Harus Ada Putusan MK untuk Bisa Coblos Ulang
A
A
A
JAKARTA - Kuasa hukum pasangan calon gubernur (Cagub) dan calon wakil gubernur (Cawagub) Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba-M Al Yasin Ali yaitu Wakil Kamal menegaskan, harus ada pencoblosan ulang di 6 desa di Halmahera Utara.
Alasan ingin digelarnya pencoblosan ulang tersebut, karena ribuan warga di sana belum melakukan pencoblosan pada Pilkada yang digelar 27 Juni lalu.
"Kasus ini tidak boleh dibiarkan dan harus ada solusi yakni pencoblosan ulang bagi mereka yang belum menunaikan hak pilihnya. Karena itu Mahkamah Konstitusi harus mengeluarkan putusan yang adil dalam sengketa perolehan hasil Pilkada Maluku Utara, agar hak warga tidak hilang," kata Wakil Kamal, Senin (16/7/2018).
Menurut Wakil Kamal, persoalan administrasi kependudukan yang berimbas pada penentuan tempat pemungutan suara yang tidak sesuai dengan tempat tinggal membuat ribuan masyarakat di Halmahera Utara tidak melakukan pencoblosan pada Pilkada 27 Juni lalu.
Dijelaskan Wakil Kamal, persoalan tidak memilihnya ribuan masyarakat di Halmahera Utara ini karena persoalan tempat tinggal. "Karena ribuan warga beralamat di Halmahera Barat, lalu karena pemekaran mereka ditempatkan di Halmahera Utara. Nah, sebagai protes, mereka tak mau mencoblos," ucap Kamal.
Jadi kata Kamal, memang harus ada pencoblosan. "Keyakinan saya, memang harus ada pencoblosan ulang. Tapi memang harus menunggu putusan MK (Mahkamah Konstitusi)," ucapnya.
Sementara itu akar hukum tata negara Margarito Kamis menambahkan, MK agar memberi kepastian hukum terkait hak-hak warga negara dalam pemilihan kepala daerah dan bukan semata melihat dari angka-angka yang ada.
"MK merupakan satu-satunya intitusi yang bisa memulihkan hak warga negara yang hilang. Jadi, MK jangan terjebak pada angka-angka saja dalam memutuskan suatu gugatan,” kata Margarito, Senin, sambil menambahkan, jika hak suara bagi yang belum mencoblos diabaikan, Pilkada di Maluku cacat hukum.
Lebih lanjut Margarito mengatakan, hak konstitusi warga negara Indonesia harus dipenuhi dalam proses demokrasi dan pemilu. Sebab masalah di Halmahera Utara itu bukan masalah internal warga melainkan persoalan eksternal.
Mereka yang belum mencoblos, kata Margarito tidak memiliki kapasitas dan juga akses untuk mampu memnuhi hak-hak politiknya. Sebaliknya dalam kasus ini, kapasitas yang paling tinggi berada di Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Pemeirntah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri.
Alasan ingin digelarnya pencoblosan ulang tersebut, karena ribuan warga di sana belum melakukan pencoblosan pada Pilkada yang digelar 27 Juni lalu.
"Kasus ini tidak boleh dibiarkan dan harus ada solusi yakni pencoblosan ulang bagi mereka yang belum menunaikan hak pilihnya. Karena itu Mahkamah Konstitusi harus mengeluarkan putusan yang adil dalam sengketa perolehan hasil Pilkada Maluku Utara, agar hak warga tidak hilang," kata Wakil Kamal, Senin (16/7/2018).
Menurut Wakil Kamal, persoalan administrasi kependudukan yang berimbas pada penentuan tempat pemungutan suara yang tidak sesuai dengan tempat tinggal membuat ribuan masyarakat di Halmahera Utara tidak melakukan pencoblosan pada Pilkada 27 Juni lalu.
Dijelaskan Wakil Kamal, persoalan tidak memilihnya ribuan masyarakat di Halmahera Utara ini karena persoalan tempat tinggal. "Karena ribuan warga beralamat di Halmahera Barat, lalu karena pemekaran mereka ditempatkan di Halmahera Utara. Nah, sebagai protes, mereka tak mau mencoblos," ucap Kamal.
Jadi kata Kamal, memang harus ada pencoblosan. "Keyakinan saya, memang harus ada pencoblosan ulang. Tapi memang harus menunggu putusan MK (Mahkamah Konstitusi)," ucapnya.
Sementara itu akar hukum tata negara Margarito Kamis menambahkan, MK agar memberi kepastian hukum terkait hak-hak warga negara dalam pemilihan kepala daerah dan bukan semata melihat dari angka-angka yang ada.
"MK merupakan satu-satunya intitusi yang bisa memulihkan hak warga negara yang hilang. Jadi, MK jangan terjebak pada angka-angka saja dalam memutuskan suatu gugatan,” kata Margarito, Senin, sambil menambahkan, jika hak suara bagi yang belum mencoblos diabaikan, Pilkada di Maluku cacat hukum.
Lebih lanjut Margarito mengatakan, hak konstitusi warga negara Indonesia harus dipenuhi dalam proses demokrasi dan pemilu. Sebab masalah di Halmahera Utara itu bukan masalah internal warga melainkan persoalan eksternal.
Mereka yang belum mencoblos, kata Margarito tidak memiliki kapasitas dan juga akses untuk mampu memnuhi hak-hak politiknya. Sebaliknya dalam kasus ini, kapasitas yang paling tinggi berada di Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Pemeirntah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri.
(maf)