Ketauladanan Jadi Kunci Kelestarian Pancasila
A
A
A
JAKARTA - Pembekuan organisasi Jaringan Ansharut Daulah (JAD) oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (31/7), menandakan bahwa secara nyata memang ada pihak-pihak yang sengaja merongrong ideologi Pancasila. Selain upaya hukum, ada juga upaya lain yang ampuh melestarikan Pancasila, tanpa harus berbentuk indoktrinasi, seperti yang pernah dipraktekkan di Indonesia di masa lalu. Keteledanan adalah kunci utama.
Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko berpendapat bahwa ketauladanan adalah laku paling penting dalam pengarusutamaan Pancasila di kehidupan sehari-hari. “Bila seorang pemimpin itu lakunya penuh noda, bagaimana anak muda bisa percaya tentang kebaikan Pancasila?” kata Moeldoko.
Dalam tataran yang lebih praktis lagi, dia berpendapat bahwa internalisasi nilai-nilai Pancasila bisa dilakukan dari lingkup keluarga. Semisal dengan cara melatih anak berterima kasih, meminta maaf, atau mengucapkan minta tolong dan mau memberi pertolongan kepada anggota keluarga, tetangga, dan orang lain.
“Ketahanan keluarga itu berjalan, maka ketahanan nasional akan terbentuk. Kalau keluarga morat-marit, anak terkena Narkoba, sudah mesti ketahanan nasional kita menjadi rawan,” kata mantan Panglima TNI itu.
Menurutnya, ketauladanan keluarga menjalankan nilai luhur Pancasila akan lebih efektif bagi generasi muda sekarang, ketimbang menggunakan pendekatan indoktrinasi. “Mereka lebih senang cara komunikatif, partisipatif, dan interaktif,” pungkasnya.
Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Benny Susetyo menjelaskan bahwa sejauh ini mereka sudah mengadakan berbagai kegiatan untuk menginternalisasi nilai-nilai Pancasila. Mulai dari seminar, workshop, hingga roadshow ke berbagai lembaga pendidikan.
“Kita ingin mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dan jadi kebiasaan di masyarakat,” katanya.
Menurutnya, contoh pengamalan Pancasila yang paling relevan dalam kehidupan masyarakat Indonesia sehari-hari adalah menerima perbedaan dan saling menghargai. “Tradisi tidak diskriminatif itu kan sudah jalan sejauh ini,” kata Benny.
Dari segi pemerintah, pun menurutnya sudah melaksanakan salah satu sila, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. “Pembangunan Indonesia Timur, BBM satu harga, pemerataan jawa-luar jawa itu kan cita-citanya untuk menghapus kesenjangan ekonomi,” ucapnya lagi.
Kini, Benny mengungkapkan bahwa BPIP sedang menjajaki untuk memasukkan nilai-nilai Pancasila dalam materi pendidikan. Baik itu dalam bentuk buku khusus atau diintegrasikan dalam mata pelajaran yang sudah ada.
Menurut pengamat pendidikan Darmaningtyas, pendidikan Pancasila sudah tidak bisa lagi dipaksakan ada di lingkungan sekolah. Berbeda dengan masa sebelum reformasi dulu. Keleluasaan itupun makin menjadi di lingkungan sekolah swasta. “Belum tentu mereka mengenalkan Pancasila di sekolahnya,” kata Darmaningtyas kepada wartawan di Jakarta.
Lebih lanjut, ia menuturkan bahwa bila tidak dikenalkan nilai Pancasila secara intens, maka otomatis pola pikir peserta didik akan terpengaruh. Termasuk dalam cara mereka menjalankan toleransi bergama, antar suku, atau pemikiran tentang keadilan sosial.
Ia berharap pemerintah bisa mengawasi dan mengingatkan lebih intens lagi mengenai pelajaran Pancasila di lembaga pendidikan formal. “Kalau kurikulum jelas, pelaksanaannya ini yang perlu diawasi lagi,” tuturnya.
Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko berpendapat bahwa ketauladanan adalah laku paling penting dalam pengarusutamaan Pancasila di kehidupan sehari-hari. “Bila seorang pemimpin itu lakunya penuh noda, bagaimana anak muda bisa percaya tentang kebaikan Pancasila?” kata Moeldoko.
Dalam tataran yang lebih praktis lagi, dia berpendapat bahwa internalisasi nilai-nilai Pancasila bisa dilakukan dari lingkup keluarga. Semisal dengan cara melatih anak berterima kasih, meminta maaf, atau mengucapkan minta tolong dan mau memberi pertolongan kepada anggota keluarga, tetangga, dan orang lain.
“Ketahanan keluarga itu berjalan, maka ketahanan nasional akan terbentuk. Kalau keluarga morat-marit, anak terkena Narkoba, sudah mesti ketahanan nasional kita menjadi rawan,” kata mantan Panglima TNI itu.
Menurutnya, ketauladanan keluarga menjalankan nilai luhur Pancasila akan lebih efektif bagi generasi muda sekarang, ketimbang menggunakan pendekatan indoktrinasi. “Mereka lebih senang cara komunikatif, partisipatif, dan interaktif,” pungkasnya.
Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Benny Susetyo menjelaskan bahwa sejauh ini mereka sudah mengadakan berbagai kegiatan untuk menginternalisasi nilai-nilai Pancasila. Mulai dari seminar, workshop, hingga roadshow ke berbagai lembaga pendidikan.
“Kita ingin mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dan jadi kebiasaan di masyarakat,” katanya.
Menurutnya, contoh pengamalan Pancasila yang paling relevan dalam kehidupan masyarakat Indonesia sehari-hari adalah menerima perbedaan dan saling menghargai. “Tradisi tidak diskriminatif itu kan sudah jalan sejauh ini,” kata Benny.
Dari segi pemerintah, pun menurutnya sudah melaksanakan salah satu sila, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. “Pembangunan Indonesia Timur, BBM satu harga, pemerataan jawa-luar jawa itu kan cita-citanya untuk menghapus kesenjangan ekonomi,” ucapnya lagi.
Kini, Benny mengungkapkan bahwa BPIP sedang menjajaki untuk memasukkan nilai-nilai Pancasila dalam materi pendidikan. Baik itu dalam bentuk buku khusus atau diintegrasikan dalam mata pelajaran yang sudah ada.
Menurut pengamat pendidikan Darmaningtyas, pendidikan Pancasila sudah tidak bisa lagi dipaksakan ada di lingkungan sekolah. Berbeda dengan masa sebelum reformasi dulu. Keleluasaan itupun makin menjadi di lingkungan sekolah swasta. “Belum tentu mereka mengenalkan Pancasila di sekolahnya,” kata Darmaningtyas kepada wartawan di Jakarta.
Lebih lanjut, ia menuturkan bahwa bila tidak dikenalkan nilai Pancasila secara intens, maka otomatis pola pikir peserta didik akan terpengaruh. Termasuk dalam cara mereka menjalankan toleransi bergama, antar suku, atau pemikiran tentang keadilan sosial.
Ia berharap pemerintah bisa mengawasi dan mengingatkan lebih intens lagi mengenai pelajaran Pancasila di lembaga pendidikan formal. “Kalau kurikulum jelas, pelaksanaannya ini yang perlu diawasi lagi,” tuturnya.
(pur)