Ingin Kalahkan Jokowi, Koalisi Keumatan Harus Gandeng Demokrat dan PKB
A
A
A
JAKARTA - Kolisi keumatan dinilai memiliki kans besar untuk terbentuk. Namun demikian, koalisi yang dimotori Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Bulan Bintang (PBB) ini belum cukup kuat untuk melawan Joko Widodo (Jokowi) di Pilpres 2019.
"Kalau koalisi ini dibentuk untuk mengalahkan Pak Jokowi, saya kira tidak cukup. Karena aktor dan ceruk pemilihnya hanya begitu-begitu saja. Pemilih PAN akan begitu-bagitu sja, PKS dan Gerindra apalagi," ujar Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno kepada SINDOnews, Selasa (5/6/2018).
Adi mengatakan, bila serius melawan Jokowi di 2019, koalisi keumatan harus merangkul aktor dan kekuatan partai politik lain. Meski sukses menggulung Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Pilkada DKI Jakarta, dinamika pilpres akan sangat berbeda.
"Apalagi posisi politik saat ini sangat menguntungkan Jokowi. Dinamika dan momentumnya berbeda. Dari dukungan partai politik, Jokowi hampir didukung mayoritas. Jokowi juga petahana, beda dengan 2014 lalu, Jokowi pendatang baru dan tidak didukung kekuatan mayoritas," tutur Adi.
Untuk menambah ceruk pemilih dan kekuatan partai politik, lanjut Adi, koalisi keumatan bisa merangkul Partai Demokrat yang hingga saat ini belum menentukan pilihan. Ada pula Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang masih gamang, serta sejumlah partai politik baru peserta Pemilu 2019 yang hingga saat ini belum menentukan sikap.
"Kalau serius ingin melawan Jokowi di 2019, itu harus dilakukan. Kalau tidak dilakukan, Jokowi hanya akan melawan satu jargon politik yang selalu didaur ulang untuk meraup dukungan," kata Adi.
"Kalau koalisi ini dibentuk untuk mengalahkan Pak Jokowi, saya kira tidak cukup. Karena aktor dan ceruk pemilihnya hanya begitu-begitu saja. Pemilih PAN akan begitu-bagitu sja, PKS dan Gerindra apalagi," ujar Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno kepada SINDOnews, Selasa (5/6/2018).
Adi mengatakan, bila serius melawan Jokowi di 2019, koalisi keumatan harus merangkul aktor dan kekuatan partai politik lain. Meski sukses menggulung Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Pilkada DKI Jakarta, dinamika pilpres akan sangat berbeda.
"Apalagi posisi politik saat ini sangat menguntungkan Jokowi. Dinamika dan momentumnya berbeda. Dari dukungan partai politik, Jokowi hampir didukung mayoritas. Jokowi juga petahana, beda dengan 2014 lalu, Jokowi pendatang baru dan tidak didukung kekuatan mayoritas," tutur Adi.
Untuk menambah ceruk pemilih dan kekuatan partai politik, lanjut Adi, koalisi keumatan bisa merangkul Partai Demokrat yang hingga saat ini belum menentukan pilihan. Ada pula Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang masih gamang, serta sejumlah partai politik baru peserta Pemilu 2019 yang hingga saat ini belum menentukan sikap.
"Kalau serius ingin melawan Jokowi di 2019, itu harus dilakukan. Kalau tidak dilakukan, Jokowi hanya akan melawan satu jargon politik yang selalu didaur ulang untuk meraup dukungan," kata Adi.
(kri)