dapat merawat keberagaman, kemajemukan dan semangat persatuan di Indonesia.
"Tidak mendayagunakan SARA untuk kepentingan politik elektoral yang berpotensi merusak kemajemukan dan bangunan keberagaman di Indonesia," tandasnya
Ketiga, KNPI meminta setiap kelompok elite menyudahi sekaligus menyerukan kepada setiap pendukungnya untuk tidak menggunakan ujaran kebencian dalam kampanye politiknya yang berpotensi memperkeruh wajah keberagaman di Indonesia serta menimbulkan konflik terbuka antar pendukung.
"Mengingat perjalanan bangsa ini masih panjang dan teramat mahal untuk dipertaruhkan hanya untuk kepentingan politik sesaat," katanya.
Keempat, lanjut dia, KNPI meminta agar kelompok elite dapat menyuguhkan narasi, visi, misi dan program terbaiknya, tentang bangsa, negara dan rakyat Indonesia. Dan menyudahi “kampanye klaim” yang tidak substansial, monoton dan tidak menawarkan solusi atau harapan terhadap masa depan Indonesia.
Terakhir, kata Rifai, perlu ada upaya yang terpadu untuk menekan laju korupsi di berbagai sektor. Upaya KPU yang melarang eks koruptor menjadi caleg patut diapresiasi. Hanya saja gerakan ini perlu diperluas sehingga dapat mencegah sekaligus memberi efek jera kepada siapa pun yang berniat atau telah melakukan tindak pidana korupsi.
"Sebagai penutup, kita semua berharap agar proses elektoral 2019 mendatang berlangsung secara demokratis, fair dan akuntabel," tuturnya.
Pilpres mendatang menjadi satu bagian dari Pemilu serentak 2019. Pada Pemilu 2019 nanti tidak ada lagi jeda waktu antara pemilu legislatif (DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, DPD) dengan pemilu presiden sebagaimana yang telah kita alami pada Pemilu 2014 silam.
Terkait hal itu, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) mendesak peserta pilpres untuk merekrut kalangan kaum muda menjadi calon wakil presiden. KNPI menilai, kaum muda dapat menjadi motor penggerak roda pembangunan dan dapat berakselerasi merespon bonus demografi yang diprediksi akan mengalami puncaknya pada 2030-2045 mendatang.
"Adapun kriteria kaum muda yang diajukan KNPI adalah yang mempunyai integritas, moralitas dan kapabilitas yang cukup sebagai seorang pemimpin, " kata Ketua Umun KNPI Muhammad Rifai Darus melalui siaran persnya, Sabtu (4/8/2018).
Menurut Rifai, di iluaritu, ada persoalan yang jauh lebih penting yang harus mendapat perhatian kita bersama.
Dia pun memaparkan catatan KNPI terhadap situasi dan tantangan kebangsaan saat ini. Pertama, percepatan pembangunan ekonomi mempunyai tantangan untuk melakukan pemerataan dan menyasar pada pembukaan lapangan kerja sebesar-besarnya dan seluas-luasnya.
"Tujuannya tak lain adalah untuk memperkecil gap (ketimpangan) pendapatan, jumlah pengangguran dan memperbaiki taraf hidup masyarakat serta menekan risiko sosial (narkoba, radikalisme, dan lain-lain) yang muncul ekses dari terbatasnya ruang (akses, kesempatan) kerja di sektor formal, " tutur Darus.
Untuk itu, lanjut dia, sasaran pembangunan ekonomi sedapat mungkin juga harus mendorong percepatan dan pertumbuhan industrialisasi dalam negeri yang membuka peluang membesarnya serapan tenaga kerja produktif di sektor formal.
"Mengingat basis pertumbuhan ekonomi yang hanya bertumpu pada portofolio modal asing atau swasta, teramat rentan terhadap gejolak krisis keuangan," katanya.
Dia menambahkan, pembangunan ekonomi juga harus menyasar pada upaya membangun swadaya pangan dan beragam produk pertanian. Teramat ironis, bila status sebagai negeri agraris tetapi bertahun-tahun kita selalu kewalahan dengan kelangkaan komoditas pangan yang menyebabkan melambungnya harga jual.
Kedua, lanjut Rifai, fragmentasi elite dalam panggung elektoral, seyogyanya dapat membawa narasi positif dan konstruktif untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. KNPI meminta agar kelompok elite dapat merawat keberagaman, kemajemukan dan semangat persatuan di Indonesia.
"Tidak mendayagunakan SARA untuk kepentingan politik elektoral yang berpotensi merusak kemajemukan dan bangunan keberagaman di Indonesia," tandasnya
Ketiga, KNPI meminta setiap kelompok elite menyudahi sekaligus menyerukan kepada setiap pendukungnya untuk tidak menggunakan ujaran kebencian dalam kampanye politiknya yang berpotensi memperkeruh wajah keberagaman di Indonesia serta menimbulkan konflik terbuka antar pendukung.
"Mengingat perjalanan bangsa ini masih panjang dan teramat mahal untuk dipertaruhkan hanya untuk kepentingan politik sesaat," katanya.
Keempat, lanjut dia, KNPI meminta agar kelompok elite dapat menyuguhkan narasi, visi, misi dan program terbaiknya, tentang bangsa, negara dan rakyat Indonesia. Dan menyudahi “kampanye klaim” yang tidak substansial, monoton dan tidak menawarkan solusi atau harapan terhadap masa depan Indonesia.
Terakhir, kata Rifai, perlu ada upaya yang terpadu untuk menekan laju korupsi di berbagai sektor. Upaya KPU yang melarang eks koruptor menjadi caleg patut diapresiasi. Hanya saja gerakan ini perlu diperluas sehingga dapat mencegah sekaligus memberi efek jera kepada siapa pun yang berniat atau telah melakukan tindak pidana korupsi.
"Sebagai penutup, kita semua berharap agar proses elektoral 2019 mendatang berlangsung secara demokratis, fair dan akuntabel," tuturnya.
(maf)