Orang Pinggiran Jadi Tamu Allah
A
A
A
Faisal Ismail
Guru Besar Pascasarjana Fakultas Ilmu Agama IslamUniversitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta
ISTILAh “orang pinggiran” digunakan untuk menyebut orang yang secara ekonomi berpenghasilan pas-pasan. Orang pinggiran ini bekerja keras dan sedikit demi sedikit menabung agar bisa naik haji.
Perintah Allah yang mewajibkan umat Islam naik haji antara lain terdapat dalam Alquran Surah Ali Imran ayat 97: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang mampu melakukan perjalanan ke Baitullah...” Kemampuan ini mencakup kemampuan mental dan fisikal (sehat) dan kemampuan keuangan (mempunyai dana). Bagi orang kaya, ongkos naik haji mudah tersedia. Bagi orang pinggiran, ongkos naik haji tidak mudah dan harus menabung selama belasan dan puluhan tahun. Termotivasi oleh iman yang kuat, banyak orang pinggiran pada akhirnya bisa berhaji dengan hasil tabungan mereka.
Tukang Pijat Naik Haji
Bekerja sebagai tukang pijat, Sofyan berhasil naik haji pada 2015 setelah menabung selama 16 tahun. Kakek 82 tahun ini adalah warga Desa Balongbesuk, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Setiap harinya, ia menabung Rp5.000 dan kadang Rp10.000. Begitu pun halnya dengan Yani Zimah, 65, yang bekerja sebagai tukang pijat bayi. Yani naik haji dengan hasil tabungannya selama tujuh tahun. Ia adalah warga Kampung Karanganyar, Kelurahan Brontokusuman, Kecamatan Mergangsang, Kota Yogyakarta. Karena suaminya, Kholid Moris, meninggal pada 2011, ia mendaftar sendiri sebagai calhaj pada 5 Januari 2011 dan berangkat haji pada 2017 seorang diri tanpa didampingi keluarga.
Sebagai tukang pijat bayi, Yani tidak memasang tarif kepada para pelanggannya. Ibu lima anak dan dua belas cucu ini menuturkan, uang hasil jerih payahnya sedikit demi sedikit ditabung. Mengamalkan pesan kakeknya, Yani rutin membaca Surah Al-Ikhlas sebanyak 2000 kali setiap hari dan banyak melaksanakan salat hajat dan tahajud. Yani menuturkan penghasilannya per hari rata-rata Rp 200.000. Dengan uang Rp11.125.000, ia mendaftar sebagai calhaj dan akhirnya membayar lunas sebesar Rp35,7 juta.
Tukang pijat lainnya yang berhasil naik haji adalah Sabarudin. Ia bersama istrinya, Umpikah, tinggal di Jalan Ukel, Kertosari, Ponorogo, Jawa Timur. Sudah dua kali (2003 dan 2017) Sabarudin naik haji. Pada haji yang kedua, ia mendaftar pada 2010 dan berangkat bersama istrinya. Sabarudin menuturkan, setiap pelanggannya memberi uang jasa Rp20.000-50.000. Istrinya membuka warung kecil untuk menambah pendapatan keluarga. Setelah menabung selama bertahun-tahun, Sabarudin bersama istrinya meraih impiannya berangkat naik haji.
Bekerja sebagai tukang servis sepeda dan penambal ban, Ibroni sangat merindukan Tanah Suci. Setelah menabung selama 24 tahun, ia pun berhasil naik haji. Ia adalah warga Sumber Lawang, Sragen, Jawa Tengah. Pekerjaan yang ia geluti sejak 1993 itu pada akhirnya bisa mewujudkan impiannya menunaikan ibadah haji. Dari penghasilan setiap hari yang tidak pasti, Ibroni selalu menyisihkan untuk ditabung agar bisa berhaji. Ibroni mendaftar sebagai calhaj dan kemudian berangkat pada 20 Agustus 2017. Ibroni sangat senang karena bisa naik haji dari hasil kucuran keringatnya sendiri yang halal. Dengan menunaikan ibadah haji, ia berkomitmen semakin mendekatkan diri kepada Allah.
Naik haji dengan hasil kucuran keringat dan jerih payah sendiri dialami juga Rusman Ali (39) yang berprofesi sebagai penambal ban. Ia tinggal di Medayu Senduru, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, dan berangkat haji pada 2017. Dia menuturkan, upaya menunaikan ibadah haji bersama istrinya dimulai sejak 2004. Alhamdulillah, kata dia, setiap harinya dapat mengumpulkan uang rata-rata Rp50.000. Walaupun pendapatan setiap hari pas-pasan, Rusman bertekad menabung demi berangkat haji.
Setiap hari Rusman mengamalkan ajaran kiainya membaca Surah Yasin dan Al-Waqiah agar Allah melapangkan rezeki baginya. Meskipun Rusman berhemat menabung agar bisa berhaji, tapi tidak membuatnya menjadi pelit. Ia berkeyakinan dengan banyak bersedekah, Allah semakin melimpahkan rezeki-Nya. Kisah sosok inspiratif lainnya berasal dari Ismail, warga Banjarmasin, Kalimantan selatan, yang bekerja sebagai penambal ban bisa naik haji dan menghajikan ibunya.
Kepada siapa saja yang bertakwa dan bekerja keras (termasuk orang pinggiran), Allah secara surprise memberi jalan keluar dan rezeki yang tidak disangka-sangka sebagaimana janji dan jaminan Allah dalam Alquran Surah at-Thalaq ayat 2-3: “Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberinya jalan keluar dan rezeki yang tidak disangka-sangka. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Dia akan mencukupkan keperluannya.” Itulah kisah-kisah impresif dan inspiratif orang-orang pinggiran yang berhasil naik haji dan bersama jamaah haji di seluruh dunia menjadi tamu-tamu Allah di Tanah Suci.
Guru Besar Pascasarjana Fakultas Ilmu Agama IslamUniversitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta
ISTILAh “orang pinggiran” digunakan untuk menyebut orang yang secara ekonomi berpenghasilan pas-pasan. Orang pinggiran ini bekerja keras dan sedikit demi sedikit menabung agar bisa naik haji.
Perintah Allah yang mewajibkan umat Islam naik haji antara lain terdapat dalam Alquran Surah Ali Imran ayat 97: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang mampu melakukan perjalanan ke Baitullah...” Kemampuan ini mencakup kemampuan mental dan fisikal (sehat) dan kemampuan keuangan (mempunyai dana). Bagi orang kaya, ongkos naik haji mudah tersedia. Bagi orang pinggiran, ongkos naik haji tidak mudah dan harus menabung selama belasan dan puluhan tahun. Termotivasi oleh iman yang kuat, banyak orang pinggiran pada akhirnya bisa berhaji dengan hasil tabungan mereka.
Tukang Pijat Naik Haji
Bekerja sebagai tukang pijat, Sofyan berhasil naik haji pada 2015 setelah menabung selama 16 tahun. Kakek 82 tahun ini adalah warga Desa Balongbesuk, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Setiap harinya, ia menabung Rp5.000 dan kadang Rp10.000. Begitu pun halnya dengan Yani Zimah, 65, yang bekerja sebagai tukang pijat bayi. Yani naik haji dengan hasil tabungannya selama tujuh tahun. Ia adalah warga Kampung Karanganyar, Kelurahan Brontokusuman, Kecamatan Mergangsang, Kota Yogyakarta. Karena suaminya, Kholid Moris, meninggal pada 2011, ia mendaftar sendiri sebagai calhaj pada 5 Januari 2011 dan berangkat haji pada 2017 seorang diri tanpa didampingi keluarga.
Sebagai tukang pijat bayi, Yani tidak memasang tarif kepada para pelanggannya. Ibu lima anak dan dua belas cucu ini menuturkan, uang hasil jerih payahnya sedikit demi sedikit ditabung. Mengamalkan pesan kakeknya, Yani rutin membaca Surah Al-Ikhlas sebanyak 2000 kali setiap hari dan banyak melaksanakan salat hajat dan tahajud. Yani menuturkan penghasilannya per hari rata-rata Rp 200.000. Dengan uang Rp11.125.000, ia mendaftar sebagai calhaj dan akhirnya membayar lunas sebesar Rp35,7 juta.
Tukang pijat lainnya yang berhasil naik haji adalah Sabarudin. Ia bersama istrinya, Umpikah, tinggal di Jalan Ukel, Kertosari, Ponorogo, Jawa Timur. Sudah dua kali (2003 dan 2017) Sabarudin naik haji. Pada haji yang kedua, ia mendaftar pada 2010 dan berangkat bersama istrinya. Sabarudin menuturkan, setiap pelanggannya memberi uang jasa Rp20.000-50.000. Istrinya membuka warung kecil untuk menambah pendapatan keluarga. Setelah menabung selama bertahun-tahun, Sabarudin bersama istrinya meraih impiannya berangkat naik haji.
Bekerja sebagai tukang servis sepeda dan penambal ban, Ibroni sangat merindukan Tanah Suci. Setelah menabung selama 24 tahun, ia pun berhasil naik haji. Ia adalah warga Sumber Lawang, Sragen, Jawa Tengah. Pekerjaan yang ia geluti sejak 1993 itu pada akhirnya bisa mewujudkan impiannya menunaikan ibadah haji. Dari penghasilan setiap hari yang tidak pasti, Ibroni selalu menyisihkan untuk ditabung agar bisa berhaji. Ibroni mendaftar sebagai calhaj dan kemudian berangkat pada 20 Agustus 2017. Ibroni sangat senang karena bisa naik haji dari hasil kucuran keringatnya sendiri yang halal. Dengan menunaikan ibadah haji, ia berkomitmen semakin mendekatkan diri kepada Allah.
Naik haji dengan hasil kucuran keringat dan jerih payah sendiri dialami juga Rusman Ali (39) yang berprofesi sebagai penambal ban. Ia tinggal di Medayu Senduru, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, dan berangkat haji pada 2017. Dia menuturkan, upaya menunaikan ibadah haji bersama istrinya dimulai sejak 2004. Alhamdulillah, kata dia, setiap harinya dapat mengumpulkan uang rata-rata Rp50.000. Walaupun pendapatan setiap hari pas-pasan, Rusman bertekad menabung demi berangkat haji.
Setiap hari Rusman mengamalkan ajaran kiainya membaca Surah Yasin dan Al-Waqiah agar Allah melapangkan rezeki baginya. Meskipun Rusman berhemat menabung agar bisa berhaji, tapi tidak membuatnya menjadi pelit. Ia berkeyakinan dengan banyak bersedekah, Allah semakin melimpahkan rezeki-Nya. Kisah sosok inspiratif lainnya berasal dari Ismail, warga Banjarmasin, Kalimantan selatan, yang bekerja sebagai penambal ban bisa naik haji dan menghajikan ibunya.
Kepada siapa saja yang bertakwa dan bekerja keras (termasuk orang pinggiran), Allah secara surprise memberi jalan keluar dan rezeki yang tidak disangka-sangka sebagaimana janji dan jaminan Allah dalam Alquran Surah at-Thalaq ayat 2-3: “Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberinya jalan keluar dan rezeki yang tidak disangka-sangka. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Dia akan mencukupkan keperluannya.” Itulah kisah-kisah impresif dan inspiratif orang-orang pinggiran yang berhasil naik haji dan bersama jamaah haji di seluruh dunia menjadi tamu-tamu Allah di Tanah Suci.
(thm)