Majelis Hakim Kasus Edward Soeryadjaya Dinilai Tak Satu Suara

Rabu, 06 Juni 2018 - 21:25 WIB
Majelis Hakim Kasus...
Majelis Hakim Kasus Edward Soeryadjaya Dinilai Tak Satu Suara
A A A
JAKARTA - Hakim Joko Subagyo menilai, dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) terhadap terdakwa Edward Seky Soeryadjaya, Direktur Ortus Holding Ltd, dalam perkara dugaan korupsi pengelolaan dana pensiun PT Pertamina (Persero) di PT Sugih Energy Tbk (SUGI), seharusnya batal demi hukum.

Joko menyampaikan perbedaan pendapat (dissenting opinion) saat membacakan putusan sela perkara terdakwa Edward Soeryadjaya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (6/6/2018).

Joko dalam pertimbangan hukumnya berpendapat bahwa dakwaan jaksa penuntut umum terhadap Edward seharusnya batal demi hukum sebagaimana yang dililkan terdakwa dan tim kuasa hukumnya.

Hakim Joko sependapat bahwa dakwaan seharusnya dinyatakan batal demi hukum karena sebelumnya ada putusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang menyatakan penetapan status tersangka Edward Soeryadjaya dan surat perintah penyidikan (sprindik) penetapan tersangka tidak sah.

Namun demikian, majelis tetap melanjutkan sidang perkara ini karena empat hakim lainnya menyatakan bahwa surat dakwaan jaksa penuntut umum adalah sah dan sesuai dengan Pasal 143 Ayat (2) huruf a dan b KUHAP.

"Memerintahkan pemeriksaan perkara ini dilanjutkan. Menangguhkan biaya perkara ini sampai dengan putusan akhir," kata Sunarso, Ketua Majelis Hakim membacakan putusan sela di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Kuasa hukum Edward Soeryadjaya, Bambang Hartono, mengaku kecewa karena putusan majelis hakim ini tidak adil. Putusan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim, Sunarso dalam pertimbangannya tidak diuraikan secara rinci.

"Dan putusan yang benar itu menurut saya adalah hakim ad hoc Pak Joko, dia merinci, jadi kapan diajukan praperadilan, kapan diputuskan, kapan berkas perkara dinaikkan," ujarnya.

Poin yang paling telak menurut Bambang, adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 102 Tahun 2016, yang menyatakan bahwa proses praperadilan gugur jika dakwaan sudah dibacakan pertama kalinya.

Padahal, dalam kasus Edward, putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan diketok pada 23 April 2018, jauh sebelum dakwaan dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 16 Mei 2018.

"Ya kalau menurut saya, putusan praperadilan sama-sama merupakan putusan undang-undang yang harus dijalankan siapapun, termasuk oleh pengadilan. Nah, saya hanya meminta satu keadilan saja, kenapa satu putusan ini kok aneh," ujarnya.

Atas kejanggalan ini, tim kuasa hukum akan mengirimkan surat kepada pihak berwenang, di antaranya Mahkamah Agung (MA) untuk mengkaji putusan ini karena putusan praperadilan adalah salah satu putusan yang harus dihormati dan dijalankan oleh siapapun.

"Kita akan banding, tapi nanti dengan putusan pokok perkara. Kan di dalam satu tanggapan jaksa juga memberikan contoh ada putusan Pak Bachtiar Abdul Fatah, itu juga [yang nyidik] Kejagung, bahwa keputusan praperadilan itu dimenangkan tahun 2012, sebelum ada putusan MK 102, itu jalan kasusnya. Itu bisa dimaklumi, tapi di PK diputus bebas," ucapnya.

Kuasa hukum Edward lainnya, Radhie Noviadi Yusuf, menegaskan, putusan sela di PN Jakarta Pusat ini menjadi sejarah baru dalam program nawacita hukum di era Presiden Jokowi. "Baru kali ini pengadilan memeriksa dan mengadili warga negara yang tidak pernah ditetapkan menjadi tersangka," ujar Radhie.

Jaksa penuntut umum Kejari Jakspus sebelumnya mendakwa Edward Seky Soeryadjaya melakukan tindak pidana korupsi atas pengelolaan dana pensiun PT Pertamina (Persero) senilai Rp1,4 triliun di PT Sugih Energy Tbk (SUGI) berdasarkan surat perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-93/F.2/Fd.1/10/2017 tanggal 27 Oktober 2017.

Perbuatan Edward dan kawan-kawan itu diduga merugikan keuangan negara sejumlah Rp599 miliar. Edward kemudian mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hakim menyatakan bahwa penetapan tersangka dan sprindik terhadap Edward tidak sah.

Namun kasus ini tetap bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Jaksa mendakwa Edward melanggar Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3, Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0642 seconds (0.1#10.140)