Refly Harun: Gugatan Uji Materi UU Pemilu Menarik Dikaji
A
A
A
JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan, langkah Perindo yang mengajukan gugatan uji materi terhadap Pasal 169 huruf n Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan disusul langkah Irmanputra Sidin dan kawan-kawan selaku kuasa hukum Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) yang mengajukan JK sebagai pihak terkait, sangat menarik untuk dikaji. Alasannya, konstitusi itu bergerak sehingga memungkinkan adanya tafsir baru dalam pasal tersebut.
”Kalau kita baca pasal tersebut, sebenarnya secara eksplisit dikatakan bahwa masa jabatan presiden dan wakil presiden hanya dua periode saja, yakni menjabat lima periode kemudian bisa dipilih kembali satu periode,” ujarnya kepada KORAN SINDO, Jumat (20/7/2018).
Menurutnya, hal itu menjadi sangat menarik ketika ada yang mengatakan bahwa wapres bukan pemegang kekuasaan penuh. "Ini menarik dikaji lebih lanjut apakah yang cukup dibatasi itu jabatan presiden saja sedangkan jabatan wapres tidak seperti menteri," paparnya.
Mantan staf ahli MK ini menuturkan, tafsir historis dari pasal tersebut jelas disebutkan capres dan cawapres. Namun, ketika ada pihak yang memiliki tafsir kontekstual, hal ini layak untuk dikaji lebih mendalam.
”Dan menurut saya ini menarik, masuk akal, dan logis. Tergantung nanti hakim MK yang memutuskan diterima atau tidak. Tapi kalau ini diterima maka akan menjadi tafsir baru. Saya tidak mengatakan apakah JK mau nyapres lagi atau tidak, tapi dalam konteks hukum konstitusi, ini menarik untuk dikaji karena konstitusi itu bergerak,” tuturnya.
”Kalau kita baca pasal tersebut, sebenarnya secara eksplisit dikatakan bahwa masa jabatan presiden dan wakil presiden hanya dua periode saja, yakni menjabat lima periode kemudian bisa dipilih kembali satu periode,” ujarnya kepada KORAN SINDO, Jumat (20/7/2018).
Menurutnya, hal itu menjadi sangat menarik ketika ada yang mengatakan bahwa wapres bukan pemegang kekuasaan penuh. "Ini menarik dikaji lebih lanjut apakah yang cukup dibatasi itu jabatan presiden saja sedangkan jabatan wapres tidak seperti menteri," paparnya.
Mantan staf ahli MK ini menuturkan, tafsir historis dari pasal tersebut jelas disebutkan capres dan cawapres. Namun, ketika ada pihak yang memiliki tafsir kontekstual, hal ini layak untuk dikaji lebih mendalam.
”Dan menurut saya ini menarik, masuk akal, dan logis. Tergantung nanti hakim MK yang memutuskan diterima atau tidak. Tapi kalau ini diterima maka akan menjadi tafsir baru. Saya tidak mengatakan apakah JK mau nyapres lagi atau tidak, tapi dalam konteks hukum konstitusi, ini menarik untuk dikaji karena konstitusi itu bergerak,” tuturnya.
(kri)