Dilema Cawapres Jokowi, dari Kalangan Parpol Atau non Parpol?
A
A
A
JAKARTA - Nama Sri Mulyani dan Mahfud MD muncul sebagai tokoh yang paling berintegritas di kalangan elite, opinion leader, dan massa pemilih nasional, berdasarkan survei yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC).
Menanggapi hasil survei tersebut, pengamat politik LIPI Syamsuddin Haris mengatakan survei SMRC memotret kecenderungan pilihan publik yang tidak terpaku pada pemimpin partai politik sebagai cawapres, melainkan lebih condong kepada tokoh non parpol.
Fenomena di atas, kata Syamsuddin, setidaknya menunjukkan bahwa koalisi politik pendukung capres dan cawapres tidak menjadi jaminan bagi keterplilihan dalam pilpres mendatang
"Ini bisa membuka mata bagi pak Jokowi, bahwa jangan-janngan kandidat terbaik cawapres bukan pimpinan parpol tapi yang non pimpinan parpol," kata Syamsuddin di Kantor SMRC, Jakarta, Kamis (5/7/2018).
Syamsuddin mengatakan, perkara cawapres Jokowi, baik dari pimpinan parpol maupun non parpol, memiliki kelebihan dan kekurangan.
Bila Jokowi menunjuk salah satu ketua umum parpol jadi cawapres, Syamsuddin meyakini akan muncul potensi gesekan di internal parpol pendukung. Di sisi lain, bila Jokowi menunjuk tokoh non parpol sebagai cawapres, maka ada potensi petahana ditinggalkan parpol pendukung.
"Tapi bagi saya, saya menyarankan agar Jokowi tak ambil cawapres dari parpol pengusung. Itu untuk mengantisipasi gesekan. Siapa orangnya, bisa saja tokoh yang disebut survei SMRC," kata Syamsuddin.
Menanggapi hasil survei tersebut, pengamat politik LIPI Syamsuddin Haris mengatakan survei SMRC memotret kecenderungan pilihan publik yang tidak terpaku pada pemimpin partai politik sebagai cawapres, melainkan lebih condong kepada tokoh non parpol.
Fenomena di atas, kata Syamsuddin, setidaknya menunjukkan bahwa koalisi politik pendukung capres dan cawapres tidak menjadi jaminan bagi keterplilihan dalam pilpres mendatang
"Ini bisa membuka mata bagi pak Jokowi, bahwa jangan-janngan kandidat terbaik cawapres bukan pimpinan parpol tapi yang non pimpinan parpol," kata Syamsuddin di Kantor SMRC, Jakarta, Kamis (5/7/2018).
Syamsuddin mengatakan, perkara cawapres Jokowi, baik dari pimpinan parpol maupun non parpol, memiliki kelebihan dan kekurangan.
Bila Jokowi menunjuk salah satu ketua umum parpol jadi cawapres, Syamsuddin meyakini akan muncul potensi gesekan di internal parpol pendukung. Di sisi lain, bila Jokowi menunjuk tokoh non parpol sebagai cawapres, maka ada potensi petahana ditinggalkan parpol pendukung.
"Tapi bagi saya, saya menyarankan agar Jokowi tak ambil cawapres dari parpol pengusung. Itu untuk mengantisipasi gesekan. Siapa orangnya, bisa saja tokoh yang disebut survei SMRC," kata Syamsuddin.
(pur)