Pragmatisme Parpol

Kamis, 19 Juli 2018 - 08:12 WIB
Pragmatisme Parpol
Pragmatisme Parpol
A A A
AROMA persaingan partai politik (parpol) dalam meraih dukungan rakyat pada Pemilu 2019 mulai terli. Hal tersebut te cermin dari pendaftaran calon anggota legislatif (caleg) yang berakhir pada Selasa (17/7).

Ada 16 parpol yang men daftarkan bakal caleg ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Total ada 8.401 caleg yang akan berebut 575 kursi DPR RI. Me nariknya, sejumlah pa rpol menampakkan kesiapannya bertarung dengan mengerahkan tokoh yang diyakini bisa meraup suara maksimal. Selain menteri dan tokoh populer, parpol mengerahkan banyak selebritas atau artis sebagai caleg. Ini sebenarnya bukan hal yang baru. Artis dijadikan magnet untuk me rebut suara sudah terjadi pada pemilu-pemilu sebelumnya. Na mun kali ini isu artis nyaleg lebih menarik perhatian karena diwarnai isu “pem bajakan”.

Partai tertentu dituding menggunakan cara-cara yang kurang elegan karena membajak kader parpol lain yang berlatarbelakang artis dengan iming-iming bayaran. Parpol yang kadernya dibajak terang saja meradang. Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan secara terbuka mengkritik praktik tersebut. Dia khawatir pembajakan dengan cara-cara liberal akan mem buat politisi semakin rawan korupsi saat terpilih nanti. Zulkifli mengatakan hal ini untuk merespons hengkangnya anggota DPR dari PAN yang juga artis Lucky Hakim ke Partai NasDem yang diwarnai isu iming-iming uang miliaran.

Terlepas dari isu pembajakan, pemilih pada pemilu mendatang memang harus siap-siap disuguhi gambar para pesohor. Wajah artis akan banyak terpampang di surat suara. Bahkan keterlibatan caleg artis pada pemilu kali ini bisa jadi lebih banyak jumlahnya daripada di pemilu-pemilu sebelumnya. Jika ditotal, jumlah selebritas yang mengincar kursi Se nayan lebih dari 50 orang. NasDem termasuk paling banyak merekrut artis. Parpol lain seperti Demokrat, PDIP, PAN, dan Gerindra juga melakukan hal yang sama. Beberapa nama artis tenar antara lain Kristina, Nafa Urbach, Tessa Kaunang, Wanda Hamidah, Krisna Mukti, Syahrul Gunawan, Lucky Hakim, Olla Ramlan, dan Farhan maju lewat NasDem.

Adapun di PDIP ada vokalis band Radja Ian Kasela, artis senior Jeffry Waworuntu serta penyanyi senior Iis Sugianto dan Harvey Malaiholo. Selain artis, figur terkenal lain yang juga direkrut parpol adalah mantan atlet seperti mantan petinju Chris John. Mengapa fenomena caleg artis masih saja terulang, bahkan jumlahnya makin besar? Ini tak lain akibat sistem pemilu proporsional terbuka yang berlaku di pemilu. Sistem ini membuka peluang caleg bersaing secara bebas dan terbuka. Dalam situasi ini artis diuntungkan karena memiliki popularitas.

Dari sisi peningkatan partisipasi pemilih, perekrutan artis tentu positif karena masyarakat bisa jadi lebih tertarik menggunakan hak pilihnya karena mengenal sejumlah figur caleg yang diusung parpol. Memang tidak ada jaminan bahwa dengan bermodal nama beken artis tersebut bisa lebih mudah terpilih. Namun dari sisi kaderisasi, di sinilah sesungguhnya letak kegagalan partai dalam mencetak figur potensial. Parpol tetap saja pragmatis. Alih-alih memprioritaskan kader yang merintis perjalanan karier dari bawah yang dengan begitu lebih mengenal ideologi kepartaian parpol lebih memilih menempuh jalan pintas. Salah satunya merekrut artis sebagai pendulang suara atau vote getter.

Dan memang terbukti per sen tase artis yang terpilih menjadi anggota DPR di setiap pemilu cukup tinggi. Konstitusi dan UU Pemilu kita memang tidak pernah membatasi figur dengan latar belakang profesi tertentu untuk diusung menjadi caleg. Sebagaimana profesi lain, artis dijamin haknya untuk memilih dan dipilih dalam pemilu. Hanya, masalah muncul jika pemilih lebih mengedepan kan faktor popularitas ketimbang kemampuan dan kapasitas individu seseorang yang akan dipercaya memperjuangkan aspirasinya di parlemen.

Seyogianya, selain pertimbangan popularitas, caleg yang dipilih adalah mereka yang memiliki kapasitas mumpuni. Tentu tidak fair jika mengecap semua caleg artis tidak memiliki kemampuan memadai untuk menjadi wakil rakyat. Namun fakta bahwa banyak anggota DPR artis yang kontribusinya tidak optimal juga hal yang tidak bisa dinafikan. Hasil pemilu mendatang sudah harus memberikan perubahan. Tantang an ini yang harus dijawab parpol dan anggota DPR berlatar belakang artis. Jika terpilih, mereka harus memberi kontribusi lebih besar dalam menjalankan fungsi kedewanan, baik fungsi pem buatan undang-undang, penganggaran maupun pengawasan.

Artis-artis ini harus berani mengambil peran pada setiap pengambilan keputusan yang sifatnya strategis. Sebaliknya parpol juga bertanggung jawab untuk terus membekali kader baru mereka tersebut dengan ilmu yang berkaitan dengan bidangnya melalui bimbingan teknis. Jika ini tidak dilakukan, akan sulit meng hapus stigma bahwa artis selama ini direkrut untuk mendulang suara dan sekadar menjadi “pemanis” di parlemen.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5355 seconds (0.1#10.140)