Cak Imin Disarankan Tetap Bersama Koalisi Jokowi
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias cak Imin terlibat perseteruan dengan Ketua Umum PPP Muhammad Romahurmuziy (Rommy). Gara-garanya, Rommy mengaja Cak Imin untuk tetap bersama partai koalisi Jokowi.
Bahkan, menurut Cak Imin, Rommy menanyakan peluangnya maju dengan mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo di Pilpres 2019 saat halal bihalal keluarga besar Bani Hasbullah Said di Jombang, Jawa Timur, beberapa waktu lalu
"Judul berita plintiran Romi ini yang bikin malas berhubungan sama P3, dlm acara itu malah Romi bilang kalo ada peluang dengan Gatot kabar kabari ya kalo menarik! nah lho!!" tulis Cak Imin, Senin lalu.
Menanggapi cuitan itu, Rommy membenarkan bahwa dalam pertemuan itu sempat menyinggung Gatot. Gatot disinggung Rommy terkait peluang menjadi capres-nya Cak Imin. Rommy ingin Cak Imin segera memastikan sikap berkoalisi di pilpres.
Kendati demikian, dia tetap mengajak PKB agar tetap mendukung Jokowi di Pilpres mendatang. Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing, sependapat dengan Rommy.
"Secara akal sehat saya sepakat dengan Bung Rommy," kata Emrus saat dihubungi wartawan, Kamis (21/6).
Menurut Emrus, lebih realistis PKB tetap di dalam pemerintahan dan kembali mendukung Jokowi. Alasannya, hampir semua hasil survei menunjukkan saat ini belum figur lain yang bisa menandingi Jokowi dan Prabowo dari sisi elektabilitas dan ketokokan sebagai capres 2019.
Jikapun PKB akan membentuk koalisi baru, Emrus menyarankan agar melakukan kalkulasi politik sematang mungkin. "Mereka harus bekerja sama dengan calon-calon yang memiliki peluang tinggi untuk menang. Sekarang ya masih Pada Jokowi dan Prabowo. Sementara paslon lain, misalnya Gatot Nurmantyo masih jauh di bawah. Selisih antara Pak Jokowi dengan Prabowo saja berbeda 20 persen," jelasnya.
Hingga saat ini, lanjut dia, Gatot juga belum menunjukkan tanda-tanda peningkatan elektabilitas. "Kalau Gatot tetap dicalonkan, pasti butuh energi yang lebih banyak untuk menyatunya partai-partai pendukung, karena dia kan bukan ketua umum partai," imbuhnya.
Lebih dari itu, PKB tidak mungkin sendiri mencalonkan presiden dan wakil presiden. Paling tidak ada dua atau tiga partai sehinngga memungkinkan terpenuhi Presidential Threshold 20% kursi di parlemen atau 25% suara nasional.
"Memang sudah seharusnya partai-partai itu membuat keputusan (koalisi atau tidak) agar rakyat lebih cepat tahu, siapa paslon definitif, dan bisa mendiksuikan, mengkaji dan mengambil keuputusan paslon yang mereka akan pilih," tutupnya.
Bahkan, menurut Cak Imin, Rommy menanyakan peluangnya maju dengan mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo di Pilpres 2019 saat halal bihalal keluarga besar Bani Hasbullah Said di Jombang, Jawa Timur, beberapa waktu lalu
"Judul berita plintiran Romi ini yang bikin malas berhubungan sama P3, dlm acara itu malah Romi bilang kalo ada peluang dengan Gatot kabar kabari ya kalo menarik! nah lho!!" tulis Cak Imin, Senin lalu.
Menanggapi cuitan itu, Rommy membenarkan bahwa dalam pertemuan itu sempat menyinggung Gatot. Gatot disinggung Rommy terkait peluang menjadi capres-nya Cak Imin. Rommy ingin Cak Imin segera memastikan sikap berkoalisi di pilpres.
Kendati demikian, dia tetap mengajak PKB agar tetap mendukung Jokowi di Pilpres mendatang. Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing, sependapat dengan Rommy.
"Secara akal sehat saya sepakat dengan Bung Rommy," kata Emrus saat dihubungi wartawan, Kamis (21/6).
Menurut Emrus, lebih realistis PKB tetap di dalam pemerintahan dan kembali mendukung Jokowi. Alasannya, hampir semua hasil survei menunjukkan saat ini belum figur lain yang bisa menandingi Jokowi dan Prabowo dari sisi elektabilitas dan ketokokan sebagai capres 2019.
Jikapun PKB akan membentuk koalisi baru, Emrus menyarankan agar melakukan kalkulasi politik sematang mungkin. "Mereka harus bekerja sama dengan calon-calon yang memiliki peluang tinggi untuk menang. Sekarang ya masih Pada Jokowi dan Prabowo. Sementara paslon lain, misalnya Gatot Nurmantyo masih jauh di bawah. Selisih antara Pak Jokowi dengan Prabowo saja berbeda 20 persen," jelasnya.
Hingga saat ini, lanjut dia, Gatot juga belum menunjukkan tanda-tanda peningkatan elektabilitas. "Kalau Gatot tetap dicalonkan, pasti butuh energi yang lebih banyak untuk menyatunya partai-partai pendukung, karena dia kan bukan ketua umum partai," imbuhnya.
Lebih dari itu, PKB tidak mungkin sendiri mencalonkan presiden dan wakil presiden. Paling tidak ada dua atau tiga partai sehinngga memungkinkan terpenuhi Presidential Threshold 20% kursi di parlemen atau 25% suara nasional.
"Memang sudah seharusnya partai-partai itu membuat keputusan (koalisi atau tidak) agar rakyat lebih cepat tahu, siapa paslon definitif, dan bisa mendiksuikan, mengkaji dan mengambil keuputusan paslon yang mereka akan pilih," tutupnya.
(kri)