Ini Penyebab Pilkada Serentak 2018 Serasa Pilpres 2019
A
A
A
JAKARTA - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2018 ini diakui serasa Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres). Terlebih, para petinggi partai politik (Parpol) ikut turun gunung.
Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran Idil Akbar mengatakan, Pilkada Jawa Barat menjadi tolak ukur atau barometer Pilpres 2019. Sebab, jumlah daftar pemilih sementara (DPS) Pilkada Jawa Barat mencapai 31.708.330. "Jumlah itu cukup memengaruhi dalam kontestasi politik di nasional," kata Idil Akbar dihubungi SINDOnews, Senin (25/6/2018) malam.
Adapun Jawa Barat merupakan salah satu dari 171 daerah yang menyelenggarakan pilkada serentak 2018. Menurut Idil, siapapun yang menang dalam pilkada serentak itu bukan hal penting bagi setiap partai politik (Parpol)."Kalau siapapun yang menang itu menurut saya bonus," ujarnya.
Namun, lanjut dia, dari hasil pilkada serentak itu, setiap parpol bisa mengukur kekuatannya untuk Pemilu atau Pilpres 2019 mendatang.
"Kemudian mana saja daerah yang jadi kantong-kantong suara mereka," ucapnya.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta Ubeidilah Badrun berpendapat bahwa bukan hal yang aneh jika pilkada serentak 2018 ini serasa Pilpres. Sebab, hal itu merupakan risiko dari memilih model demokrasi liberal dengan kontestasi melalui syarat dukungan partai.
"Karena partainya sama antara pendukung Pilpres dengan Pilkada, maka sangat sulit menghindari kontestasi liberalistik yang bernuansa hampir sama dengan Pilpres. Kalau mau beda ya perbaiki sistem pemilihan kepala daerah kita," kata Badrun dihubungi SINDOnews secara terpisah.
Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran Idil Akbar mengatakan, Pilkada Jawa Barat menjadi tolak ukur atau barometer Pilpres 2019. Sebab, jumlah daftar pemilih sementara (DPS) Pilkada Jawa Barat mencapai 31.708.330. "Jumlah itu cukup memengaruhi dalam kontestasi politik di nasional," kata Idil Akbar dihubungi SINDOnews, Senin (25/6/2018) malam.
Adapun Jawa Barat merupakan salah satu dari 171 daerah yang menyelenggarakan pilkada serentak 2018. Menurut Idil, siapapun yang menang dalam pilkada serentak itu bukan hal penting bagi setiap partai politik (Parpol)."Kalau siapapun yang menang itu menurut saya bonus," ujarnya.
Namun, lanjut dia, dari hasil pilkada serentak itu, setiap parpol bisa mengukur kekuatannya untuk Pemilu atau Pilpres 2019 mendatang.
"Kemudian mana saja daerah yang jadi kantong-kantong suara mereka," ucapnya.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta Ubeidilah Badrun berpendapat bahwa bukan hal yang aneh jika pilkada serentak 2018 ini serasa Pilpres. Sebab, hal itu merupakan risiko dari memilih model demokrasi liberal dengan kontestasi melalui syarat dukungan partai.
"Karena partainya sama antara pendukung Pilpres dengan Pilkada, maka sangat sulit menghindari kontestasi liberalistik yang bernuansa hampir sama dengan Pilpres. Kalau mau beda ya perbaiki sistem pemilihan kepala daerah kita," kata Badrun dihubungi SINDOnews secara terpisah.
(whb)