DPR Dorong Dana Riset Perguruan Tinggi Naik 300 Persen
A
A
A
SEMARANG - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendorong anggaran riset untuk ditingkatkan. Tahun ini, total anggaran pendidikan baik di tingkat nasional maupun daerah mencapai Rp444,13 triliun, namun yang dialokasikan untuk riset hanya sekira Rp1 triliun.
Hal itu dikatakan oleh Ketua DPR DPR Bambang Soesatyo saat menjadi pembicara dalam seminar nasional "Peranan Perguruan Tinggi Dalam Era Revolusi Industri 4.0", di Universitas Semarang (USM), Jl Arteri Soekarno-Hatta, Semarang, Kamis, (19/7/2018).
"Jika melihat Revolusi Industri 4.0 yang diiringi dengan banyaknya hal baru di bidang teknologi, kami akan mendorong agar anggaran untuk riset ini ditingkatkan minimal dua atau tiga kali lipat dari sekarang," ungkap Bambang Soesatyo.
Bambang menyatakan alokasi anggaran besar bagi riset dan teknologi juga sebagai tuntutan kebutuhan abad 21 yang sering disebut sebagai abad kompetitif. Sebab hal ini juga dilakukan oleh negara-negara lain dengan memperbanyak anggaran riset.
"Suatu bangsa untuk menang dalam kompetisi itu harus kuat secara inovasi dan ilmu pengetahuan riset dan teknologi," jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, pihaknya juga mendorong perguruan tinggi untuk mengembangkan sistem pembelajaran yang lebih inovatif. Antara lain dengan melakukan penyesuaian kurikulum, meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam hal data teknologi informasi.
"DPR RI juga mendorong perguruan tinggi melakukan perubahan kelembagaan yang adaptif dan responsif terhadap Revolusi Industri 4.0 dengan mengembangkan program cyber university. Semisal, penerapan sistem perkuliahan jarak jauh sehingga mengurangi pertemuan dosen dan mahasiswa. Program ini sangat baik untuk membantu anak-anak di daerah terpencil agar bisa mengikuti jenjang pendidikan tinggi," ujar dia.
Dalam seminar tersebut juga terdapat pembicara lain Ketua Yayasan Alumni Universitas Diponegoro Muladi, Rektor IPB Arif Satria, Guru Besar Universitas Sampoerna Teddy Mantoro, Guru Besar Universitas Semarang Kesi Widjayanti, dan Staf Ahli Bidang Penguatan Struktur Industri Kementerian Perindustrian Soerjono.
Sementara itu, Rektor IPB Arif Satria mengatakan, inovasi disruptif selalu berkaitan dengan teknologi terbaru dan terus mengikuti perkembangan zaman. Untuk itu, perguruan tinggi harus bersiap menghadapi era banyak 'gangguan' dan mampu menanggapi tantangan zaman.
"Perguruan tinggi tidak boleh terperangkap dengan cara pandang zaman old. Oleh karenanya, perguruan tinggi harus bergerak cepat mendorong inovasi, menfasilitasi mahasiswa untuk menjadi pembelajar aktif dengan menyiapkan kurikulum yang memenuhi tuntutan zaman sesuai kebutuhan masyarakat," paparnya.
Sementara Muladi mengemukakan perguruan tinggi harus mempersiapkan diri menghadapi perubahan di era digital disruption yakni era keterkejutan dengan teknologi digital. Hal itu juga harus didukung oleh pemerintah dengan cara menyiapkan regulasi yang mendukung.
"Kalau tidak melakukan perubahan dengan cepat ke era digital, maka lambat laun perguruan tinggi tersebut akan tertinggal jauh," jelasnya.
Hal itu dikatakan oleh Ketua DPR DPR Bambang Soesatyo saat menjadi pembicara dalam seminar nasional "Peranan Perguruan Tinggi Dalam Era Revolusi Industri 4.0", di Universitas Semarang (USM), Jl Arteri Soekarno-Hatta, Semarang, Kamis, (19/7/2018).
"Jika melihat Revolusi Industri 4.0 yang diiringi dengan banyaknya hal baru di bidang teknologi, kami akan mendorong agar anggaran untuk riset ini ditingkatkan minimal dua atau tiga kali lipat dari sekarang," ungkap Bambang Soesatyo.
Bambang menyatakan alokasi anggaran besar bagi riset dan teknologi juga sebagai tuntutan kebutuhan abad 21 yang sering disebut sebagai abad kompetitif. Sebab hal ini juga dilakukan oleh negara-negara lain dengan memperbanyak anggaran riset.
"Suatu bangsa untuk menang dalam kompetisi itu harus kuat secara inovasi dan ilmu pengetahuan riset dan teknologi," jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, pihaknya juga mendorong perguruan tinggi untuk mengembangkan sistem pembelajaran yang lebih inovatif. Antara lain dengan melakukan penyesuaian kurikulum, meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam hal data teknologi informasi.
"DPR RI juga mendorong perguruan tinggi melakukan perubahan kelembagaan yang adaptif dan responsif terhadap Revolusi Industri 4.0 dengan mengembangkan program cyber university. Semisal, penerapan sistem perkuliahan jarak jauh sehingga mengurangi pertemuan dosen dan mahasiswa. Program ini sangat baik untuk membantu anak-anak di daerah terpencil agar bisa mengikuti jenjang pendidikan tinggi," ujar dia.
Dalam seminar tersebut juga terdapat pembicara lain Ketua Yayasan Alumni Universitas Diponegoro Muladi, Rektor IPB Arif Satria, Guru Besar Universitas Sampoerna Teddy Mantoro, Guru Besar Universitas Semarang Kesi Widjayanti, dan Staf Ahli Bidang Penguatan Struktur Industri Kementerian Perindustrian Soerjono.
Sementara itu, Rektor IPB Arif Satria mengatakan, inovasi disruptif selalu berkaitan dengan teknologi terbaru dan terus mengikuti perkembangan zaman. Untuk itu, perguruan tinggi harus bersiap menghadapi era banyak 'gangguan' dan mampu menanggapi tantangan zaman.
"Perguruan tinggi tidak boleh terperangkap dengan cara pandang zaman old. Oleh karenanya, perguruan tinggi harus bergerak cepat mendorong inovasi, menfasilitasi mahasiswa untuk menjadi pembelajar aktif dengan menyiapkan kurikulum yang memenuhi tuntutan zaman sesuai kebutuhan masyarakat," paparnya.
Sementara Muladi mengemukakan perguruan tinggi harus mempersiapkan diri menghadapi perubahan di era digital disruption yakni era keterkejutan dengan teknologi digital. Hal itu juga harus didukung oleh pemerintah dengan cara menyiapkan regulasi yang mendukung.
"Kalau tidak melakukan perubahan dengan cepat ke era digital, maka lambat laun perguruan tinggi tersebut akan tertinggal jauh," jelasnya.
(maf)