Ketum PBNU dan Khofifah Hadiri Halalbihalal Muslimat NU
A
A
A
JAKARTA - Pimpinan Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) menggelar Halalbilhalal di Gedung Konvensi, Jalan Taman Makam Pahlawan (TMP) Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Minggu (8/7/2018).
Hadir dalam kegiatan tersebut, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj dan Ketua Umum Muslimat NU Khofiffah Indar Parawansa. Halalbilhalal juga untuk memberikan selamat kepada Khofifah yang telah terpilih sebagai Gubernur Jawa Timur terpilih dalam Pilkada serentak 2018.
Said berharap, suatu saat Khofifah bisa mengambil kebijakan bukan saja di tingkat provinsi, melainkan juga di level nasional. "Tapi kalau bukan ibu (Khofifah), ya tapi laki dan juga NU," ujar Said dalam sambutannya.
Said mengaku sangat mengharapkan kader-kader NU bisa ikut membuat kebijakan dan mempengaruhi kebijakan luar negeri Indonesia. Sebab, dia menganggap, dunia saat ini berada di rezim yang zalim, namun legal.
Said menganggap bagaimana negara-negara seperti di eropa memiliki hak veto untuk mengutuk kebijakan Israel, namun satu negara seperti Amerika Serikat menolak hal tersebut. Maka dibutuhkan, kekuasaan politik luar negeri Indonesia untuk ikut mewarnai keputusan-keputusan yang keluar dari organisasi Dewan Keamanan PBB.
Hadir dalam kegiatan tersebut, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj dan Ketua Umum Muslimat NU Khofiffah Indar Parawansa. Halalbilhalal juga untuk memberikan selamat kepada Khofifah yang telah terpilih sebagai Gubernur Jawa Timur terpilih dalam Pilkada serentak 2018.
Said berharap, suatu saat Khofifah bisa mengambil kebijakan bukan saja di tingkat provinsi, melainkan juga di level nasional. "Tapi kalau bukan ibu (Khofifah), ya tapi laki dan juga NU," ujar Said dalam sambutannya.
Said mengaku sangat mengharapkan kader-kader NU bisa ikut membuat kebijakan dan mempengaruhi kebijakan luar negeri Indonesia. Sebab, dia menganggap, dunia saat ini berada di rezim yang zalim, namun legal.
Said menganggap bagaimana negara-negara seperti di eropa memiliki hak veto untuk mengutuk kebijakan Israel, namun satu negara seperti Amerika Serikat menolak hal tersebut. Maka dibutuhkan, kekuasaan politik luar negeri Indonesia untuk ikut mewarnai keputusan-keputusan yang keluar dari organisasi Dewan Keamanan PBB.
(wib)