Making (Demokrasi) Indonesia 4.0
![Making (Demokrasi) Indonesia...](https://a-cdn.sindonews.net/dyn/732/content/2018/05/26/18/1309128/making-demokrasi-indonesia-4-0-6y1-thumb.jpg)
Making (Demokrasi) Indonesia 4.0
A
A
A
Nyarwi AhmadDosen Fisipol UGM
MELALUI agenda Making Indonesia 4.0, Presiden Joko Widodo sering mengingatkan agar kita sebagai sebuah negara-bangsa makin siap dan mampu berpikir dan bertindak cepat dan canggih dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0. Agenda tersebut selalu disampaikan oleh Presiden melalui rapat dengan para menteri dan diserukan dalam berbagai kegiatan pertemuan dengan para pemimpin lembaga negara, parpol, dan organisasi sosial keagamaan dan kepemudaan.
Mengapa agenda Making Indonesia 4.0 perlu diwujudkan? Langkah apa saja yang bisa kita dalam menopang kesuksesan agenda tersebut?
Gelombang Akselerasi dan Transformasi
Saat ini kita telah dikepung oleh gelombang akselerasi dan transformasi global. Selama satu dekade terakhir, dunia kian mengalami akselerasi yang sangat cepat karena perkembangan teknologi, globalisasi, dan perubahan iklim. Ketiga faktor tersebut telah mengubah lanskap struktur sosial, ekonomi, dan politik di hampir semua negara. Ketiganya juga secara bersamaan menjadi faktor penentu di tengah fluktuasi geopolitik global saat ini (Friedman, 2016).
Senada dengan Friedman, sejumlah pakar yang tergabung dalam World Economic Forum (WEF) sejak dua tahun lalu juga telah mengingatkan bahwa Revolusi Industri 4.0 terus merambat secara eksponensial ke berbagai belahan dunia. Berbeda dengan Revolusi 3.0, Revolusi 4.0 ini melahirkan model sistem kapitalisme baru yang berbeda dengan sistem kapitalisme lama yang dihasilkan oleh Revolusi 3.0. Dalam Revolusi 4.0, peran teknologi komunikasi dan informasi, khususnya internet dan sosial media menjadi kekuatan determinan yang memengaruhi keseluruhan sistem produksi, manajemen dan governance, tidak hanya di tingkat nasional dan regional, namun juga dalam skala global.
Di tengah kondisi tersebut, mungkinkah kita berhasil mewujudkan “Indonesia 4.0”? Tentu saja sangat mungkin. Asalkan, kita mampu mengelola perkembangan demokrasi digital dan mewujudkan efektivitas e-government .
Demokrasi Digital dan E-Government
Sejak 2000-an, Jan van Dijk, seorang profesor Ilmu Komunikasi di Twente Belanda, meyakini bahwa perkembangan teknologi komunikasi dan penggunaan internet dalam arena politik akan melahirkan demokrasi digital (digital democracy). Praktik-praktik dan proses demokrasi akan berubah ke formal digital yang tidak sepenuhnya dibatasi oleh faktor geografis, jarak, dan waktu.
Seiring dengan kehadiran demokrasi digital, e-government akan mudah dikembangkan. Akses dan pertukaran informasi antara pemerintah, wakil-wakil rakyat, organisasi dan komunitas politik serta individu warga negara lebih mudah dilakukan. Ruang yang lebih lebar bagi kelangsungan debat publik, dan proses politik deliberative juga lebih mudah diwujudkan. Partisipasi politik masyarakat, khususnya dalam proses perumusan kebijakan politik/publik dan pengambilan keputusan yang terkait dengan kepentingan publik lebih mudah ditingkatkan dan dikelola secara maksimal (Van Dijk, 2006).
Melalui demokrasi digital, setiap warga negara secara normatif tidak hanya berhak mengaktualisasikan hak-hak politik, mereka juga lebih memiliki kuasa dalam proses pembuatan keputusan-keputusan politik. Keputusan-keputusan politik yang diambil melalui mekanisme demokrasi bukan hanya cerminan dari kehendak mayoritas warga negara, namun juga mampu mengakomodasi kehendak dan kebutuhan warga negara minoritas. Setiap warga negara juga memiliki peluang yang lebih luas secara aktif dalam setiap pengambilan-pengambilan keputusan politik dan mengekspresikan pendapat dan aspirasinya untuk memengaruhi proses pembuatan keputusan-keputusan tersebut (Van Dijk, 2006).
Selama 3,5 tahun menjalankan pemerintahan, kita menyaksikan intensitas dan kesungguhan Presiden Joko Widodo dalam mendorong terwujudnya e-government di berbagai sektor pemerintahan. Dengan beragam instrumen e-government, kualitas pelayanan publik secara normatif dapat terus ditingkatkan. Berbagai bentuk partisipasi masyarakat juga dapat terus diakomodasi dan difasilitasi melalui beragam media sosial.
Melalui agenda Making Indonesia 4.0, kita berharap bahwa sistem demokrasi, sebagaimana yang disampaikan oleh Schmitter dan Karl (1991: 76), bisa mewujudkan sebuah sistem politik yang mampu menghadirkan sistem pemerintahan efektif dan akuntabel. Dalam hal ini, lembaga-lembaga pemerintahan dan para aktor politik di dalamnya tidak hanya mampu bekerja secara maksimal dalam memenuhi harapan, kebutuhan dan kepentingan masyarakat.
Lebih dari itu, juga lebih akuntabel atas tindakan-tindakan yang mereka lakukan terkait dengan kepentingan masyarakat. Jika hal tersebut dapat terwujud, kita berpeluang untuk menjadikan Indonesia sebagai role model demokrasi di mana sistem politik yang terbentuk mampu menghadirkan sistem pemerintahan yang efektif dan akuntabel, mampu memberikan manfaat lebih besar dan maksimal bagi masyarakatnya.
MELALUI agenda Making Indonesia 4.0, Presiden Joko Widodo sering mengingatkan agar kita sebagai sebuah negara-bangsa makin siap dan mampu berpikir dan bertindak cepat dan canggih dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0. Agenda tersebut selalu disampaikan oleh Presiden melalui rapat dengan para menteri dan diserukan dalam berbagai kegiatan pertemuan dengan para pemimpin lembaga negara, parpol, dan organisasi sosial keagamaan dan kepemudaan.
Mengapa agenda Making Indonesia 4.0 perlu diwujudkan? Langkah apa saja yang bisa kita dalam menopang kesuksesan agenda tersebut?
Gelombang Akselerasi dan Transformasi
Saat ini kita telah dikepung oleh gelombang akselerasi dan transformasi global. Selama satu dekade terakhir, dunia kian mengalami akselerasi yang sangat cepat karena perkembangan teknologi, globalisasi, dan perubahan iklim. Ketiga faktor tersebut telah mengubah lanskap struktur sosial, ekonomi, dan politik di hampir semua negara. Ketiganya juga secara bersamaan menjadi faktor penentu di tengah fluktuasi geopolitik global saat ini (Friedman, 2016).
Senada dengan Friedman, sejumlah pakar yang tergabung dalam World Economic Forum (WEF) sejak dua tahun lalu juga telah mengingatkan bahwa Revolusi Industri 4.0 terus merambat secara eksponensial ke berbagai belahan dunia. Berbeda dengan Revolusi 3.0, Revolusi 4.0 ini melahirkan model sistem kapitalisme baru yang berbeda dengan sistem kapitalisme lama yang dihasilkan oleh Revolusi 3.0. Dalam Revolusi 4.0, peran teknologi komunikasi dan informasi, khususnya internet dan sosial media menjadi kekuatan determinan yang memengaruhi keseluruhan sistem produksi, manajemen dan governance, tidak hanya di tingkat nasional dan regional, namun juga dalam skala global.
Di tengah kondisi tersebut, mungkinkah kita berhasil mewujudkan “Indonesia 4.0”? Tentu saja sangat mungkin. Asalkan, kita mampu mengelola perkembangan demokrasi digital dan mewujudkan efektivitas e-government .
Demokrasi Digital dan E-Government
Sejak 2000-an, Jan van Dijk, seorang profesor Ilmu Komunikasi di Twente Belanda, meyakini bahwa perkembangan teknologi komunikasi dan penggunaan internet dalam arena politik akan melahirkan demokrasi digital (digital democracy). Praktik-praktik dan proses demokrasi akan berubah ke formal digital yang tidak sepenuhnya dibatasi oleh faktor geografis, jarak, dan waktu.
Seiring dengan kehadiran demokrasi digital, e-government akan mudah dikembangkan. Akses dan pertukaran informasi antara pemerintah, wakil-wakil rakyat, organisasi dan komunitas politik serta individu warga negara lebih mudah dilakukan. Ruang yang lebih lebar bagi kelangsungan debat publik, dan proses politik deliberative juga lebih mudah diwujudkan. Partisipasi politik masyarakat, khususnya dalam proses perumusan kebijakan politik/publik dan pengambilan keputusan yang terkait dengan kepentingan publik lebih mudah ditingkatkan dan dikelola secara maksimal (Van Dijk, 2006).
Melalui demokrasi digital, setiap warga negara secara normatif tidak hanya berhak mengaktualisasikan hak-hak politik, mereka juga lebih memiliki kuasa dalam proses pembuatan keputusan-keputusan politik. Keputusan-keputusan politik yang diambil melalui mekanisme demokrasi bukan hanya cerminan dari kehendak mayoritas warga negara, namun juga mampu mengakomodasi kehendak dan kebutuhan warga negara minoritas. Setiap warga negara juga memiliki peluang yang lebih luas secara aktif dalam setiap pengambilan-pengambilan keputusan politik dan mengekspresikan pendapat dan aspirasinya untuk memengaruhi proses pembuatan keputusan-keputusan tersebut (Van Dijk, 2006).
Selama 3,5 tahun menjalankan pemerintahan, kita menyaksikan intensitas dan kesungguhan Presiden Joko Widodo dalam mendorong terwujudnya e-government di berbagai sektor pemerintahan. Dengan beragam instrumen e-government, kualitas pelayanan publik secara normatif dapat terus ditingkatkan. Berbagai bentuk partisipasi masyarakat juga dapat terus diakomodasi dan difasilitasi melalui beragam media sosial.
Melalui agenda Making Indonesia 4.0, kita berharap bahwa sistem demokrasi, sebagaimana yang disampaikan oleh Schmitter dan Karl (1991: 76), bisa mewujudkan sebuah sistem politik yang mampu menghadirkan sistem pemerintahan efektif dan akuntabel. Dalam hal ini, lembaga-lembaga pemerintahan dan para aktor politik di dalamnya tidak hanya mampu bekerja secara maksimal dalam memenuhi harapan, kebutuhan dan kepentingan masyarakat.
Lebih dari itu, juga lebih akuntabel atas tindakan-tindakan yang mereka lakukan terkait dengan kepentingan masyarakat. Jika hal tersebut dapat terwujud, kita berpeluang untuk menjadikan Indonesia sebagai role model demokrasi di mana sistem politik yang terbentuk mampu menghadirkan sistem pemerintahan yang efektif dan akuntabel, mampu memberikan manfaat lebih besar dan maksimal bagi masyarakatnya.
(kri)